Laman

Saturday, March 16, 2013

Tekun Memikul Salib

Bacaan Alkitab : Ibrani 12 : 1 - 13
Pengembangan Bahan Khotbah Minggu, 17 Maret 2013.
Dari Buku Membangun Jemaat


Hari ini, seluruh warga Gereja Toraja bersukacita, mensyukuri akan kebaikan Tuhan yang telah dinyatakanNya dalam perjalanan sejarah: 100 tahun Injil Masuk Tana Toraja.  Sebagai warga Gereja Toraja secara khusus dan masyarakat Toraja secara umum, sadar atau tidak, harus diakui bahwa karena Injillah maka masyarakat Toraja menjadi masyarakat yang bermartabat, terhormat dan disegani. Dan perjuangan Injil untuk menjadikan masyarakat Toraja menjadi masyarakat yang bermartabat, terhormat dan disegani tidaklah semudah yang kita pikirkan dan juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Begitu banyak hamba-hamba Tuhan, yaitu mereka yang telah memberi diri untuk Injil; harus mengorbankan kesenangannya, kemapanannya, meninggalkan kampung halamannya, mengorbankan harta dan bendanya, bahkan jiwa dan raganya, hanya dengan satu tujuan, yakni agar masyarakat Toraja dapat keluar dari keterisolirannya, mereka dapat berdiri dengan kepala tegak dan tidak lagi menjadi budak bagi orang lain. Sekali lagi; perjuangan Injil tidak semudah membalikkan telapak tangan; harganya sangat mahal, yakni airmata, darah bahkan jiwa raga.

Tanggal 16 Maret 1913, menjadi tonggak awal pertumbuhan Injil di Toraja. Ada sekitar 20 orang murid Lanschapschool (sesuai daftar resmi dalam laporan zending), memberi diri dibaptis. Peristiwa ini tidak dapat kita pisahkan dari peran guru-guru Kristen yang berasal dari Jawa, Kupang, Maluku, Sanger dan Minahasa. Mereka menjadi alat di tangan Tuhan untuk mengubah wajah Toraja yang begitu primitif, terisolir, bodoh dan miskin, menjadi bermartabat, terhormat dan disegani. Perjuangan mereka demi Injil tidak dapat kita nilai dengan apa pun juga. Mereka adalah pahawan-pahlawan tanpa tanda jasa, melakukan pelayanan pemberitaan Injil karena panggilan batin. Mereka adalah orang-orang yang memiliki harapan bahwa apa yan mereka taburkan di suatu waktu akan tumbuh subur dan berbuah lebat. Benih Injil yang tertanam ini semakin tumbuh subur setelah seorang yang bernama Antonio Aris van de Loosdrecht datang dari negeri yang jauh (Belanda). Tapi perjuangannya demi Injil harus dibayar mahal, yakni darahnya dan nyawanya. Dia harus mati dan menjadi Martyr bagi Injil dan kematiannya tidak sia-sia. Darahnya yang tertumpah menjadi persemaian yang subuh bagi pertumbuhan Injil di Tana Toraja. Ia pantas untuk mendapat gelar "Rasul bagi Toraja".

100 tahun bukanlah waktu yang singkat, sebuah perjalanan panjang yang diwarnai dengan suka dan duka.. Namun kita harus mengakui bahwa 100 tahun perjalanan sejarah Injil Masuk Tana Toraja, berkat Tuhan telah melimpah kepada Toraja, masyarakat Toraja dan Gereja Toraja. Injil telah membawa perubahan-perubahan besar dan mendasar. Benih-benih Injil telah tumbuh subur dan berbuah, melahirkan manusia-manusia Toraja yang cerdas, kaya dalam hikmat dan juga tidak sedikit yang kaya dalam harta.

Mensyukuri 100 tahun IMT, kita diajak untuk merenungakan Firman Tuhan dari Ibrani 12:1-13. Konteks kitab ini adalah masa-masa sulit di mana kaisar-kaisar Romawi dengan keras menekan pertumbuhan dan perkembangan Gereja. Umat Tuhan pada masa itu mengalami tekanan yang begitu hebat dan tidak sedikit dari mereka yang harus membayar keteguhan iman mereka dengan darah dan nyawanya. Di tengah-tengah kondisi yang demikian, sang penulis kitab Ibrani memberi penguatan kepada warga jemaat agar mereka tidak gentar sedikit pun pada ancaman dan tantangan yang ada. Di tengah-tengah situasi yang sangat memprihatinkan tersebut, sang penulis terus memotivasi warga jemaat agar mereka tidak mengendurkan semangat mereka untuk memikul salib; dan dalam keadaan yang ditekan, janganlah kasih terhadap saudara dan semua orang menjadi pudar. Memang berat untuk menerima kenyataan itu sebagai jalan yang telah ditentukan oleh Tuhan bagi mereka. Namun menghadapi tekanan yang berat itu, kekuatan dari Allah akan dinyatakan jikalau umat mengarahkan pandangannya kepada Tuhan Yesus. Penderitaan umat belum sebanding dengan apa yang telah dialami Tuhan Yesus. Tetapi Tuhan Yesus setia, sehingga Allah mengganti segala penderitaan itu menjadi sukacita dengan mendudukkan Dia di atas takhta kemuliaan. Karena itu, sang penulis mengharapkan agar warga jemaat pun dapat mengalami hal yang sama, segala bentuk penderitaan digantikanNya dengan sukacita; tapi konsekwensinya adalah ketaatan dan kesetiaan.

Saudaraku...................
Di pundak masing-masing kita, Allah telah meletakkan salib itu. Tapi apakah kita memahami makna dari memikul salib itu?

Saya mau mengajak kita untuk membuka 1 Petrus 2:19-20. Di sana dikatakan: "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah".

Jadi memikul salib itu artinya menanggung penderitaan atau ketidaknyamanan karena kita melakukan perbuatan baik, bukan menderita karena kita berbuat dosa. Konsekwensi dari memikul salib adalah penolakan dari dan oleh dunia ini.

Memang dunia di mana kita berada saat ini, tidak lagi memperlihatkan wajahnya seperti 100 tahun yang lalu, atau 2000 tahun yang lalu sesudah Kristus. Wajah dunia sekarang ini begitu lembut bahkan penuh dengan tawa dan canda. Tapi di balik kelembutan dan keceriaannya, tersimpan racun yang sangat mematikan. Karena itu waspadalah. Jangan alihkan pandangan anda kepada yang lain. Tetaplah berjalan dengan mata yang tertuju kepada Yesus Kristus. Seberat apa pun salib yang anda pikul, jika pandangan anda tetap tertuju pada Yesus Kristus, maka beban yang anda pikul akan menjadi ringan.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love