Refleksi Pelayanan Sebagai Seorang Hamba Tuhan
(Persiapan Perjamuan Kudus, Minggu - 12 Oktober 2014)
Bacaan : Yohanes 12 : 20 - 36
Tuhan Yesus adalah pribadi yang sangat spesial dalam kehidupan saya. Kesan spesial itu lahir dari refleksi saya pada Yohanes 12 : 24 "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah". Biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati merupakan kiasan tentang hidup Tuhan Yesus yang dikorbankan di atas kayu salib; yang justru dengan jalan itu, dunia ini beroleh selamat.
Tuhan Yesus telah mengorbankan diriNya; mati dan menjadi berkat bagi orang lain. Maka nafas kebenaran ini juga harus kita miliki, yaitu: "rela mati untuk menjadi berkat bagi orang lain". Bagi saya, mati di sini bukanlah mati fisik (menyerahkan hidup saya untuk dibunuh agar orang lain selamat).
Tidak seperti itu! Tetapi mati dalam arti:
(1). Sebagai pribadi yang tidak mempertahankan reputasi dan harga diri takkala ia tidak dihargai dalam pelayanannya. Ia tidak perlu merasa layak untuk menerima penghargaan karena prestasinya dalam pelayanan. Menjadi pelayan Tuhan adalah menjadi "hamba yang membungkuk, sambil menuangkan air ke basi, lalu mencuci kaki orang lain dan kemudian membersihkannya dengan kain yang terikat di pinggangnya (Yohanes 13 : 5)". Prinsip Tuhan Yesus ini tidak boleh ditanggalkan: "Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang (Matius 20 : 28)".
(2). Sebagai pribadi yang tidak merasa berhak untuk menuntut dan menerima upah sekali pun telah berjerih lelah lebih dari orang lain. Pribadi yang selalu berkata sama seperti Rasul Paulus : "Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu merupakan tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian, apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil (1 Korintus 9 : 17 - 18)".Ucapan terima kasih pun tidak boleh kita tuntut dari setiap orang yang telah menikmati pelayanan kita. Adalah sebuah kebahagiaan jika saya dapat melayani jemaat yang tidak mampu membalas kebaikan hati saya dalam melayani mereka sekali pun saya harus menderita karenanya.
(3). Sebagai pribadi yang telah menyerahkan seluruh miliknya sebagai korban. Hidup kita harus menjadi korban, bukan makan korban; menjadi seperti anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Hidup kita harus menjadi komuni (roti dan anggur perjamuan kudus) bagi tumbuhnya komunikasi yang sehat dalam jemaat, sekali pun diri kita dilupakan atau terlupakan. Ya...kita harus seperti pribadi Yohanes Pembaptis yang memberikan kesaksiannya tentang Tuhan Yesus : "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil (Yohanes 3 : 30)". Seperti sebuah pohon yang harus menghadapi teriknya sang mentari untuk menghadirkan keteduhan dan kesejukan bagi setiap orang yang berlindung di bawah batangnya.
(4). Sebagai pribadi yang taat walau menanggung celaan dan fitnahan, sama seperti Tuhan Yesus yang taat menanggung celaan dan fitnahan sampai mati di kayu salib. Sebagai pribadi yang berusaha serupa dengan Tuhan Yesus dalam hal penderitaanNya, sama seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus, demikian: "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya (Filipi 3 : 10)". Ketaatan yang membuahkan kesucian hidup. Sebuah kesucian yang terpancar dari ketekunan setiap waktu untuk menggumuli firman Tuhan dan peka pada kehendakNya. Kesucian yang lahir dari ketekunan membaca firman Tuhan akan menjadikan hidup ini sanggup melayani jemaat sesuai dengan rencanaNya.
Oleh karena itu, untuk menjadi berkat bagi sesama, masukilah "kematian" setiap hari, supaya kehidupan Yesus menjadi nyata dalam diri anda sehingga anda menjadi "Surat Kristus" yang terbuka dan yang dibaca oleh setiap orang.
(Persiapan Perjamuan Kudus, Minggu - 12 Oktober 2014)
Bacaan : Yohanes 12 : 20 - 36
Tuhan Yesus adalah pribadi yang sangat spesial dalam kehidupan saya. Kesan spesial itu lahir dari refleksi saya pada Yohanes 12 : 24 "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah". Biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati merupakan kiasan tentang hidup Tuhan Yesus yang dikorbankan di atas kayu salib; yang justru dengan jalan itu, dunia ini beroleh selamat.
Tuhan Yesus telah mengorbankan diriNya; mati dan menjadi berkat bagi orang lain. Maka nafas kebenaran ini juga harus kita miliki, yaitu: "rela mati untuk menjadi berkat bagi orang lain". Bagi saya, mati di sini bukanlah mati fisik (menyerahkan hidup saya untuk dibunuh agar orang lain selamat).
Tidak seperti itu! Tetapi mati dalam arti:
(1). Sebagai pribadi yang tidak mempertahankan reputasi dan harga diri takkala ia tidak dihargai dalam pelayanannya. Ia tidak perlu merasa layak untuk menerima penghargaan karena prestasinya dalam pelayanan. Menjadi pelayan Tuhan adalah menjadi "hamba yang membungkuk, sambil menuangkan air ke basi, lalu mencuci kaki orang lain dan kemudian membersihkannya dengan kain yang terikat di pinggangnya (Yohanes 13 : 5)". Prinsip Tuhan Yesus ini tidak boleh ditanggalkan: "Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang (Matius 20 : 28)".
(2). Sebagai pribadi yang tidak merasa berhak untuk menuntut dan menerima upah sekali pun telah berjerih lelah lebih dari orang lain. Pribadi yang selalu berkata sama seperti Rasul Paulus : "Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu merupakan tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian, apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil (1 Korintus 9 : 17 - 18)".Ucapan terima kasih pun tidak boleh kita tuntut dari setiap orang yang telah menikmati pelayanan kita. Adalah sebuah kebahagiaan jika saya dapat melayani jemaat yang tidak mampu membalas kebaikan hati saya dalam melayani mereka sekali pun saya harus menderita karenanya.
(3). Sebagai pribadi yang telah menyerahkan seluruh miliknya sebagai korban. Hidup kita harus menjadi korban, bukan makan korban; menjadi seperti anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Hidup kita harus menjadi komuni (roti dan anggur perjamuan kudus) bagi tumbuhnya komunikasi yang sehat dalam jemaat, sekali pun diri kita dilupakan atau terlupakan. Ya...kita harus seperti pribadi Yohanes Pembaptis yang memberikan kesaksiannya tentang Tuhan Yesus : "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil (Yohanes 3 : 30)". Seperti sebuah pohon yang harus menghadapi teriknya sang mentari untuk menghadirkan keteduhan dan kesejukan bagi setiap orang yang berlindung di bawah batangnya.
(4). Sebagai pribadi yang taat walau menanggung celaan dan fitnahan, sama seperti Tuhan Yesus yang taat menanggung celaan dan fitnahan sampai mati di kayu salib. Sebagai pribadi yang berusaha serupa dengan Tuhan Yesus dalam hal penderitaanNya, sama seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus, demikian: "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya (Filipi 3 : 10)". Ketaatan yang membuahkan kesucian hidup. Sebuah kesucian yang terpancar dari ketekunan setiap waktu untuk menggumuli firman Tuhan dan peka pada kehendakNya. Kesucian yang lahir dari ketekunan membaca firman Tuhan akan menjadikan hidup ini sanggup melayani jemaat sesuai dengan rencanaNya.
Oleh karena itu, untuk menjadi berkat bagi sesama, masukilah "kematian" setiap hari, supaya kehidupan Yesus menjadi nyata dalam diri anda sehingga anda menjadi "Surat Kristus" yang terbuka dan yang dibaca oleh setiap orang.
No comments:
Post a Comment