Laman

Monday, February 29, 2016

Mengkaji Peran Seorang Bapa

Keseimbangan Antara Pekerjaan, Pelayanan dan Keluarga
Bahan Refleksi Untuk Ibadah PKBGT
Jemaat Bukit Zaitun - Samarinda Ulu
Kamis - 25 Pebruari 2016


Bacaan : Mazmur 128 : 1 - 6


Sebuah Pengantar :



Orang Kristen, khususnya Kaum Bapa seringkali mengalami masalah yang membingungkan, terutama ketika diminta untuk memilih dan memilah mana yang lebih penting antara Pekerjaan, Pelayanan dan Keluarga. Karena kesulitan dalam menentukan pilihan maka hal ini sering diperdebatkan dan didiskusikan. Dan saya yakin bahwa bukan hanya Kaum Bapa yang mengalaminya, tetapi juga Kaum Ibu.

Ada paling sedikit 2 pandangan yang ekstrim yang berupaya memberi jalan keluar dari masalah ini.

Pertama:

Kita harus lebih memprioritaskan pelayanan karena hal tersebut adalah tuntutan Allah. Dasar Alkitabiah sehingga lebih memprioritaskan Pelayanan dibandingkan Pekerjaan dan Keluarga adalah Mat. 6:33...."Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu". Juga dalam Mat. 10:37-39..."Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKU, ia tidak layak bagiKU; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKU, ia tidak layak bagiKU. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut AKU, ia tidak layak bagiKU. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena AKU, ia akan memperolehnya".

Selain dari dua bagian yang disebutkan di atas, masih ada yang menjadi dasar sehingga pandangan ekstrim ini tetap memprioritaskan Pelayanan dan melupakan atau tidak memberi perhatian pada Pekerjaan dan Keluarga, yakni Luk. 9:59-62....."Lalu IA berkata kepada seorang lain: ikutlah AKU! Tetapi orang itu berkata: izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku. Tetapi Yesus berkata kepadanya: biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana. Dan seorang lain lagi berkata: aku akan mengikut ENGKAU Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku. Tetapi Yesus berkata: setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah".

Dengan bertitik tolak pada dalil-dalil Firman Tuhan tersebut maka mereka berkesimpulan bahwa Pelayanan harus di atas segala-galanya, dan akibatnya Pekerjaan dan Keluarga ditelantarkan. Orang yang mempunyai jalan pikiran seperti ini menganggap bahwa ketika seluruh perhatian mereka tercurah pada pelayanan, maka pastilah soal keperluan hidup dan juga soal masa depan keluarga dan anak-anak, Tuhanlah sendiri yang akan mengaturnya.

Kedua :

Pekerjaan dan Keluarga itulah yang harus menjadi prioritas dalam hidup karena Tuhan sendiri yang menganugerahkan tanggung jawab tersebut untuk dijalani dan dinikmati. Mereka pun memakai dalil firman Tuhan, seperti Kej. 1:26-28....."Berfirmanlah Allah: baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: beranak-cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu......". Dan yang lebih ekstrim lagi mereka menggunakan dalil dari beberapa bagian kitab Pengkhotbah; misalnya; Pengkh. 7:16...."Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?". Pengkh. 8:15...."oleh sebab itu aku memuji kesukaan, karena tidak ada kebahagiaan lain bagi manusia di bawah matahari, kecuali makan dan minum dan bersukaria. Itu yang menyertainya di dalam jerih payahnya seumur hidupnya yang diberikan Allah kepadanya di bawah matahari". Dan Pengkh. 11:6....."Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik".

Dari dalil-dalil firman Tuhan di atas mereka berkesimpulan bahwa Pekerjaan dan Keluarga adalah areal mereka yang paling utama, sedangkan pelayanan itu adalah tanggung jawab Majelis Gereja (Pendeta, Penatua dan Diaken) atau tanggung jawab Pengurus OIG. Bahkan ada ungkapan bahwa masalah pelayanan itu tanggung jawab Pendeta dan Proponen, sebab memang mereka diberi tugas khusus untuk melayani dan mereka diberi upah untuk pekerjaan itu. Dengan berpandangan demikian maka, kelompok ekstrim yang kedua ini acuh tak acuh terhadap panggilan pelayanan gerejawi.

Kedua pandangan tersebut di atas dikemukakan oleh orang yang tidak memahami apa artinya Pekerjaan, Pelayanan dan Keluarga. Mereka memisahkan satu dari yang lainnya dan memilih salah satu dari padanya sebagai prioritas lalu membungkusnya dengan dalil "INI TUNTUTAN FIRMAN TUHAN". Tapi saya mau katakan bahwa Konsep atau pandangan demikian adalah SALAH.

Pekerjaan, Pelayanan dan Keluarga bukanlah untuk dipilih. Ketiganya harus dilakukan atau harus dijalani dan kita harus belajar untuk terus mengupayakan keseimbangannya.

Pekerjaan dan Keluarga adalah anugerah Tuhan, di samping itu kita memberi diri untuk pelayanan dan hal itu juga adalah sebuah anugerah. Kalau kita mengerti bahwa Pekerjaan dan Keluarga adalah anugerah Tuhan dan kita memberi diri untuk Pelayanan juga karena anugerah, maka kita bukan memilih tapi berusaha mencari keseimbangan sehingga tidak ada yang dilalaikan. Ingat: Tuhan memanggil kita untuk Bekerja, membangun Keluarga dan juga Melayani. Memang Pekerjaan dan Keluarga bersifat sementara, jangan menjadi alasan untuk mengabaikannya. Yang sementara itu juga penting, namun kita juga jangan melalaikan yang bersifat kekal. Yang utama adalah kita harus menyeimbangkan ketiganya.

Sama seperti ada 3 Tugas Utama anak-anak Tuhan yang sering disebut Tri Panggilan Gerejawi yakni: Koinonia/Bersekutu, Marturia/Bersaksi dan Diakonia/Melayani, maka ada 3 arena di mana setiap anak-anak Tuhan dipanggil untuk mendemonstrasikan Tri Panggilan Gerejawi tersebut.

(1). Pelayanan Gerejawi - Persekutuan Berjemaat

Tuhan memperlengkapi setiap anak-anakNya dengan karunia-karunia khusus untuk tugas pelayanan dalam ladangNya. Tidak ada seorang pun yang tidak diberi karunia (Charisma) dalam rangka mengangkat tugas pelayanan. Semua mendapat sesuai dengan kadar ukuran kasih karunia Allah. Ada yang diberi 1, ada yang diberi 2, ada yang diberi 5, dan seterusnya. Tuhan mau supaya setiap kita mengupayakan pelipat-gandaan karunia-karunia yang ada; bukan disimpan atau disembunyikan (baca : Mat. 25:14-30). Orang yang sudah diberi karunia namun ia tidak mau berusaha untuk mengembangkannya, maka Tuhan menegurnya bahkan memberi hukuman.

(2). Pekerjaan

Banyak orang salah memahami tentang Pekerjaan/Profesi. Dirinya baru dianggap bekerja jika ia PNS atau Pegawai Swasta/Karyawan dengan pendapatan lebih dari rata-rata. Sedang profesi sebagai Kepala Keluarga dianggap sebagai "KODRAT" yang tidak dapat ditolak, karena memang laki-laki sudah ditetapkan untuk menjadi pengayom dan pemimpin dalam keluarga. Karena itu, tidak jarang seorang bapa merasa minder jika melihat temannya atau saudaranya yang berprofesi sebagaimana yang disebutkan di atas, sedangkan dirinya sendiri mungkin hanya seorang "Buruh Lepas atau Karyawan Biasa" dengan pendapatan kurang dari rata-rata, bahkan di bawah dari itu.

Saya mau mengatakan bahwa pekerjaan sebagai Kepala Keluarga adalah sebuah Management Kepemimpinan yang tidak kalah pentingmya dari profesi apapun juga. Jika seseorang memandang status sebagai KEPALA KELUARGA adalah sebuah pekerjaan yang mulia, yang tidak bisa dipindahtangankan atau dialihkan kepada orang lain, maka seorang bapa akan merasa bangga dengan pekerjaan tersebut. Ia akan memimpin dan mengayomi rumah-tangganya dengan baik dan ia akan mendapatkan hasil yang tak kalah banyak dibandingkan dengan profesi yang lainnya, karena ia sesungguhnya sedang menabur benih dalam ladang ("RUMAH TANGGANYA"). Dan jangan heran, jikalau seorang isteri terinspirasi dengan semangat bekerja seorang suami, keseriusannya, keuletannya dan ketelatenannya. Kegagalan Imam Eli terletak pada pandangannya yang keliru bahwa menjadi Kepala Keluarga itu bukan pekerjaan yang utama, yang utama adalah profesinya sebagai seorang Imam.

Profesi yang kita tekuni di selain sebagai Kepala Keluarga, apapun itu - profesi itu adalah berkat Tuhan. Tuhan mengaruniakannya supaya dapat meneguhkan dan mengokohkan pekerjaan yang paling utama yakni Kepala Keluarga. Tuhan mengaruniakan profesi/pekerjaan yang kita tekuni setiap hari untuk dijalani dengan hati penuh rasa syukur tanpa perlu mempersoalkan hasil yang didapatkan dari pekerjaan itu. Jika di mata orang anda mendapat sangat sedikit, tapi di mata Tuhan itu lebih dari cukup asal disyukuri (ingat peristiwa Yesus memberi makan 5000 orang). Jangan karena kita mendapatkan kurang menurut ukuran rata2, lalu kita jadi tidak semangat untuk bekerja. Tuhan menegor setiap orang yang malas dan tidak tahu bersyukur. Orang yang malas dipandang sebagai sahabat dari si perusak (Ams. 18:9), bahkan Tuhan menghardik si pemalas yang begitu mudah menyerah agar belajar kepada semut (Ams. 6:6). Dan Paulus sendiri menegaskan bahwa setiap orang yang tidak mau bekerja agar tidak diberi makan (2 Tes. 3:10).

(3). Keluarga

Keluarga adalah Lembaga Pertama di dunia ini yang dibentuk oleh Allah sendiri sejak awal penciptaan. Dan Tuhan menegaskan bahwa tak pantas jikalau manusia itu seorang diri saja, karena itu diciptakanlah Hawa lalu dibawaNya kepada Adam, dan kepada mereka Tuhan berfirman: "...beranak-cuculah (Kej. 1:28)".

Memelihara dan membina kehidupan bersama dalam keluarga adalah sebuah amanat yang diberikan oleh Tuhan sendiri. Di sini kembali saya mau tegaskan bahwa kegagalan Imam Eli sehingga ia ditolak oleh Tuhan bukan karena ia lalai dalam tugas keimamannya, tetapi karena ia tidak dapat memberi keteladanan dalam membina kehidupan keluarganya. Demikian pula penolakan bangsa Israel terhadap anak-anak Samuel, bukan karena Samuel gagal dalam mengangkat tugasnya sebagai seorang HAKIM, tetapi karena ia gagal dalam membina dan menuntun anak-anaknya.

Keluarga adalah cerminan hati seseorang, karena seseorang dinilai berhasil dalam hidupnya jikalau ia berhasil dalam mengarahkan kehidupan keluarganya di jalan kebenaran.

Kita lihat dalam konteks masa kini, banyak keluarga Kristen yang hancur karena lebih menekankan pekerjaan, sehingga mengabaikan keluarga; atau lebih menekankan pekerjaan dan keluarga lalu mengabaikan pelayanan. Demikian juga sebaliknya. Terlalu bersemangat dalam melayani lalu lupa pada keluarga dan lalai dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Pekerjaan, Pelayanan dan Keluarga harus SEIMBANG.


Menyeimbangkan Pekerjaan, Pelayanan dan Keluarga
(WAKTU & PRIORITAS)


Sadar atau tidak, kebanyakan waktu kita dihabiskan untuk pekerjaan atau kewajiban sehari-hari dan kita hanya mempunyai sedikit waktu untuk keluarga dan pelayanan. Dan lebih fatal lagi dalam dunia yang semakin maju dengan IT, terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk menonton, menelpon, sms atau chatting/facebook.

Saya berusaha membagi waktu yang dihabiskan dalam sehari (24 jam) untuk semua rutinitas:
(a). 8 jam waktu habis untuk bekerja
(b). 1/2 jam waktu habis untuk mandi dan berias
(c). 1/2 jam waktu untuk makan siang
(d). 1 jam waktu habis untuk perjalanan (transportasi).
(e). 1 jam waktu habis untuk sarapan dan makan malam.
(f). 8 jam waktu habis untuk tidur.
(g). 2 jam waktu habis untuk hal-hal yang lainnya.

Jumlah waktu yang habis dalam sehari adalah 21 jam.
Dari total 24 jam waktu yang dimiliki dalam sehari, tinggal tersisa 3 jam yang dapat dikelolah untuk kegiatan-kegiatan yang lainnya dan kegiatan-kegiatan yang disukai. Dan untuk waktu yang sisa ini dalam seminggu (di luar hari Minggu), ada sebanyak 18 jam (6 x 3). Tentu masing-masing orang mempunyai prioritas dalam memanfaatkan 18 jam dalam seminggu untuk hal-hal yang disukai atau yang menjadi kegemaran (hobby). Tapi kita harus ingat juga, ada pelayanan (di luar pelayanan hari Minggu) dan ada keluarga.

Jadi, jikalau kita mau jujur, kebanyakan waktu kita habis untuk (1). bekerja, (2). Tidur/Istirahat, (3). kegiatan yang mengarah pada mengurus diri sendiri. Lalu di manakah waktu yang dapat kita pakai untuk keluarga dan pelayanan?

Kita hanya mempunyai kesempatan mengelolah waktu yang tersisa, dan dalam hal ini dibutuhkan hikmat untuk menyeimbangkan ketiga medan yang ada: Pekerjaan - Pelayanan - Keluarga.

Allah memang memerintahkan kita untuk bekerja agar kita mendapatkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup kita. Tuhan menyerahkan kepada manusia (Adam dan Hawa) untuk mengelolah Taman Eden demi kehidupan mereka. Tetapi Allah juga memerintahkan kita untuk beribadah/melayani serta mengurus keluarga yang Tuhan karuniakan bagi kita.

Pertanyaan sekarang:
Apakah kita lebih mementingkan Pekerjaan dibandingkan Pelayanan dan Keluarga?
Ataukah kita harus memilih mana yang lebih utama: Pekerjaan, Pelayanan atau Keluarga?


Saya tidak memaksa kaum bapa untuk memilih satu diantaranya. Tapi saya hanya memberikan beberapa saran:

Pelihara hubungan anda dengan Tuhan!
Seringkali sebagai anak Tuhan, hubungan kita tidak baik dengan Tuhan sehingga kita tidak mampu untuk menyeimbangkan ketiganya. Kalau hubungan kita dengan Tuhan dapat berjalan dengan baik, maka Tuhan akan memberikan kemampuan bahkan hikmatNya sehingga kita dimungkinkan untuk menata ketiganya dengan baik.

Buatlah daftar prioritas untuk keluarga!
Kita harus punya waktu membawa keluarga untuk takut kepada Tuhan. Kalau kita tidak dapat melayani keluarga kita, bagaimana mungkin kita dapat melayani Tuhan dan orang lain?
Keluarga digambarkan seperti sepatu yang tidak menonjol, seperti topi atau pakaian kita. Sepatu, topi atau pakaian mungkin kita anggap sesuatu yang biasa, tetapi sangat penting di saat ia dibutuhkan.
Pasangan kita (istri) atau anak-anak tidak mendukung pekerjaan atau pelayanan kita karena kita tidak mengatur waktu untuk keluarga. Jujur kita harus akui bahwa seringkali kita meletakkan pekerjaan di atas keluarga. Waktu untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga harus dikorbankan karena pekerjaan. Kalau keluarga kacau, maka pekerjaan dan pelayanan kita tidak akan berjalan baik.
Camkanlah ini: jikalau kita memberi perhatian khusus kepada keluarga kita maka pasangan serta anak-anak akan mendukung pekerjaan dan pelayanan kita.

Pahami pekerjaan sebagai sebuah amanah dari Tuhan!
Di dalam Alkitab, banyak hal yang ditekankan terkait dengan PEKERJAAN. Bahkan dikatakan bahwa orang yang tidak bekerja tidak boleh makan. Bekerja adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Tidak bisa karena alasan melayani lalu kita tidak fokus lagi pada pekerjaan/profesi. Ingat: kita harus mencukupi kebutuhan hidup keluarga, dan karena itu sadari diri anda sebagai makhluk yang ditakdirkan untuk bekerja.

Pahami pelayanan sebagai kesempatan untuk berkarya dalam Kerajaan Allah!
Jikalau kita memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan, keluarga harmonis, tahu kewajiban untuk bekerja, maka pelayanan adalah jawaban dari rasa syukur atas kebaikan Tuhan. Sebagai tanda ucapan syukur, maka kita mau memberi diri untuk dipakai oleh Tuhan dalam melayani. Dan hal ini akan menjadi sebuah sukacita jikalau dipahami bahwa pelayanan yang diemban itu adalah kesempatan yang diberikan Tuhan untuk berkarya dalam KerajaanNya. Tuhan memberi talenta atau kemampuan untuk melayani. Tuhan ingin supaya kita melayaniNya. Karena itu, selagi nafas hidup ini masih diberikan maka kita sesungguhnya masih punya waktu untuk menorehkan BAKTI bagi Kerajaan Sorga.

Jadi, sebagai anak-anak Tuhan; apakah kita sudah menyeimbangkan ketiganya?
Ingat:
Tuhan tidak ingin kita hanya fokus pada satu hal atau lebih memilih salah satunya dan mengabaikan yang lainnya. Tuhan ingin keseimbangan.
Tuhan memberikan waktu yang banyak (6 hari) dan juga memberi talenta untuk mengelolah kehidupan. Tuhan ingin kita membentuk keluarga dan ingin kita melayani. Sehingga tidak ada alasan, karena pekerjaan atau karena keluarga sehingga kita tidak mau melayani. Atau sebaliknya, karena pelayanan dan karena keluarga maka saya melalaikan pekerjaan atau profesis saya. Tidak bisa karena pekerjaan maka kita tidak punya waktu untuk pelayanan dan keluarga. Dan juga tidak bisa karena pelayanan lalu kita menelantarkan pekerjaan dan keluarga kita.
Kita harus punya komitmen. Kita harus susun apa yang sudah harus dilakukan dalam hidup ini. Kita harus punya komitmen berapa waktu yang harus kita sisihkan untuk membangun hubungan kita dengan Tuhan setiap hari, berapa jam kita bekerja dalam seminggu, berapa jam untuk keluarga, berapa jam untuk pelayanan. Kalau kita punya komitmen, maka semuanya akan berjalan dengan baik.

Sekali lagi.....
Tuhan tidak ingin kita memilih tapi Ia ingin agar kita menyeimbangkan ketiganya.

Karena itu, silahkan kaum bapa membaca secara seksama Mzm. 128 : 1 -6 dan simak pesan yang terkandung di dalamnya.

Dan pada akhirnya, saya mempunyai catatan penutup untuk menjadi bahan perenungan:

Arti Seorang Ayah

(1). Dibutuhkan kewibawaan yang menganyomi dari seorang ayah agar anak-anak betah di rumah. Ke mana pun anak merantau, wibawa seorang ayah yang mengayomi akan membawanya pulang ke rumah (ingat perumpamaan tentang anak yang hilang).

(2). Dibutuhkan kesabaran seorang ayah untuk menuntun anak-anaknya menjadi pribadi yang baik.

(3). Dibutuhkan keberanian dan ketegasan seorang ayah untuk menjatuhkan sanksi kepada anak saat anak bersalah, tanpa menorehkan rasa benci di hati sang anak.

(4). Dibutuhkan kegembiraan yang berempati seorang ayah untuk meneguhkan di kala anak dalam kegalauan.

(5). Dibutuhkan kebesaran hati seorang ayah untuk membangkitkan semangat seorang anak di kala ia kehilangan harapan.

(6). Dibutuhkan daya tahan seorang ayah ketika ia ditolak oleh sang anak karena keinginannya tidak dipenuhi.

(7). Dibutuhkan keterampilan dalam pendampingan seorang ayah saat sang anak tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan guru kepadanya.

(8). Dibutuhkan keramah-tamahan yang tulus seorang ayah untuk mengampuni segala kesalahan anaknya.

(9). Dibutuhkan rasa prihatin seorang ayah yang tunduk berdoa saat anaknya terbaring lemah.

(10). Dibutuhkan hikmat dan kebijaksanaan seorang ayah untuk menanggapi segala keperluan sang anak.

(11). Dibutuhkan iman seorang ayah dalam perannya sebagai IMAM dalam membimbing anaknya pada jalan kehidupan.

Itulah sebabnya di dunia ini tidak ada orang lain atau siapa pun juga yang dapat memenuhi maksud Allah untuk menghadirkan damaiNya (Shalom) selain seorang AYAH yang "Takut akan Tuhan".

Selamat berefleksi....Tuhan Yesus memberkati.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love