Pengembangan Khotbah Dari Buku Membangun Jemaat
Untuk Ibadah Hari Minggu, tgl. 21 April 2013
Konteks Jemaat ketika surat ini dituliskan, yakni Penindasan dan Penganiayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Romawi dengan kaki tangannya yang menyebabkan Umat Tuhan sangat menderita. Umat Tuhan difitnah sebagai orang-orang durjana dan kepada mereka dituduhkan segala yang jahat. Karena itu, tidak sedikit anak-anak Tuhan yang harus terpisah dengan keluarganya karena mereka ditangkap dan dipenjarakan cuma karena mereka adalah orang Kristen. Bahkan sebagian dari pada mereka harus menjalani hukuman mati karena kegigihan mereka mempertahankan iman kepada Yesus yang adalah Tuhan dan Juruselamat.
Namun tak dapat dipungkiri bahwa karena tekanan yang begitu berat maka tidak sedikit juga anak-anak Tuhan yang goncang imannya. Kasih persaudaraan yang terbina selama ini menjadi pupus, karena perasaan takut dan kuatir diketahui sebagai orang-orang Kristen. Dalam menghadapi kesusahan dan kesulitan yang luar biasa itu, sudah barang tentu membawa dampak yang kurang baik bagi pertumbuhan iman anak-anak Tuhan, maka Petrus dalam suratnya ini meneguhkan kepercayaan para pembacanya agar mereka tetap teguh dan tidak mudah tergoncang. Petrus mengajak anak-anak Tuhan agar tetap tabah menghadapi segala jenis penghambatan dan mengingatkan mereka agar tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Justru dalam situasi seperti itu, anak anak Tuhan mendapat kesempatan untuk semakin tekun melakukan berbagai kebajikan. Petrus minta agar anak-anak Tuhan memilkiki cara hidup yang baik, saleh, dan penuh dengan kelemah-lembutan, sehingga ketika mereka "difitnah sebagai orang durjana, maka semua orang dapat melihat perbuatan-perbuatan yang baik itu dan memuliakan Allah pada hari IA melawat mereka (1 Ptr. 2:12)".
Demikian juga dengan hubungan di antara mereka sebagai umat Tuhan. Mereka harus saling memperhatikan, meneguhkan, menghiburkan dan saling mengasihi dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Justru di tengah-tengah situasi yang kurang bersahabat itu diperlukan pembuktian tentang ajaran kasih yang sesungguhnya yang telah mereka warisi dari keteladanan kasih Tuhan Yesus. Terlebih lagi Petrus menyebut mereka sebagai "orang-orang pendatang yang tersebar di wilayah Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia (1 Ptr. 1:1)", siapa lagi yang akan memperhatikan mereka serta mempedulikan mereka dalam menghadapi tekanan yang berat itu selain di antara mereka sendiri. Petrus berharap agar kasih persaudaraan di antara anak-anak Tuhan tidak luntur di tengah-tengah situasi yang sedang mereka hadapi. Penderitaan akibat tekanan yang begitu hebat, menantang anak-anak Tuhan untuk semakin mengobarkan kasih persaudaraan dan hal ini akan menjadi kesaksian bagi dunia bahwa seberat dan sebesar apapun pencobaan hidup, anak-anak Tuhan tidak akan pernah saling menggigit dan saling membinasakan satu dengan yang lainnya.
Perikop bacaan kita (1 Ptr. 1 : 13 - 25) mengandung 3 himbauan moral buat anak-anak Tuhan pada zaman surat ini dituliskan dan juga buat kita di zaman sekarang ini.
1. Ayat 13 - 16 : mengandung nasehat untuk tetap Hidup Dalam Kekudusan
Perkataan "Kudus" berasal dari akar kata bahasa Ibrani, yakni "Qadosy" yang artinya: ditersendirikan, lain dari pada yang lain, atau diistimewakan. Ia juga mengandung arti: suci, bersih. Jika Allah disebut Kudus, maka itu mengandung arti bahwa Allah itu lain dari pada yang lain (Ia tidak dapat disamakan dengan allah-allah lain), Allah itu harus mendapatkan tempat yang tersendiri dalam hati umat dan juga Allah harus menjadi yang teristimewa dalam kehidupan umat. Dan firman Tuhan hari ini mengatakan bahwa: "Kuduslah kamu sebab AKU Kudus (1 Ptr. 1:16)" mengandung implikasi moral bahwa umat Tuhan tidak boleh serupa dengan dunia ini, baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan mereka. Jika dunia ini penuh dengan kemunafikan, maka umat Tuhan tidak boleh menjadi manusia yang munafik. Jika dunia ini penuh dengan tipu muslihat, maka umat Tuhan tidak boleh melakukan hal yang sama. Jika pikiran manusia dunia hanya merancangkan yang jahat bagi sesamanya, maka umat Tuhan harus berpikir positif dan menjauhi segala rangcangan-rancangan yang jahat. Ya....anak-anak Tuhan harus beda dengan anak-anak dunia ini, anak-anak Tuhan harus menjadi anak-anak istimewa, yang memiliki nilai lebih dari pada anak-anak dunia ini. Atau dalam bahasa Petrus, anak-anak Tuhan "harus hidup sebagai anak-anak yang taat dan tidak menuruti hawa nafsu (1 Ptr. 1:14)".
Bagian ini memperkuat ayat 13 - 16 yang hendak menegaskan tentang siapa sesungguhnya orang kudus itu. Petrus menjelaskan kepada umat Tuhan bahwa "Allah Yang Kudus itu adalah HAKIM yang tidak memandang muka, yang akan menghakimi setiap orang menurut perbuatannya (1 Ptr. 1:17)". Identitas Allah sebagai HAKIM yang memegang palu keselamatan, hendaknya melahirkan kesadaran diri dalam hati setiap anak-anak Tuhan untuk menghormati Allah dengan setia menuruti segala hukum dan ketetapanNya. Ingat: Allah tidak sama seperti hakim yang ada dalam dunia ini. Hakim dunia masih dapat dipengaruhi, hukum yang seharusnya ditegakkan, namun karena uang maka hukum tersebut dibengkokkan. Yang benar dipersalahkan dan yang salah dibenarkan. Tetapi Allah tidak demikian. Ia tidak dapat disogok, dan IA sekali-kali tidak akan pernah membenarkan dosa. Salah tetap salah, dan yang benar akan tetap benar. Kita patut bersyukur bahwa IA telah menebus kita dari kutuk maut dengan darah Yesus Kristus. Dan sebagai orang yang sudah ditebus, tentunya semakin mendorong kita untuk menghormati Tuhan dengan sikap TAKUT AKAN DIA. Takut dalam arti bahwa ada komitment untuk hidup sesuai dengan keinginan-keinginan Tuhan, bukan hidup dengan menuruti hawa nafsu. Kita diajak untuk berkata sama seperti Tuhan Yesus: "Namun dalam hal ini, bukannya kehendakku yang jadi, melainkan kehendakMu yang jadi", atau berkata sama seperti Paulus: "namun sekarang, bukan lagi aku yang ada dalam diriku, tetapi Kristus yang ada di dalam aku".
Kasih Persaudaraan adalah BATU UJI bagi pengudusan setiap pribadi Kristen. Jika hidup kita tidak menampakkan KASIH maka kita tidak lebih dari pada gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Ketiadaan praktek kasih akan mencemarkan kedua hal yang telah disebutkan di atas. Karena itu, bagi Petrus, kasih yang tulus selalu berpedoman pada kasih Kristus yang rela berkorban demi keselamatan umatNya. Kita yang sudah mengalami kasih itu, dituntut untuk melakukan hal yang sama. Dan hal ini hanya mungkin dilakukan jika kita dilahirkan kembali. Artinya, hidup kita harus dikuasai oleh Roh dan "buah dari Roh adalah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan dan penguasaan diri (Gal. 5:22)".
Minggu ini dalam kalender Gereja Toraja kita memasuki Minggu Diakonia. Sepanjang minggu ini kita diajak untuk merenungkan kembali panggilan pelayanan masing-masing kita untuk menjadikan hidup ini menjadi berkat bagi orang lain. Kesadaran diri untuk menjadikan hidup ini menjadi berkat bagi sesama, sesungguhnya ini adalah IBADAH YANG SEJATI. Dan mudah-mudahan ungkapan ini menantang saudara dan saya untuk melihat kembali arti kehadiran kita di tengah-tengah hidup bersesama. Dan jujur saya mau katakan bahwa kita tidak dapat menutup mata dengan realita yang ada di sekitar kita. Begitu banyak orang yang haus akan sentuhan kasih. Mereka ada di simpang-simpang jalan, ada di tempat-tempat keramaian (di pasar, di mall, di emperan toko), mereka ada di TPA (tempat pembuangan akhir sampah), mengais sampah dengan harapan mendapat sesuap nasi demi menyambung hidup. Mereka ada di panti-panti asuhan dan panti-panti jompo. Mereka ada di penjara juga ada di lokalisasi. Bahkan mereka ada dalam gedung gereja. Adakah tangan kasih kita sudah menjangkau mereka yang hidup dalam penderitaan, kemiskinan, kelaparan dan ketelanjangan? Atau justru telinga kita tertutup untuk mendengarkan erangan mereka dan mata kita tertutup untuk melihat kebutuhan mereka? Ingat kata-kata Tuhan Yesus dalam Mat. 25:40, 45......"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya apa yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKU yang paling hina ini, kamu sudah melakukannya kepadaKU".
Dan camkan firman ini: "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum (Ams. 11:25). Siapa menaruh belas kasihan kepada orang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu (Ams. 19:17)". Kembali saya ingatkan apa yang saya katakan dalam Ibadah Paskah dan Ibadah Syukur 100th IMT: "Sekali Berarti, sesudah itu mati".
Karena itu, maknai hidup anda dengan melakukan yang terbaik bagi sesama.
Tuhan Yesus Memberkati.
No comments:
Post a Comment