Laman

Saturday, October 22, 2016

Jawami'ul Kalim (Bagian 2)

Sebuah Refleksi Pribadi
Matius 17:20, Yakobus 3:13-18

Sebagaimana pada bagian yang pertama, kita menyaksikan kebenaran dari Sabda Yesus Kristus yang tak terbantahkan bukan melalui debat teologis tetapi melalui iman yang dinyatakan lewat tindakan atau perbuatan. Patriach Abraam bin Zara dan semua umat Kristen Koptik memang diperhadapkan pada pilihan yang sangat sulit dan dalam pertimbangan akal manusia, perkara ini adalah sebuah "KEMUSTAHILAN". Namun Tuhan selalu punya cara untuk tidak mempermalukan umatNya. Dan cara yang ditempuh oleh Tuhan terkesan "BODOH", yakni mempertemukan Sang Patriach dengan seorang yang punya keterbatasan dalam penglihatan serta yang bersangkutan sama sekali tidak memiliki pengaruh dalam komunitas; bukan orang pandai, bukan pula orang yang punya fasilitas yang mumpuni, serta sama sekali tidak punya relasi dengan kaum penguasa. Dia adalah Simon yang buta sebelah, yang kesehariannya hanya bergelut dengan kulit binatang.

Mungkin bagi dunia, Simon yang diandalkan oleh Sang Patriach bersama dengan semua umat Kristen Koptik Mesir tidak akan dapat memberi solusi dari persoalan yang sedang dihadapi. Lebih-lebih lagi, cara yang disodorkan sedikit konyol, mengitari 4 sisi dari Gunung Mokattam (Timur-Barat-Utara-Selatan) sambil mengumandangkan kalimat singkat "Kyrie Eleison" sebanyak 400 kali.

Pertanyaannya sekarang:

Apa hubungannya kisah ini dengan pokok perenungan saya: "Jawami'ul Kalim?".

Saudaraku.....
Jujur kita harus akui bahwa di saat kita terdesak oleh sebuah masalah maka yang kita lakukan adalah pembenaran diri dengan mengemukakan 1001 macam alasan lalu mengumbar kata-kata yang tak dapat kita hitung jumlahnya. Sadar atau tidak sadar, ketika kita berusaha mengelak atau pun mempertahankan prinsip dengan 1001 alasan, maka kita tidak mengindahkan peringatan yang terdapat dalam Amsal 10:19 : "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi".

Ya.......
Inilah kecenderungan yang tak dapat dipungkuri: kita lebih memilih berapologetika dengan debat teologis jika hal itu berkaitan dengan kehidupan keagamaan yang terusik, dibandingkan taat untuk melakukan tuntutan agama tanpa peduli apa kata orang tentang agama kita. Kita lebih suka menciptakan suasana gaduh dalam debat hukum jika hal itu bersentuhan dengan ranah Undang-undang ataupun tatanan hidup bermasyarakat secara umum, dibandingkan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan (Hummaniora) yang tidak mempertentangkan agamamu dan agamaku.

Saudaraku.........
Hikmat tertinggi tidak diukur oleh kefasihan lidah, tetapi oleh ketetapan hati untuk percaya pada Dia yang memiliki Kuasa Mutlak dan berusaha untuk hidup dan bertindak sesuai dengan kehendakNya demi kemaslahatan semua ciptaan. Dan juga hikmat tertinggi adalah ketetapan hati untuk berusaha mengekang lidah agar tidak mengucapkan kata-kata yang tidak berfaedah.

Ungkapan "Kyrie Eleison" adalah sebuah "doa yang miskin kata-kata", tetapi justru "di balik miskinnya kata-kata itulah, kuasa Tuhan dinyatakan".

Saudaraku.......
Jawami'ul Kalim, sebagaimana informasi yang saya terima dari Sang Tour Giude menunjuk pada sikap seseorang dalam bertutur sapa dengan tidak mengumbar kata-kata. Satu atau dua kata dipandang cukup asal mengandung makna yang dalam untuk menuntun orang lain pada jalan kebenaran. Singkatnya; Jawami'ul Kalim mengandung arti: "penggunaan bahasa yang singkat namun memiliki makna yang luas dan sangat dalam".

Merujuk pada makna yang terkandung dalam kata Jawami'ul Kalim, maka tak heran jika komunikasi/dialog Tuhan Yesus dengan seseorang atau sekelompok orang pada zamanNya, Ia tidak mengumbar banyak kata-kata. Ada beberapa kejadian dari sekian banyak kejadian yang dicatat dalam Injil di mana Tuhan Yesus membangun komunikasi dan Ia menggunakan kata-kata yang singkat namun sarat dengan makna.

(1). Ketika Simon yang disebut Petrus bersama dengan saudaranya Andreas serta beberapa nelayan yang lainnya sedang menebar jala di danau; tidak ada ruang diskusi untuk membahas tentang makna panggilan pelayanan, tidak ada tanya jawab, selain kata-kata ini: "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia (Mat. 4:19 ; Mark. 1:17 ; Luk. 5:10)".

(2). Ketika orang Farisi bersungut-sungut karena Tuhan Yesus makan dengan pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Tidak ada wadah yang menfasilitasi pertemuan untuk membahas masalah tersebut seperti ILC (Indonesia Lawyer Club) yang disiarkan oleh TVOne, tetapi Tuhan Yesus hanya mengucapkan kata-kata ini: "Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib, tetapi orang sakit (Mat. 9:12 ; Mark. 2:17 ; Luk. 5:31)".

(3). Ketika orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat bersungut-sunggut karena murid-murid Tuhan Yesus melanggar adat istiadat yang telah berlaku secara turun-temurun, di mana seseorang wajib hukumnya untuk membasuh tangannya sebelum ia makan. Tidak ada pengadilan agama di mana para ulama berkumpul untuk mengeluarkan "Fatwa Haram" seperti yang dilakukan oleh MUI sekarang ini, yang sampai persoalan "Polisi Tidur" juga diberi label "Haram" sebagaimana yang terungkap dalam "Pertemuan Terbuka Tokoh Agama dan Pemkot di Rumah Jabatan Walikota Samarinda, hari kamis tgl. 7 Pebruari 2013". Sedangkan MUI sendiri tidak pernah menyentuh ranah "lubang-lubang maut bekas tambang" yang telah memakan korban yang tidak sedikit. Dalam konteks seperti ini, Tuhan Yesus tidak membutuhkan pertemuan khusus bersama kaum ulama untuk membahas persoalan itu berjam-jam atau pun berhari-hari. Ia hanya berkata: "Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang (Mat. 15:11 ; Mark. 7:15)".

(4). Ketika orang-orang Farisi tidak mendapatkan jalan untuk menjerat Tuhan Yesus baik dalam hal "Melanggar Ketetapan Taurat" maupun dalam hal "Ketaatan  pada Perundang-undangan yang berlaku dalam Sistem Ketatanegaraan", maka mereka mengajukan pertanyaan tentang wajib tidaknya umat Tuhan dalam memberi pajak kepada Kaisar yang dicap "KAFIR" oleh masyarakat Yahudi. Tuhan Yesus tidak secara prontal mengikuti alur pemikiran masyarakat Yahudi yang hanya karena "TAKUT" pada pemerintah maka mereka dengan terpaksa harus membayar pajak. Untuk keluar dari persoalan "Dwi-Kewarganegaraan" dengan tidak mempertentangkan satu dari yang lainnya karena pemerintah dunia adalah "Wakil Allah" yang bertanggung jawab untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta menjamin rasa aman dan damai bagi warganya, maka Tuhan Yesus mengatakan: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah (Mat. 22:21 ; Mark. 12:17 ; Luk. 20:25)".

(5). Ketika Tuhan Yesus diperhadapkan kepada Pontius Pilatus dan Pontius Pilatus mempertanyakan dasar tuduhan orang banyak bahwa Tuhan Yesus mengklaim diriNya sebagai Raja; Tuhan Yesus tahu bahwa apa pun alasan yang hendak disampaikan sebagai upaya pembenaran diri, semuanya akan terbentur pada dinding yang tebal, yakni dinding "KEBENCIAN". Dan fakta ini benar adanya bahwa jika anda menaruh "BENCI" atau "DENDAM" pada seseorang, maka apa pun tindakan baik yang dilakukan orang tersebut, maka anda akan tetap mencari alasan untuk mencap tindakannya itu "SALAH". Itulah sebabnya, Tuhan Yesus tidak mengumbar kata-kata pembenaran, selain perkataan ini: "engkau sendiri mengatakannya (Mat. 27:11 ; Mark. 15:2 ; Luk. 23:3 ; Yoh. 18:34)".

(6). Masih begitu banyak catatan-catatan kejadian dalam kitab Injil yang hendak menjelaskan makna dari kata "Jawami'ul Kalim"; ya....penggunaan kalimat-kalimat singkat namun memiliki makna yang luas dan sangat mendalam. Saya hanya mau mengajak saudara untuk berupaya mengumpulkan fakta-fakta itu agar anda semakin mencintai Alkitab.

Saudaraku........

Jawami'ul Kalim hendak mengungkapkan realita yang sesungguhnya dari hidup manusia yang dikehendaki Allah.
Sebuah tindakan untuk membuka selubung, sehingga kita mengetahui hakekat hidup yang sesungguhnya sebagai makhluk termulia dari segala makhluk yang ada.
Jawami'ul Kalim mengantar kita pada konsep "KASIH" yang benar: yakni (1). Kasih kepada Allah - Habluminallah dan (2). Kasih kepada manusia - Habluminannas.
Keduanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya, dan juga tidak berdiri sendiri-sendiri; tetapi menyatu bagaikan garam dalam masakan yang membangkitkan selera dan memberi rasa nikmat.

Karena itu, saya persilahkan anda untuk menggambarkan dan bahkan mempertontonkan iman anda tentang Allah yang anda sembah di depan mata saya. Itu adalah hak azasi anda, dan saya sama sekali tidak mempunyai hak untuk melarang anda. Namun iman anda tentang Allah yang anda sembah hanya mungkin memberi dampak yang tak terbantahkan ketika anda memandang orang lain ataukah memandang diri saya serasa anda memandang wajah Allah yang anda sembah itu.

(Mohon maaf, bukan maksud saya bahwa anda harus melakukan pemujaan terhadap manusia sama seperti tindakan anda memuja Allah yang anda sembah).

Tetapi Jawami'ul Kalim mau mengatakan bahwa tidaklah mungkin anda dapat membuktikan perkataan anda bahwa anda sungguh mengasih Allah yang anda sembah, jika hati anda masih dibelenggu perasaan "BENCI" terhadap sesama yang notabene adalah makhluk yang termulia diciptakan dalam kesegambaran dan keserupaan dengan Sang Khaliknya. Dan anda tidak mungkin diciptakan lebih mulia dari orang lain; sebab Allah yang menciptakan anda dan saya adalah Allah yang adil dan benar dalam tindakanNya dan semua manusia sama di hadapanNya.

Saudaraku.......
Mungkin saya sendiri telah melanggar tema dari perenungan ini (Jawami'ul Kalim), karena saya sudah terlalu banyak mengumbar kata-kata. Karena itu, saya akan berusaha mengakhirinya dengan menyimak apa yang dicatat oleh Yakobus 3:13-18.....

Siapa di antara kamu yang bijak dan berakal budi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemah-lembutan. Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai.

(Tulisan ini mungkin tidak akan memberi dampak di tengah-tengah kegaduhan yang timbul karena perbedaan Agama. Tetapi saya berdoa dan saya punya harapan, bahwa Tuhan yang adalah sumber kebenaran, pada waktunya akan menyingkapkan segala sesuatu sehingga tidak ada satu pun yang tersembunyi: Yang Benar akan tetap BENAR dan yang Salah akan tetap SALAH. Di hadapan Allah, anda tidak dapat memutarbalikkan fakta. Karena itu, s
ilahkan anda mengklaim diri anda lebih benar dari pada orang lain asal anda dapat membuktikan kebenaran anda dengan tidak mencungkil selumbar di mata saudara anda sebelum anda melepaskan balok yang ada dalam mata anda sendiri).

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love