Laman

Tuesday, April 7, 2015

Kita Adalah Saksi KebangkitanNya

Khotbah Hari Raya Paskah
Minggu, 5 April 2015
Gereja Toraja Jemaat Samarinda

Bacaan : Kisah Para Rasul 10 : 34 - 43


Sekilas Tentang Paskah

Pertama-tama, secara pribadi saya mau mengucapkan: Selamat Hari Raya Paskah, sungguh hari ini Kristus sudah bangkit. Hari ini adalah hari di atas segala hari, dan pesta di atas segala pesta. Sebab ini adalah Hari Tuhan, Kristus Hidup; maut dikalahkan oleh kebangkitanNya - he kyriake hemera, dies dominica.

Berbicara tentang Paskah, maka kita harus berangkat dari peristiwa Paskah Perjanjian Lama. Peristiwa ini bermula dari erangan bangsa Israel yang tidak lagi tahan hidup dalam tekanan karena perbudakan di Mesir. + 400 tahun mereka mengalami tindisan, hak-hak mereka diberangus; tak ada kedamaian dan ketenteraman. Mereka lalu berteriak dan teriakan mereka didengarkan oleh Tuhan (Kel. 2:23-25). Tuhan berpihak kepada Israel, dan dengan keperkasaanNya, Ia menulahi Mesir. Allah menghukum negeri itu karena telah menindas umat Tuhan. Dan puncak penghukuman tersebut adalah kematian anak sulung bangsa Mesir, baik itu manusia maupun hewan mereka. Sedang pada pihak Israel, Allah menyelamatkan karena tanda darah anak domba yang dioleskan di ambang pintu mereka. Ketika Malaikat Tuhan melihat tanda darah, maka ia melewati rumah tersebut dan selamatlah seisi rumah itu. Inilah yang disebut Paskah (Ibr: Pesakh) yang artinya Melewati.

Paskah Perjanjian Lama adalah gambaran dari Paskah Perjanjian Baru, di mana Kristus sebagai Anak Sulung Sang Bapa, harus menerima tulah yang disediakan bagi dunia dan manusia. Ia menanggung derita karena dosa dunia dan akhirnya harus mati dengan cara yang sangat memilukan. Nabi Yesaya menggambarkan kematianNya sebagai berikut:
"Ia tidak tampan dan semarakNya pun tidak ada sehingga kita memandang Dia, dan rupa pun tidak sehingga kita menginginkanNya. Ia dihina dan dihindari orang, sehingga orang menutup mukanya terhadap Dia, dan bagi kita pun, Ia tidak masuk hitungan....Dia tertikan oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita.....Dia dianiaya, tetapi Dia membiarkan diriNya ditindas dan tidak membuka mulutNya. Seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya....orang menempatkan kuburNya di antara orang-orang fasik, dan dalam matiNya, Dia ada di antara penjahat-penjahat (Yes. 53:3-9)".

Paskah yang dirayakan oleh seluruh umat Kristen adalah sebuah pesta kemenangan di mana Tuhan melewatkan hukumanNya terhadap dunia dan manusia, dan menjadikan AnakNya sendiri sebagai tumbal karena dosa. Dosa adalah persoalan yang sangat serius yang harus diselesaikan dan dituntaskan bukan dengan korban binatang (anak domba), tetapi dengan pengorbanan diriNya sendiri. Yesus adalah Anak Domba Allah yang tak bercacad dan bernoda. Bahkan Ia bertindak sebagai Imam untuk melaksanakan ritual penebusan atas dosa (Ibr. 5:10). DarahNya tertumpah di Kalvari, menjadi sebuah tanda yang kekal bahwa Allah memberi jaminan keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepadaNya.

Tiga hari setelah peristiwa Golguta, Allah menegaskan kembali kekuasaanNya untuk menyelamatkan manusia. Kebangkitan Kristus menjadi tonggak abadi bahwa maut tidak lagi memiliki kuasa untuk membelenggu kehidupan anak-anak Tuhan. Kebangkitan Kristus menjadi jaminan kebangkitan kita untuk masuk ke dalam kemuliaanNya.

Apa yang Tuhan sudah perbuat bagi kita tentunya harus menjadi pokok pewartaan kepada dunia yang belum mendengar akan berita tersebut. Setiap orang percaya adalah saksi hidup dari keselamatan yang sudah dikerjakan oleh Kristus bagi dirinya. Ia bertanggung jawab untuk meneruskan berita tersebut; sama seperti wanita-wanita Yerusalem yang menjadi saksi pertama dari peristiwa Kubur Yang Kosong. Walau diliputi ketakutan dan kegentaran, namun mereka tetap meneruskan berita tersebut.

Dalam konteks inilah maka kita diajak untuk menemukan pesan utama dari perikop bacaan kita (Kisah Para Rasul 10:34-43).

 Pendalaman Perikop

Bagian dari perikop bacaan kita merupakan moment penting dalam perjalanan sejarah Gereja mula-mula untuk melaksanakan misi yang diamanatkan oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridNya dalam Matius 28:19, Lukas 24:47 dan Kisah Para Rasul 1:8.....
"Pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu.....berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem....kamu akan menerima kuasa dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi".

Moment ini dimulai dari diri Petrus yang pada waktu itu sedang berada di Yope dan menumpang di rumah Simon sang penyamak kulit. Rumah Simon si penyamak kulit adalah pintu gerbang bagi Injil untuk menyapa bangsa-bangsa di luar ke-Yahudi-an yang notabene dianggap kafir. Simon sendiri adalah orang asing dan sesungguhnya Petrus tidak pantas untuk menumpang di rumahnya. Kita tahu bahwa sejak kecil Petrus tumbuh dalam lingkungan yang begitu ketat menghormati dan menjunjung tinggi tradisi. Ia sudah digembleng dalam aturan yang memisahkan antara yang HALAL dan yang HARAM, bukan saja dalam hal makanan namun juga dalam hubungan antar pribadi. Dalam tradisi di mana ia dibesarkan telah ditentukan aturan tentang siapa yang layak dan yang tidak layak untuk didekati, apalagi berdialog bahkan bersentuhan dengan mereka. Bagi orang-orang Yahudi, bangsa-bangsa lain adalah orang-orang yang tidak berharga di dalam pandangan Allah, dan mereka tidak lebih dari pada binatang. Karena itu, wajar jikalau Tuhan Yesus sempat menyinggung perilaku orang-orang Yahudi dalam memperlakukan bangsa-bangsa lain, ketika Ia mengatakan:
"tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing (Mat. 15:26)".

Tentu kita bertanya, apakah Petrus tidak sadar akan tindakannya yang sudah melanggar tradisi yang selama ini ia hidupi? Ataukah ia sendiri pura-pura tidak mau tahu bahwa rumah tempat ia menginap adalah rumah seorang kafir?

Saya secara pribadi tidak mau berspekulasi dengan tindakan Petrus ini. Tapi bagi saya, ini adalah rencana Tuhan untuk hidup dan pelayanan Petrus bagi bangsa-bangsa lain. Tuhan mau agar Petrus keluar dari sudut pandang tentang dunianya yang masih bersifat kesukuan (primordial) dan mengikuti sudut pandang Tuhan yang olehNya dunia ini diciptakan. Petrus diajak untuk memahami bahwa di hadapan Tuhan, semua orang memiliki kedudukan yang sama. Keselamatan yang dari Tuhan tidak hanya untuk orang Yahudi saja, tetapi juga keselamatan itu menjangkau semua bangsa.

Tuhan kemudian mendidik Petrus dengan sebuah penglihatan:

"Tampaklah olehnya langit terbuka dan turunlah suatu benda berbentuk kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya, yang diturunkan ke tanah. Di dalamnya terdapat pelbagai jenis binatang berkaki empat, binatang menjalar dan burung. Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: bangunlah hai Petrus, sembelihlah dan makanlah! Tetapi Petrus menjawab: Tidak Tuhan, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan tidak tahir. Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: apa yang dinyatakan halal oleh Allah tidak boleh engkau nyatakan haram (Kis. 10:11-15)".

Tuhan mau agar sudut pandang Petrus berubah tentang keselamatan, bahwa hal tersebut bukanlah semata milik anak-anak Israel, tetapi juga menjangkau semua bangsa. Jikalau TUhan menerima Kornelius maka Petrus pun harus menerimanya juga. Inilah moment di mana pandangan Petrus berubah secara total sehingga ia tidak ragu lagi untuk menyambut Kornelius dan keluarganya sebagai bagian dari persekutuan anak-anak Tuhan.

Dan saya mau mengatakan bahwa, sungguh mengagumkan cara Tuhan untuk mendobrak tembok yang selama ini memisahkan dan menghambat hubungan antar pribadi yang berjalan tidak sehat, di mana manusia dikotak-kotakkan antara yang kudus dan yang tidak kudus, yang najis dan yang tidak najis, yang halal dan yang haram, antara bangsa pilihan dan bangsa kafir. Mengagumkan, karena pada satu sisi, Allah sedang mempersiapkan Paulus untuk menjadi Rasul bagi bangsa-bangsa di luar ke-Yahudi-an, sedangkan Petrus dipakaiNya untuk menghancurkan tembok penghalang yang telah lama berdiri kokoh yang memisahkan antara bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa non-Yahudi yang dipandang kafir. Baptisan Kornelius menjadi pintu gerbang bagi Injil untuk menjangkau bangsa-bangsa lain.

Pendalaman Teks/Ayat dan aplikasinya dalam konteks kekinian

Ayat 34 - 38

Pada bagian ini hendak ditegaskan bahwa "sesungguhnya Allah tidak membedakan siapapun juga. Semua orang sama di hadapanNya". Memang benar bahwa tidak ada satu pun orang dalam dunia ini yang persis sama. Bahkan dia yang memiliki saudara kembar pun, tetap memiliki perbedahan untuk hal-hal tertentu. Memang benar bahwa setiap pribadi itu unik, ia otonom. Selera anda tentu berbeda dengan selera saya. Kalau pun ada kesamaannya, namun tidak seluruhnya persis sama. Tetap ada bagian yang berbeda. Demikian juga dengan orientasi saya tidaklah sama dengan orientasi anda. Pikiran dan kehendak saya belumlah tentu sejalan dengan pikiran dan kehendak anda. Jadi memang benar bahwa tidak ada manusia dalam dunia ini yang 100 % sama. Namun secara hakiki, manusia di hadapan Allah adalah sama. Ia diambil dari debu, dan dibentuk oleh Tuhan berdasarkan keingin dan seleraNya, dan lebih dari pada itu; semua manusia memiliki harkat yang sama sebagai mahkota ciptaan (diciptakan berdasarkan Demuth dan Tselem Sang Khalik, Gambar dan Rupa Allah).

Karena itu, di hadapan Allah tidak ada manusia yang memiliki kelebihan dari pada yang lainnya, yang dapat menjadi dasar untuk mendapatkan perhatian lebih dari Tuhan. Sekali lagi, tidak ada sesuatu yang dapat kita banggakan untuk mendapatkan perhatian dari Tuhan lebih dari pada orang lain; tidak ada sesuatu yang melekat pada diri kita yang menjadi kebanggaan bahwa kelompok saya lebih dicintai Tuhan dari pada kelompok yang lainnya. Nilai manusia di mata Tuhan adalah NOL, bahkan kurang dari itu. Yang pasti bahwa semua manusia adalah sama, yakni mahkluk yang sudah jatuh ke dalam dosa dan sekarang berada di bawah bayang-bayang kematian.

Dari titik berangkat inilah sehingga Petrus berkata:

"Sesungguhnya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya (ay. 34-35)".

Penglihatan itu telah memberi pencerahan bagi Petrus untuk menghayati bahwa keselamatan bukan hanya milik orang Yahudi saja, melainkan milik semua bangsa. Yesus menanggung dosa manusia bukan untuk sekelompok orang tertentu, tetapi dosa dunia seanteronya. KebangkitanNya menjadikan kita semua bersaudara.
Dari bagian ini kita diajar untuk tidak memperdebatkan perbedaan yang melekat pada diri masing-masing karena latar belakang yang berbeda: bangsa, bahasa, ras dan budaya. Di hadapan Tuhan, setiap kita adalah sama; mati di dalam kematian Kristus dan dibangkitkan dalam kebangkitanNya. Jikalau kita masih memperdebatkan perbedaan antar pribadi, maka hal ini akan menghambat persebaran dan pertumbuhan Injil.

Saya mempunyai kesan tersendiri ketika membaca kisah tentang percakapan E. Stanley Jones dengan Mahadma Gandhi. Jawaban Gandhi sangat menggelitik perasaan saya.

E. Stanley Jones bertanya kepada Mahatma Gandhi, mengapa ia sering mengutip kata-kata Tuhan Yesus dari Alkitab namun ia sendiri menolak untuk menjadi Kristen. Mahatma Gandhi menjawab pertanyaan tersebut dengan perkataan ini:

"Saya tidak pernah menolak Kristus. Saya suka Kristus anda, tapi saya tidak suka dengan orang Kristen anda. Jikalau orang Kristen benar-benar hidup menurut ajaran Kristus seperti yang dikatakan oleh Alkitab, maka seluruh India sudah menjadi Kristen hari ini".

Mahatma Gandhi melihat jantung permasalahan yang melanda umat Kristen pada umumnya. Dan hal ini menjadi sebuah kanker ganas yang mematikan Tubuh Kristus. Ya....kekristenan hanyalah sebuah label yang kelihatan menarik, namun isinya adalah racun yang mematikan. Karakter manusia Kristen tidaklah lebih baik dari manusia dunia, standart moral mereka tidaklah lebih unggul dari mereka yang non Kristen. Ya...ketika kita melihat orang lain sebagai orang asing yang standar hidupnya lebih rendah dari kita, sesungguhnya pada saat itu kita sedang membangun kembali sebuah tembok yang kokoh, sebuah tembok yang sebelumnya telah diruntuhkan oleh Kristus melalui kematianNya (Mat. 27:51).

Ayat 39 - 43

Petrus dan para Rasul yang lainnya adalah saksi dari pelayanan Tuhan Yesus, kematian dan kebangkitaNya. Dalam penjelasannya kepada Kornelius, Petrus menjelaskan bahwa mereka (Para Rasul) adalah saksi dari segala sesuatu yang diperbuat oleh Yesus di tanah Yudea dan Yerusalem. Sebagai seorang saksi hidup, maka Petrus dan rasul yang lainnya mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan kesaksian yang benar tentang segala sesuatu yang mereka lihat dan mereka alami bersama dengan Yesus. Dan berita ini harus menembus segala sekat dan dinding pemisah antar bangsa.

Menjadi saksi, memang bukanlah sebuah tugas yang ringan dan mudah, semudah kita membalikkan telapak tangan. Ada konsekwensi moral, yakni penyangkalan diri. Petrus harus keluar dari cangkang yang selama ini membentuk karakter dan pola berpikirnya. Ia harus keluar dari paham primordialnya, yang bangga pada status sebagai umat pilihan lalu melihat orang lain (bangsa lain) sebagai kafir dan tak perlu dikasihani. Perjumpaan Petrus dengan Kornelius telah mencelikkan mata iman Petrus bahwa kasih Tuhan menjangkau segala bangsa; dan Petrus harus berani keluar dari lingkungannya dan hal ini mungkin saja akan membawa dampak buruk bagi dirinya, yakni penolakan bahkan perlawanan dari bangsanya sendiri.

Apa yang dilakukan oleh Petrus hendaknya jadi cermin kehidupan bagi semua orang yang percaya kepada Yesus. Berita itu harus diteruskan walau kita harus menghadapi berbagai tantangan dan bahkan penolakan. Namun pun demikian, kita harus meyakini bahwa Tuhan selalu punya cara untuk memakai kita sebagai saksiNya. Ia tidak membiarkan kita berjalan sendiri. JanjiNya pasti dan benar:
"Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasasampai akhir zaman (Mat. 28:20b)".

Selamat merayakan Paskah, Tuhan Yesus yang bangkit dan menang memberkati kita sekalian.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love