Laman

Sunday, February 15, 2015

Aku Harus Belajar Dari Thomas

Refleksi Diri Atas Kekecewaan
(Yohanes 20 : 19 - 29)


Banyak hal yang kurindukan dalam hidup, dan besar harapan hal tersebut akan tercapai sehingga melahirkan sukacita. Aku rindu agar apa yang kupikirkan; hasrat dan cita-citaku, semua akan kugapai dengan mudah tanpa harus menguras tenaga dan waktuku. Aku mau agar semua orang mengikuti arah langkahku dan mereka memuluskan jalanku untuk meraih sukses. Aku rindu teman yang bersahabat! Aku rindu keluarga yang harmonis di mana cinta kasih dibangun dan dinikmati bersama. Aku rindu agar anak-anakku tidak satu pun yang gagal dalam mengejar cita-citanya! Aku rindu umur yang panjang di mana aku dapat melihat anak-anak dari anak-anakku! Ya...seribu satu macam kerinduanku dengan harapan hal tersebut sungguh menjadi kenyataan.

Tetapi kenyataannya tidak seperti yang kuimpikan. Begitu banyak kerinduan yang tak terkabul, begitu banyak harapan yang tidak tercapai dan begitu banyak yang kuimpikan tidak menjadi kenyataan.

Bahkan dalam kumpulan anak-anak Tuhan aku merasa tak berarti.
Aku kesal, marah dan terkadang harus menangis sebagai ungkapan kekecewaan. Namun siapakah yang harus kujadikan tumbal untuk melampiaskan kekecewaanku? Haruskan aku datang dan berkata kepada Tuhan: "mengapa Engkau memperlakukan hambaMU ini sedemikian?".

Lalu aku menghibur hatiku dan belajar untuk kuat menerima kenyataan.
Aku memang tak setegar Yusuf anak Yakub yang dicampakkan oleh saudara-saudaranya namun mampu berkata: "janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu (Kej. 45:5)".
Aku juga tak sekuat Ayub dari tanah Us yang dibujuk oleh isterinya untuk mengumpat Allah, lalu ia berkata: "engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk (Ay. 2:10)".
Aku juga tak punya kuasa sehebat Musa yang berhadapan muka dengan Allah seperti layaknya seseorang dengan sahabatnya dan bermohon demi keselamatan umatNya: "Ampunilah kiranya kesalahan bangsa ini sesuai dengan kebesaran kasih setiaMu (Bil. 14:19)". Aku hanyalah hamba yang merasa kecewa namun berusaha menghibur diri dan belajar untuk kuat menerima resiko dari pelayanan demi tegaknya kebenaran.

Jika aku melihat diriku, aku tidak lebih dari seorang murid Yesus yang bernama "THOMAS".
Sore itu si Thomas sangat sedih dan kecewa. Sejak melihat Yesus ditangkap dan disalibkan, harapannya menjadi pudar; ia putus-asa.
Si Thomas kehilangan pegangan hidup.
Ia merasa usahanya mengikut Yesus jadi sia-sia.
Dalam pikirannya semula, bahwa jika mengikut Yesus maka semua urusannya jadi lancar.
Tapi kenyataannya, rencana untuk mendapatkan taraf hidup yang lebih baik menemui jalan buntu.
Begitu kecewanya si Thomas, maka ia menarik diri dari kumpulan para murid.

Si Thomas memisahkan dirinya dari persekutuan para rasul. Ia keluar dengan satu harapan bahwa di luar sana ia akan mendapat sahabat yang dapat menghilangkan kekecewaannya. Ia terus mencari, tapi tak ada satupun orang yang membuka dirinya menjadi teman. Sekian lama ia mencari tapi tak seorangpun yang ia temui bersedia berbagi kekecewaan dengannya.

Lelah mencari tempat curahan hati, Thomas kembali ke kumpulan para Rasul dan murid-murid lainnya.
Memang, Thomas mudah marah atau naik pitam. Si Thomas adalah pribadi yang tidak mudah mempercayai gosip (apa kata orang), Ia blak-blakan ketika menanggapi sesuatu, langsung bicara bila tidak setuju suatu hal tanpa ada pertimbangan ini dan itu. Dialah yang berani berkata kepada rekan-rekannya di hadapan Sang Guru: "marilah kita pergi untuk mati bersama-sama dengan Dia (Yoh. 11:16)".
Hatinya dongkol dan menjadi panas ketika para murid mempertanyakan keberadaannya selama ini terlebih saat mendengarkan perkataan bahwa Sang Guru telah bangkit. Emosi Si Thomas meledak lalu ia berkata: "bila aku tidak melihatnya sendiri, maka sekali-kali aku tidak akan percaya". Mungkin karena wataknya yang berani dan tidak mudah percaya pada omongan orang tanpa bukti sehingga Sang Guru memilihnya.

Tidakkah sifat-sifat itu juga melekat pada diriku. Walaupun aku tidak mengklaim diriku sebagai seorang pemberani, tapi yang pasti aku siap mempertaruhkan hidupku demi sebuah kebenaran. Aku tak peduli ditolak bahkan dicampakkan asalkan kebenaran dijunjung tinggi.

Walau aku tidak senekad Thomas dalam menarik kesimpulan untuk sebuah persoalan sebelum melihat bukti; tapi sifat tak mudah percaya pada cerita orang membuat aku sering dicap sombong dan menutup diri.

Ya... benar, aku menutup diri untuk tidak mau menerima ketidak benaran tetapi itu bukanlah sebuah kesombongan. Terserah kamu menyebut aku sombong, tapi aku bukanlah seorang pecundang.

Mungkin ini yang perlu kusampaikan:
Aku menutup diri terhadap segala upaya untuk pembenaran diri dengan segala alasan yang dibuat-buat, sebab aku tidak mau kebenaran dibengkokkan atau diinjak-injak orang.
Ya...mungkin benar aku sombong, sebab aku tak mau bersahabat dengan kesalahan.
Ya...benar mungkin aku sombong, sebab aku tidak suka mencari-cari muka dan menjadi penjilat.
Ya...benar mungkin aku sombong, sebab aku tidak suka pada semua orang yang menganggap diri benar lalu mempersalahkan orang lain.

Aku tak peduli apa kata orang tentang diriku,
karena tujuan hidupku ialah Sempurna Dalam Kebenaran.
Sebab bagiku:
kebenaran tidak dapat dibeli dengan uang,
Kebenaran tidak dapat ditutupi dengan nama besar,
Kebenaran tidak dapat digantikan dengan kuasa,
Dan juga kebenaran tidak dapat disamakan dengan hikmat manusia


Aku memang bukanlah Thomas.
Aku hanyalah hamba yang tak berdaya sedangkan Thomas adalah Rasul.
Namun aku melihat karakter Thomas dalam diriku
Terkadang aku merasa kecewa sebab banyak mimpi-mimpiku tak terkabulkan.
Terkadang aku merasa kecewa karena orang tidak menaruh peduli pada apa yang kukatakan dan yang kukerjakan.
Terkadang aku merasa kecewa karena kebaikan hatiku dibalas dengan fitnah dan kutuk.

Aku memang bukanlah Thomas,
Aku hanyalah pekerja yang berusaha menyenangkan hati Sang Tuan
Tapi karakter Thomas juga melekat pada diriku.
Terkadang aku merasa jenuh dengan hidupku karena karya-karyaku dinilai buruk
Aku merasa kecewa karena menilai segala juangku tak memberi dampak bagi kebaikan orang lain
Aku terkadang lari, membawa kekecewaan batin
Berusaha mencari tempat yang tenang dan damai untuk bebas dari segala beban hidup
Terkadang aku berusaha untuk tidak mau lagi tahu panggilan hidupku
Dan berusaha menghapus dari ingatanku segala masa laluku.

Tapi kemana aku harus pergi?
Aku berkata dalam hatiku seperti sang pemazmur (Mzm. 139:7-12)

Kemana aku dapat pergi menjauhi RohMu,
ke manakah aku dapat lari dari hadapanMu.
Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana;
jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau.
Jika aku terbang dengan sayab fajar, dan membuat kediamanku di ujung laut,
juga di sana tanganMu akan menuntun aku, dan tangan kananMu memegang aku.
Jika aku berkata: biarlah kegelapan saja melingkupi aku,
dan terang sekelilingku menjadi malam,
maka kegelapan pun tidak akan menggelapkan bagiMu,
dan malam menjadi terang seperti siang, kegelapan sama seperti terang

Aku harus tetap bertahan dalam kumpulan ini,
sama seperti Thomas yang kembali ke dalam kumpulan murid Sang Guru.
Aku harus berusaha untuk memahami kehadiranNya walau di tengah kekecewaan batinku
Aku berusaha untuk menaklukkan diriku pada kehendakNya,
dan selalu berkata: Ya Tuhanku, ya Allahku
Lalu dengan hati yang remuk, aku tersungkur dan berdoa.
Kusampaikan pada Allah akan isi hatiku:

Tuhanku................
Jadikanlah hatiku seperti hatiMu.
Sembuhkanlah luka-luka hatiku sehingga aku dapat mengampuni yang melukai aku dan memohon ampun atas luka yang kuakibatkan pada orang lain.
Ajarilah aku untuk berani terus menerus mengampuni sesamaku tanpa syarat.
Kuatkan hatiku agar senantiasa menerima dan memperlakukan sesamaku dengan baik dan benar.
Bukalah hatiku dengan kasihMu, sehingga aku mampu menerima siapapun yang mau hadir dalam hidupMu dengan penuh kasih hidup berdampingan denganku.
Berilah aku rahmat untuk bermurah hati kepada orang lain.
Jadikanlah aku duta kasihMu dan letakkanlah di tanganku obor cintaMu.


Tuhanku.....
Aku menyadari bahwa hidup ini ada dalam kuasaMu.
Aku percaya bahwa segala yang terjadi adalah kehendakMu.
Ajarilah aku untuk dapat berserah diri, sehingga ketika aku harus melewati jalan yang penuh onak dan duri, aku yakin bahwa Engkau berjalan besertaku.


Ya Tuhanku.....
Ampunilah aku karena sikapku yang kadang meragukanMu.
Mampukan aku untuk percaya dengan penuh iman meskipun aku menghadapi aneka tantangan dalam hidup dan pelayananku.
Kupersembahkan semua pergulatan
suka-duka hidupku ke dalam tanganMu.
Ajarlah aku menjadi hamba yang taat dan setia mengiringMu.
BagiMulah hidupku dan segala karyaku hanyalah untuk kemuliaanMu.
A.......min.




(Refleksi Jiwa memasuki Minggu Pra-Paskah I. Semoga hal ini menjadi motivasi iman bagi semua anak-anak Tuhan agar tetap kuat melayani Dia walau penuh dengat tantangan dan rintangan. Inilah yang mau kusampaikan: Tak ada kemenangan tanpa perjuangan dan pengorbanan, dan tak ada sukacita yang sempurna di jalan yang tanpa airmata)
Samarinda - 16 Pebruari 2015.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love