Laman

Saturday, February 16, 2013

Akui Dosamu Dalam Iman dan Kerendahan Hati

Bacaan Alkitab: Lukas 7 : 36 - 50
(Pengembangan Bahan Khotbah Hari Minggu Buku Membangun Jemaat)
Samarinda - 17 Pebruari 2013


Seseorang tidak akan pernah merasakan besarnya dan dahsyatnya kasih Allah sebelum ia sendiri sadar bahwa dirinya adalah manusia berdosa. Demikianlah kita dapat mengerti bahwa perempuan dalam perikop bacaan kita ini sepanjang hidup yang Tuhan karuniakan, hari-hari yang dilalui adalah hari-hari pergumulan. Ia bergumul akan dosanya dan ia berusaha untuk mencari jalan keluar dari pergumulannya itu. Dan pergumulannya itu telah menjadi konsumsi umum, semua orang tahu apa yang ia lakukan (ayat 37). Jika anda dan saya ada pada posisi perempuan ini, sudah barang tentu setiap hari kita akan malu berjumpa dengan orang lain; sebab mereka akan mencemooh dan bahkan memaki dengan ucapan-ucapan yang mernyakitkan hati.

Tetapi perempuan ini tidak menginginkan hidupnya terus tertekan, ia mau merasakan indahnya sebuah kebebasan. Rupanya ia sudah lama mendengar tentang Yesus dan pelayananNya. Ia sudah banyak mendengar cerita tentang Yesus yang selalu terbuka menerima orang berdosa. Dari kata orang, ia mendapat informasi bahwa sikap Tuhan Yesus terhadap orang-orang yang dicap oleh lingkungannya sebagai "manusia berdosa" berbeda jauh dengan sikap pemimpin agama Yahudi, para ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Karena itu ia merindukan perjumpaan dengan Tuhan Yesus, ia sadar bahwa hanya Tuhan Yesus yang akan membebaskan dirinya dari tekanan yang selama ini ia alami.

Suatu hari Tuhan Yesus masuk ke kotanya dan ia diundang oleh Simon (seorang Farisi) untuk makan di rumahnya. Biasanya undangan makan dalam tradisi Yahudi mencerminkan keterbukaan dan hubungan yang akrab antara yang mengundang dengan yang diundang. Dan diundang untuk makan di rumah seseorang adalah sebuah penghormatan, dan tidak semua orang mengalami hal seperti ini. Orang yang diundang pastilah seorang yang terhormat, yang mempunyai pengaruh dalam kota atau di lingkungannya. Di dunia bisnis, jamuan makan banyak dilakukan di rumah makan atau restoran atau di kedai kopi, dan di sanalah terjadi percakapan untuk kelancaran hubungan bisnis dengan rekan atau sahabat. Demikianlah dicatat bahwa Tuhan Yesus diundang khusus oleh Simon seorang Farisi untuk makan di rumahnya dan acara ini sangat privasi; tidak sembarang orang ada dan duduk di meja makan bersama dengan Tuhan Yesus.

Inilah kesempatan yang terbaik bagi si perempuan untuk menuntaskan masalahnya, ia harus berjumpa dengan Yesus. Namun waktunya tidak tepat.

Saya katakan tidak tepat karena:
1). Jamuan makan di rumah Simon adalah sangat tertutup (sifatnya amat privasi). Tentu ada maksud Simon mengundang Yesus untuk makan di rumahnya. Tentu tidaklah sopan untuk masuk ke rumah orang yang sedang melaksanakan hajatan dengan undangan khusus, sedangkan diri kita tidak diundang.

2). Yesus sedang berada di rumah seorang Farisi. Kelompok ini sangat ketat dalam pemberlakuan Hukum Taurat, dan mereka membatasi diri dalam pergaulan, khususnya menghindari pergaulan dengan orang-orang yang dicap "berdosa"; seperti orang-orang kusta, pemungut cukai, perempuan sundal, petenung, pencuri dan pembunuh, dan masih banyak lagi yang lainnya. Bayangkan, perempuan ini terkenal di kotanya sebagai perempuan berdosa. Kita bisa membayangkan bagaimana roman atau raut wajah Simon ketika perempuan ini nyelonong masuk ke dalam rumahnya. Jadi sekali lagi, perjumpaan dengan Yesus di rumah Simon bukanlah moment yang tepat. Tapi inilah waktunya bagi sang perempuan ini untuk menuntaskan masalahnya. Ia tidak ingin hidupnya terus berada di bawah tekanan.

Ada beberapa hal yang patut kita teladani dari perempuan yang berdosa ini.
Pertama: Ia sadar akan keadaannya dan ia tahu konsekwensi dari perbuatannya. Karena itu, Yesus adalah jawaban baginya. Tidakkah Tuhan Yesus sendiri bersabda: "marilah kepadaKU, semua yang letih lesuh dan berbeban berat, AKU akan memberi kelegaan kepadamu......karena AKU lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan (Mat. 11:28-29)". Sekali lagi, perempuan ini sadar akan keadaannya dan tahu konsekwensi dari perbuatan masa lalunya, sehingga tidak ada cara lain untuk kembali menikmati hidup yang bermartabat selain datang kepada Yesus.

Kedua: Ia tidak segan-segan masuk dalam rumah Simon, ia tidak merasa malu lagi dengan keadaannya. Jika ia malu maka ia tidak akan mengalami pemulihan. Begitu banyak orang malu mengakui kesalahannya, akibatnya mereka tetap bergumul dengan kesalahan-kesalahannya itu.

Coba perhatikan apa yang dilakukan perempuan ini: "datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kakiNya, lalu membasahi kakiNya itu dengan airmatanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kakiNya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu". Hati perempuan ini sangat remuk. Ia berdiri di belakang Yesus sambil berderai air mata. Ia tidak tahan lagi menanggung beban dosanya, karena itu ia bersimpuh di bawah kaki Yesus, membasuh kaki itu dengan airmatanya.

Tangisan macam apa ini?.

Ini adalah sebuah tangisan dari seorang yang sadar akan akibat dari sebuah pelanggaran. Hatinya begitu hancur dan ia berharap agar Tuhan mengampuninya. Ia memohon pengasihan Tuhan dan ia siap berkorban untuk mendapatkan pemulihan itu.

Tidakkah minyak wangi itu harganya mahal?.

Tapi itu tidak seberapa nilainya.
Yang tidak dapat dinilai dengan apa pun juga adalah: "ia menyeka kaki Yesus dengan rambutnya". Dalam tradisi Yahudi, rambut seorang perempuan adalah sebuah mahkota; sebuah harga diri, sebuah kehormatan. Apalah arti sebuah kehormatan jika di mata Tuhan hidup kita tidak memiliki nilai? Apalah arti sebuah harga diri jika hidup kita berada di bawah hukuman?. Karena itu, perempuan ini tidak merasa malu untuk terbuka di hadapan Tuhan dan semua orang yang ada pada waktu itu tentang keadaannya sebagai pendosa. Dia hanya membutuhkan belas kasihan. Dan itu ia terima dari Yesus.

Kembali saya mau katakan bahwa kita tidak akan pernah merasakan kedahsyatan kasih Allah jika kita tidak menyadari keadaan kita sebagai manusia yang berdosa. Memasuki Minggu Sengsara II saya mau tegaskan bahwa pengorbanan Yesus tidak mempunyai arti jika saudara dan saya tidak sadar bahwa hidup kita ini ada di bawah laknat. Karena itu adalah sebuah tindakan yang bijaksana jika kita secara terbuka datang di hadapan Tuhan dan mengakui segala dosa-dosa kita. Adalah sebuah tindakan yang bijaksana jika dengan penuh kerendahan hati di hadapannya, kita memohon: "Ampunilah dan kasihanilah kami ya Tuhan (bhs. Yun: Kyrie Eleision)". Jika hal ini kita lakukan, maka tangan Tuhan terbuka menyambut kita dan hidup kita pun akan dibaharui. 

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love