Laman

Monday, August 11, 2014

Orang Sebangsaku

Disadur dari buku: "Miror of the Soul"
Karya: Kahlil Gibran


Apakah yang kalian cari, wahai orang sebangsaku?
Apakah kalian ingin kuberikan janji palsu untuk membangun istana besar dari kata-kata,
dan bait-bait yang beratapkan mimpi?
Atau apakah kalian lebih suka kalau aku menghancurkan karya para pembohong dan pengecut,
dan menghancurkan karya para munafik dan tirani?
Apakah yang kalian inginkan aku perbuat, wahai orang sebangsaku?

Haruskah aku berbunyi seperti burung merpati untuk menyenangkan kalian,
atau haruskah aku mengaum seperti singa untuk menyenangkan diriku sendiri?
Aku bernyanyi bagi kalian tetapi kalian tidak menari;
aku meratap tetapi kalian tidak menangis.
Apakah kalian ingin aku bernyanyi sekaligus meratap?

Jiwa kalian lapar padahal roti pengetahuan itu lebih banyak daripada batu-batuan di lembah,
tetapi kalian tidak makan,
hatin kalian haus,
padahal sumber-sumber kehidupan tercurah di sekeliling rumah kalian seperti sungai,
tetapi kalian tidak minum.
Laut memiliki pasang surutnya,
rembulan memiliki bulan sabit dan bulan purnamanya,
dan tahun memiliki musim panas dan musim dinginnya,
tetapi keadilan tidak pernah berubah,
tidak pernah goyah,
tidak pernah binasa.
Lalu mengapa kalian berusaha mendistorsikan kebenaran?

Telah kupanggil kalian dalam keheningan malam,
untuk menunjukkan kepada kalian indahnya rembulan dan martabat bintang-bintang.
Kalian bangun, ketakutan dan berseru; "mana musuhnya untuk kita pukul!"
Menjelang fajar,
ketika para penunggang kuda musuh tiba,
aku memanggil lagi, tetapi kalian tidak mau bangun.
Kalian tetap tidur, berperang dengan musuh kalian dalam mimpi.

Sudah kukatakan kepada kalian;
"marilah kita daki puncak gunung,
di mana aku dapat menunjukkan kepada kalian kerajaan-kerajaan di dunia"
Kalian menjawab; "di dasar lembah gunung inilah nenek moyang kami tinggal,
dan di dalam bayang-bayangnyalah mereka berpulang,
dan di dalam goa-goanyalah mereka dimakamkan.
Mana mungkin kami pergi ke tempat-tempat yang tidak dikunjungi mereka?"
Sudah kukatakan kepada kalian;
"marilah kita pergi ke dataran-dataran tinggi,
dan akan kutunjukkan kepada kalian tambang emas dan harta yang terpendam di bumi"
Kalian menolak dan mengatakan;
"di dataran tinggi mengendap-endap para pencuri dan perampok"
Sudah kukatakan kepada kalian;
"marilah kita pergi ke tepi pantai,
di mana laut memberikan kelimpahannya"
Kalian menolak dengan mengatakan:
"dalamnya jurang tak mendasar membuat kami ketakutan setengah mati"

Aku mengasihi kalian wahai orang sebangsaku,
tetapi kasihku kepada kalian menekanku dan tidak menguntungkan kalian.
Sekarang aku benci kalian,
dan kebencian adalah banjir yang menghanyutkan dahan-dahan mati
serta reruntuuhan gedung-gedung.
Aku kasihan terhadap kelemahan kalian,
tetapi rasa kasihanku malah mendorong kemalasan kalian.....

Apakah yang kalian inginkan dariku, wahai orang sebangsaku?
Persisnya, apakah yang engkau tuntut dari Kehidupan,
walau aku tidak lagi menyebut kalian anak-anak Kehidupan.
Jiwa kalian meringkuk di dalam telapak tangan para penghibur dan tukang sihir,
sementara tubuh kalian gemetar di dalam cakar tirani berdarah,
dan negara kalian rebah di bawah tumit para penjajah;
apakah yang kalian harapkan,
sementara kalian berdiri di hadapan matahari?
Pedang kalian sudah karatan,
ujung tombak kalian sudah patah,
perisai kalian ditutupi lumpur.
Lalu mengapa kalian berdiri di medan pertempuran?

Kemunafikan agama kalian,
kepura-puraan kehidupan kalian,
debu adalah akhir bagi kalian.

Mengapa kalian hidup?
Maut adalah satu-satunya peristirahatan bagi yang nelangsa.

Kehidupan adalah tekad di masa muda,
konflik menjelang dewasa,
dan hikmat di usia matang.

Tetapi kalian, wahai orang sebangsaku,
kalian dilahirkan tua dan lemah,
kepala kalian mengecil,
kulit kalian keriput,
dan kalian menjadi seperti kanak-kanak,
bermain di lumpur,
dan saling melempari batu terhadap satu sama lain.

Manusia itu adalah sungai yang jernih,
yang bernyanyi dengan arus yang deras,
dan membawa rahasia-rahasia pegunungan ke kedalaman laut.
Tetapi kalian adalah seperti rawa,
dengan ulat di dalamnya dan ular di tepinya.
Jiwa ini adalah nyala api biru yang sakral,
yang menerangi wajah para ilahi,
tetapi jiwa kalian wahai orang sebangsaku,
hanyalah abu yang diserakkan angin di atas salju,
dan dilemparkan badai ke dalam jurang tak berdasar.

Kubenci kalian, wahai orang sebangsaku,
sebab kalian membenci kemuliaan dan kebesaran.
Kubenci kalian sebab kalian membenci diri sendiri.
Aku adalah musuh kalian,
sebab kalian adalah musuh para ilah dan kalian tidak menyadarinya.

Disajikan untuk semua anak bangsa sebagai bahan perenungan
dalam rangka mensikapi kondisi yang terjadi Pasca Pilpres.
Masih adakah kelapangan hati di antara anak bangsa untuk sadar dan menerima yang lain sebagai sesama saudara?

1 comment:

  1. bukan dr buku itu setahu saya dari bukunya kahlil gibran yang judulnya lagu gelombang. dan udh saya cek

    ReplyDelete

Web gratis

Web gratis
Power of Love