Khotbah Pada Perayaan Paskah Dan Ibadah Syukur 100th IMT
Rayon Timindung - Samarinda
Stadion Madya Sempaja - 13 April 2013
Saudara-saudara yang kekasih dalam Tuhan
Salam sejahtera bagi kita semua.................................syalom
Patutlah kita mengangkat puji dan syukur kepada Tuhan Sang Pemilik persekutuan ini, karena sungguh ajaib kasihNya atas kita semua; khususnya Warga Toraja dari Lintas Denominasi Gereja dan Lintas Agama, sebab 100 tahun yang lalu menjadi titik awal Kebangkitan Masyarakat Toraja dan buahnya adalah kita semua. Masyarakat yang dahulu terkebelakang, miskin, menderita dan menjadi budak bagi orang lain, dan karena Injil kini menjadi masyarakat yang merdeka, bermartabat, terhormat dan pandai. Mensyukuri 100 tahun karya Tuhan atas perjalanan sejarah Anak-anak Toraja, maka ada satu pertanyaan yang penting untuk menjadi perenungan kita bersama, yakni: "Bagaimana membuat hidup ini menjadi lebih berarti, sehingga apa yang diletakkan 100 tahun yang lalu tidak menjadi sia-sia?".
Saya terkesan dengan kata-kata dalam syair karya pujangga besar negeri ini yang bernama Chairil Anwar dan karyanya itu diberi judu "MAJU". Ia mengatakan demikian:
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali Berarti Sesudah Itu Mati
Maju
Bagimu negeri menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Bagi saya, ini adalah syair yang sarat dengan makna. Dan ketika saya kembali membacanya maka saya terinspirasi untuk mengangkat kisah Musa sebagai bahan perenungan kita dalam mensyukuri peristiwa Paskah dan juga mensyukuri 100 tahun Injil Masuk Toraja.
Perhatikan perikop bacaan kita. Ada 3 hal yang ditekankan.
1. Karena Iman, maka Musa setelah dewasa menolak disebut Anak Putri Firaun
Saudara-saudara, mungkin kita berkata dalam hati bahwa tindakan Musa ini adalah sebuah tindakan yang bodoh? Istana adalah simbol kesenangan. Istana adalah lambang keagungan, kebesaran dan kemuliaan. Tidakkah semua itu adalah kerinduan kita? Di istana, Musa menikmati kehidupan yang didambakan orang banyak. Ia mendapat pendidikan dalam berbagai bidang. Ia belajar tentang teologi, ilmu falak, ilmu pasti, ilmu kedokteran, ilmu bumi, ilmu hukum dan mata pelajaran yang lain. Tidaklah salah kalau orang mengatakan bahwa Musa memperoleh pendidikan lanjutan yang paling bermutu di dunia pada waktu itu.
Ya.......di istana, Musa memperoleh kenikmatan yang dicari oleh banyak orang. Sebagai anak angkat seorang putri Firaun, pastilah ia memiliki kuasa yang tidak sedikit. Sebagai penghuni istana Firaun, ia pasti berlimpah dengan harta dan kekayaan. Hebat bukan! Kuasa ia punya, intelektual ia miliki dan kekayaan berlimpah. Mau apa lagi? Bukankah itu semua yang dikejar orang banyak? Kita mengejar pangkat, kedudukan dan harta. Untuk mendapatkan semuanya itu, tidak sedikit yang menghalalkan berbagai cara; cari koneksi dengan praktek suap-menyuap, minta bantuan paranormal seperti Enyang Subur, bahkan menghabisi nyawa sesama yang dipandang sebagai saingan dan hal itu dianggap halal hanya demi uang, kedudukan dan prestise. Tapi dicatat bahwa, setelah dewasa, ia menolak disebut anak Putri Firaun. Kita dapat berkata bahwa Musa adalah orang yang paling bodoh, sebab ketika semua orang berusaha mati-matian mendapatkan semuanya itu, justru Musa menolaknya. Tidakkah ini tindakan yang sinting? Dan tidakkah keputusan Musa adalah keputusan yang tolol?
Tapi saudara-saudara, kita harus tahu apa yang menjadi alasan Musa sehingga ia menolak semuanya itu. Firman hari ini mengatakan, Musa menolak semua itu karena IMAN.
Saudara-saudaraku.
Kita boleh menjadi orang yang berpangkat dan berkedudukan tinggi; itu baik dan tidak salah. Kita boleh mengejar dan meraih semua ilmu di dunia ini; itu pun baik dan tidak salah. Kita boleh menjadi orang yang kaya raya; itu bukanlah dosa. Bahkan Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa: "AKU datang, supaya memperoleh hidup, bahkan memperolehnya dalam segala kelimpahan". Hanya saja, kita perlu mewaspadai agar yang baik jangan sampai menggeser yang paling baik. Agar yang penting jangan sampai menggeser yang paling utama. Agar yang sementara jangan sampai menggeser yang kekal.
Tidakkah ini yang sering terjadi dalam hidup kita. Karena kita terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan, sampai-sampai kita mengabaikan dan lupa berbakti kepadaNya. Karena kita terlalu serius mengejar kedudukan, lalu kita melanggar segala hukum dan ketetapan Tuhan. Karena kita terlalu serius mengejar harta kekayaan, sampai-sampai kita mengabaikan firman Tuhan. Musa tidak demikian. Ia menomorsatukan yang terbaik dari segala yang baik. Ia mengutamakan yang kekal dari pada yang sementara. Ia memilih kemuliaan yang sejati dan kekayaan yang abadi, yang hanya dapat dilihat dengan mata iman, dari pada harta dunia yang kelak habis dimakan ngengat. Ia lebih tunduk kepada Tuhan dari pada tunduk kepada manusia.
Tidakkah hal yang sama kita jumpai dalam diri seorang yang bernama Anthonie Aris van de Loosdrecht. Ia meninggalkan segala kemapanannya, meninggalkan kampung halamannya yang penuh dengan kesenangan, karena ia sadar bahwa hidup ini hanya sekali. Karena itu ia berusaha membuat hidupnya lebih berarti sebelum ajal memanggil.
2. Karena Iman, ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dosa.
Musa menolak disebut anak Putri Firaun, ini bukan keputusan yang gampang. Konsekwensinya sungguh tidak ringan, keputusan itu membuat Musa menjadi seorang pengembara, lalu 40 tahun ia harus menggembalakan domba-domba yang bodoh di tempat persembunyiannya di Midian. 40 tahun ia menjadi buronan, itu berarti 40 tahun perasaannya selalu diliputi kegelisahan, ketidaknyamanan dan ketidaktenteraman. Tapi 40 tahun itu menjadi pilihan Tuhan untuk menempa Musa menjadi seorang pemimpin sekali pun ia harus belajar memimpin domba-domba yang bodoh. Musa pun memilih jalan ini, jalan penderitaan sebagai jalan yang terbaik dari pada menikmati menikmati kesenangan dosa di istana Firaun. Karena iman, maka ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir. Imannya kepada Allah membuat Musa sanggup melihat bahwa rahasia perjanjian Allah jauh lebih gemerlapan dari pada segala emas di Mesir.
Dalam konteks kekinian, sangatlah jarang kita menemukan kepribadian seperti ini. Justru kita menyaksikan kenyataan lain, bahwa banyak anak-anak Tuhan yang begitu mudahnya melepaskan keyakinan cuma karena kenikmatan sesaat. Banyak orang yang menjual imannya karena takut tidak mendapatkan kedudukan dan jabatan. Banyak orang menjual imannya, karena takut cintanya kandas di tengah jalan. Banyak orang meninggalkan keyakinannya karena takut hidupnya menderita. Ingat saudara-saudara perkataan Chairil Anwar, hidup ini sekali berarti sesudah itu mati. Air ludah yang anda sudah buang tidaklah mungkin anda akan jilat kembali. Karena itu, adalah lebih baik menderita karena iman, dari pada menderita karena berbuat hal yang paling jahat di mata Tuhan.
Anthonie Aris van de Loosdrecht menjadi teladan bagi kita semua. Sebuah keteladanan karena Kristus. Sebagaimana Tuhan Yesus dengan penuh ketulusan, merelakan diriNya menjadi korban tebusan demi pembebasan manusia dari hukuman atas dosa sehingga manusia memperoleh selamat, maka Anthonie Aris van de Loosdrecht telah merelakan dirinya menjadi Martyr karena Injil dan kita semua buah dari pengorbanannya itu.
3. Karena Iman maka pandangannya ia arahkan kepada upah
Seringkali kita mendengar orang mengucapkan kata-kata dari 1 Kor. 3:8 bahwa "masing-masing orang menerimah upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri". Tapi Musa, selagi masih berada di Rafidim, telah mendapat warning bahwa ia tidak akan menjejakkan kakinya di Tanah Perjanjian. Apakah semangat Musa menjadi kendur saat mengetahui hal tersebut? Ternyata tidak! Musa melihat jauh ke depan. Ia meletakkan dasar yang kuat bagi generasi yang kemudian dengan menyadari bahwa apa yang dikerjakannya sekarang akan mendatangkan kebahagiaan untuk anak cucu Israel di kemudian hari. Musa sadar bahwa dia hanya diberi kesempatan untuk hidup sekali, dan karena itu ia memanfaatkan hidup yang ada untuk lebih berarti bagi generasi kemudian tanpa berpikir untung atau rugi.
Hal yang demikian kiranya menjadi panggilan iman semua anak-anak Toraja, untuk meletakkan dasar yang kuat bagi generasi ke depan agar mereka dapat menikmati kehidupan yang lebih baik dan menjadi berkat bagi dunianya. Ingat, hanya sekali saja kesempatan ini diberi bagi saudara dan saya, dan kita tidak akan pernah bisa mengulanginya 100 tahun yang akan datang.
Mari dengan iman kita memandang jauh ke depan, sebagaimana pandangan Anthonie Aris van de Loosdrecht ketika menginjakkan kakinya di Tondok Lepongan Bulan, Padang ri Matarik Allo, Toraja tungka sanganna. Pada akhir suratnya kepada Pengurus GZB tertanggal 8 Juni 1914, ia menulis kata-kata ini: "Tetapi kami tidak mau mendahului; siapa yang percaya, tidak akan tergesa-gesa". Anthonie Aris van de Loosdrecht tidak berpikir bahwa apa yang ia kerjakan sekarang langsung membuahkan hasil. Bisa jadi buah dari pekerjaannya akan nampak 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun atau lebih. Ia hanya melakukan apa yang berarti bagi orang lain, dan karena pandangannya yang demikian maka kita menikmati buah dari pekerjaannya. 100 tahun ke depan itu adalah tanggung jawab saudara dan saya.
Ingat: "Hidup hanya sekali berarti, dan setelah itu adalah mati".
Mari kita terus berkarya demi anak cucu kita ke depan.
Selamat Paskah.
Selamat merayakan 100 tahun IMT.
Tuhan Yesus memberkati.
No comments:
Post a Comment