Laman

Tuesday, April 23, 2013

Tenanglah! AKU ini, Jangan Takut

Sebuah Refleksi Pribadi
Bacaan Alkitab: Markus 6 : 45 - 52


Ini merupakan pengalaman nyata dalam pelayanan saya saat dimutasikan dari Jemaat Parepare ke Jemaat Elim Samarinda tahun 2006. Sehari sebelum keberangkatan via perjalanan laut dengan menumpangi KMP Madani, terjadi badai yang cukup hebat yang melanda kota Parepare, Pinrang dan Sidrap. Menyaksikan cuaca tersebut maka tidaklah mungkin untuk melakukan perjalanan laut untuk hari itu. Ada beberapa warga jemaat menyarankan agar keberangkatan ke Balikpapan untuk besok ditunda saja menunggu cuaca baik. Namun saya mengatakan bahwa niat sudah bulat, tiket sudah dibeli dan tidak akan dibatalkan, kecuali kapal sendiri batal untuk berangkat. Setelah hari yang menegangkan itu, pagi hari saya menerima berita bahwa cuaca baik dan kapal laik untuk berlayar. Pagi itu, warga jemaat dalam jumlah yang cukup banyak mengantar kami ke pelabuhan dan masih ada saja di antara mereka yang menyarankan agar kami mengurungkan saja niat untuk berangkat dengan mengingat kejadian pada hari kemarin ditambah lagi kondisi KMP Madani Nusantara yang sudah tua. Namun saya mengatakan bahwa: "Apa yang kita pikirkan, bukan seperti itu yang dipikirkan Tuhan. Di mana pun jika panggilan itu sudah datang, maka manusia tidak dapat menolaknya. Janganlah takut, Tuhan pasti menyertai kami. Doakan saja kami supaya kami tiba dengan selamat". Sebelum kami naik ke kapal, kami berdoa bersama, dan keberangkatan kami diiringi deraian airmata.

Syukurlah bahwa sepanjang perjalanan dari Parepare ke Balikpapan, laut sangat teduh sekali. Ketika meninggalkan Bandar Laut Parepare, tidak ada gelombang sama sekali, yang ada hanyalah riak-riak kecil ditimpali kicau burung camar, semua terasa teduh hingga daratan hilang di pelupuk mata. Sungguh cuaca sangat cerah, dan di malam hari, langit ditaburi bintang-gemintang. Ikan layang-layang beterbangan disorot lampu KMP Madani Nusantara. Keesokan harinya, jam tangan menunjukkan pukul 12.30, kami tiba di Bandar Laut Semayang Balikpapan dengan selamat. Wow.....sungguh ajaib penyertaan Tuhan. Hati ini diliputi rasa syukur ketika kaki berjejak di kota Balikpapan, terlebih ketika kami mendapatkan sambutan hangat dari jemaat yang sudah lama menunggu kedatangan kami. Kami pun menyampaikan hal tersebut via sms kepada warga Jemaat Parepare, dan semua mengucapkan syukur atas keselamatan kami.

Saudaraku.......................
Hidup yang tenang dan tenteram, jauh dari perasaan takut dan gelisah merupakan dambaan atau kerinduan semua orang. Boleh saya katakan bahwa hidup yang tenang dan tenteram adalah kebutuhan yang paling hakiki melebihi kebutuhan akan makanan, pakaian dan perumahan. Bahkan setiap orang rela melakukan apa saja asalkan ia mendapat jaminan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman. Coba bayangkan: anda tinggal di rumah yang mewah dengan segala fasilitas yang serba mewah, pakaian dengan harga jutaan melekat pada badan anda lalu anda sedang duduk di meja makan menghadapi hidangan yang menggoda selera makan anda. Tetapi tiba-tiba terjadi ledakan hebat di luar sana dan menimbulkan goncangan yang menghancurkan bangunan yang ada di sekitarnya (seperti yang terjadi saat bom di Hotel J.W. Marriott tgl. 5 Agustus 2003 yang menewaskan 12 orang dan mencederai 150 orang atau ledakan bom di JW. Marriott dan di Hotel Ritz Carlton tgl. 20 Juli 2012 yang membuat Manchester United batal melakukan Tour di Indonesia). Bayangkan bahwa rumah anda sedang disantroni teroris dan di dalam rumah anda tersimpan bom yang telah siap meledak, sedang anda lagi menikmati hidangan yang lezat. Apakah anda masih dapat menikmati lezat dan nikmatnya hidangan tersebut? Tidakkah hati anda diliputi ketakutan dan kegelisahan? Tidakkah anda akan lari keluar meninggalkan rumah yang mewah itu, meninggalkan hidangan yang lezat itu, dan menyelamatkan diri anda, bukan? Ya...apalah artinya rumah mewah, pakaian yang mahal dan makanan yang lezat sedangkan nyawa anda terancam, bukan? Dalam hal inilah maka kita dapat memahami maksud perkataan Tuhan Yesus: "Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? (Mat. 6:25b)". Sekali lagi, keadaan yang aman, tenteram dan damai merupakan kebutuhan yang hakiki melebihi kebutuhan yang lainnya.

Perikop bacaan kita hari ini mengisahkan kondisi ketakutan yang dialami para murid saat mereka sedang ada di tengah-tengah Danau Galilea dan perahu mereka diterpa badai "Angin Sakal". Segala kemampuan yang mereka miliki sebagai nelayan telah dikerahkan untuk melawan ganasnya badai itu, + 3 jam mereka harus berjuang, namun usaha mereka sia-sia. + 3 jam mereka diliputi ketakutan, bayang-bayang kematian sedang ada di pelupuk mata mereka, sehingga Tuhan Yesus saat mendekati mereka lalu mereka menyangka bahwa itu "HANTU". Begitu hebat ketakutan yang dialami para murid sehingga mereka harus berteriak-teriak (ay. 49) saat menyaksikan pemandangan yang tidak seperti biasanya di mana Yesus berjalan di atas air. Di tengah-tengah keadaan yang menakutkan itu, suara Tuhan Yesus dengan lembut terdengar: "Tenanglah! AKU ini, jangan takut! (Ay. 50b)". Dan ketika Ia naik ke atas perahu itu, ada di tengah-tengah murid-murid, seketika itu juga angin reda.

Ada beberapa hal yang dapat kita petik dari perikop bacaan kita hari ini untuk menjadi bahan perenungan kita dalam menjalani hidup di tengah-tengah dunia yang telah dirusakkan oleh dosa.

Pertama: Pengetahuan dan Kemampuan manusia untuk mengatasi persoalannya adalah terbatas.
Kita memang harus akui bahwa ada banyak hal yang dapat diatasi dengan kemampuan dan ilmu yang kita miliki. Terlebih dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini seolah-olah menghapuskan hal-hal yang disebut kemustahilan. Namun demikian, kita harus jujur mengatakan bahwa kemampuan dan kepandaian manusia belum mampu mengatasi semuanya. Peristiwa gempa bumi yang gejalanya dapat dideteksi, namun manusia tidak dapat menghindarkan diri dari akibat yang ditimbulkannya. Tsunami yang terakhir melanda Negeri Jepang, kedatangannya dapat dideteksi, namun kerusakan yang ditimbulkannya tidak dapat ditolak. Para murid, sebagian dari pada mereka adalah nelayan. Mereka adalah orang-orang Galilea. Tentu mereka begitu dekat dengan alam lingkungannya, mereka tahu kapan dan bilamana badai itu datang. Petrus dan beberapa rekan-rekannya adalah nelayan-nelayan handal. Mereka sudah barang tentu sering mengalami saat-saat yang menegangkan ketika badai melanda perahu mereka. Mereka tentu memiliki pengetahuan dalam mengatasi badai tersebut. Tetapi tetap ada saat-saat di mana mereka harus pasrah menerima resiko dari keganasan alam. Karena itu kita harus jujur mengakui bahwa pada diri kita tidak ada kemampuan untuk mengatasi segala persoalan hidup yang ada dan karena itu kita membutuhkan Dia.

Kedua: Kekuatiran tidak memberi jalan keluar, justru menambah persoalan
Kekuatiran: semua orang pasti mengalaminya. Siapa pun kita pastilah pernah mengalami saat-saat di mana kita merasa kuatir akan kelangsungan hidup kita. Tetapi Tuhan Yesus menantang kita: "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? (Mat. 6:27)". Kekuatiran sering membutakan mata iman kita untuk meyakini akan kehadiran Tuhan dan kekuatan kuasaNya. Kekuatiran yang tidak terkontrol akan menimbulkan kepanikan dan akibatnya sangat fatal, yakni kita tidak dapat lagi berpikir jernih dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Karena panik, maka para murid menganggap Tuhan Yesus itu HANTU. Karena panik, mereka berteriak-teriak. Tidakkah ini justru membahayakan keselamatan mereka. Karena itu Firman Tuhan mengatakan: "Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka IA akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya orang benar itu goyah (Mzm. 55:23)".

Ketiga: Hanya bersama dengan Tuhan hati kita merasa tenang
Ketika manusia berusaha mencari jalan untuk mendapatkan jaminan keamanan dan ketenangan bagi hidupnya, sebenarnya kita sebagai anak-anak Tuhan tidak perlu bersusah-susah melakukan hal yang sama. Tuhan adalah jaminan keamanan dan ketenteraman yang pasti dan untuk menemuiNya, kita tidak perlu bersusah-susah mengeluarkan biaya dan tenaga. Ia sangat dekat dengan kita. Jarak antara Tuhan dengan kita hanya sebatas lutut dan lantai. Ya.....ketika anda berlutut lalu berdoa kepada Tuhan, maka Tuhan akan memberi jawab atas pergumulan anda. Raja Daud adalah gambaran hidup orang percaya yang sungguh-sungguh menyadari pentingnya dekat dengan Tuhan. Ia tahu bahwa hidupnya selalu berada di bawah bayang-bayang maut, bahkan ia mengatakan bahwa: "Sesungguhnya hanya beberapa telempap saja KAU tentukan umurku (Mzm. 39:6)", ya ...jarak antara hidup dan mati itu sangat tipis. Bukankah hal ini menimbulkan ketakutan dan kekuatiran? Tapi Daud dengan tegas mengatakan: "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari padaNyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah (Mzm. 62:2, 3)".

Karena itu, seberat apapun persoalan anda, Tuhan menjadi jaminan hidup anda. Ia sendiri bersabda: "Marilah kepadaKU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, AKU akan memberikan kelegaan kepadamu (Mat. 11:28)". Seberat dan sebesar apa pun pergumulan anda dan rasa-rasanya anda tidak lagi memiliki daya untuk menghadapinya, camkanlah perkataan Yesus ini: "Tenanglah! AKU ini, jangan takut".
Selamat menjalani hidup dalam iman kepadaNya, Tuhan Yesus memberkati.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love