Karya : Kahlil Gibran
disadur dari: nakimsyahendra.blogspot.com.
Bangunlah, cintaku...bangunlah!
Karena jiwaku megalu-alumu dari dasar laut,
dan menawarkan padamu sayap-sayap di atas gelombang yang mengamuk.
Bangunlah,
karena sunyi telah menghentikan derap kaki kuda dan langkah para pejalan kaki.
Rasa kantuk telah memeluk roh setiap laki-laki,
sementara aku terbangun sendiri,
rasa rindu membukakan kertas surat tidurku.
Cinta membawaku dekat denganmu,
namun kebimbangan melemparkan diriku menjauh darimu.
Aku telah membuang bukuku,
karena keluhku mengunci kata-kata
dan desah nafasku meninggalkan halaman buku yang kosong di depan mataku!
Bangunlah, bangunlah,
cintaku dan dengar diriku!
Aku mendengarkanmu, cintaku!
Aku mendengar panggilanmu dari lautan lepas,
dan merasakan lembutnya sentuhan sayapmu.
Aku telah jauh dari ranjangku, beranjak ke tanah lapang,
hingga embun membasahi kaki dan bajuku.
di sinilah aku berdiri, di bawah bunga-bunga pohon Badam,
memenuhi panggilan jiwamu.
Bicaralah padaku, cintaku dan biarkan nafasmu,
menghirup angin gunung yang datang padaku dari lembah-lembah Libanon.
Bicaralah!
Tak ada yang mendengar selain diriku,
malam telah melarutkan semua manusia di tempat tidurnya.
Surga telah menyulam cahaya rembulan,
dan menghaprkannya ke seluruh dataran Libanon.
Cintaku...
Surga telah meriasnya dengan bayangan malam,
jubah tebal membentang dihembus asap dari cerobong kain,
dihembus nafas kemarin, dan menggelarnya di telapak kota.
Cintaku....
Para penduduk telah pulas menganyam mimpi di ubun-ubunnya,
di tengah pohon-pohon kenari.
Jiwa mereka mempercepatkan langkah mengejar negeri mimpi.
Cintaku...
Lelaki-lelaki lunglai menggendong emas,
dan tebing curam yang akan dilalui melemaskan lutut mereka.
Mata mereka mengantuk karena dililit kesulitan dan ketakutan.
Mereka melemparkan tubuh ke tempat tidur,
sebagai tempat berlindung dari hantu-hantu yang menakutkan dan mengerikan.
Cintaku....
Hantu-hantu dari masa lalu berkeliaran di lembah-lembah.
jiwa para raja melintasi bukit-bukit.
Pikiranku yang berhias kenangan,
menyimpan kekuatan bangsa Chaldea, kemegahan Arab.
Di lorong-lorong gelap,
jiwa-jiwa pencuri yang tegap berjalan, moncong-moncong nafsu ular berbisa
Muncul dari celah-celah benteng, dan rasa sakit berndegung kematian,
muntah-muntah sepanjang jalan.
Kenangan menyingkap tabir kelupaan dari mataku,
dan nampaklah Sodom yang mengerikan, serta dosa-dosa Gomorah.
Ranting-ranting berayun-ayun,
Cintaku....
Dan desirnya bertemu dengan alunan anak suci yang damai disemat.
Syair-syair Salomo, nada kecapi Daud,
dan lagu Ishaq terngiang-ngiang di telinga kami.
Jiwa anak-anak yang lapar dipenginapan, menggelepar.
Ibunya mengeluh di atas kamar kesedihan, dan kekecewaan, telah jatuh dari langit.
Mimpi-mimpi kebimbangan melanda hati yang lemah, aku mendengar rintihan pahitNya.
Semerbak bunga melambai seiring, seiring nafas pohon-ponon ceda,
terbawa angin sepoi-sepoi menuju perbukitan,
harum itu mengisi jiwa dengan kasih sayang dan meniup kerinduan untuk terbang.
Tetapi racun dari rawa-rawa juga berkelana mengepul bersama penyakit.
Seperti panah rahasia yang tajam,
racun itu telah menembus perasaan dan meracuni udara.
Tanpa kusadari...
Matahari telah menyilaukan cahaya pagi,
dan jari-jari timur yang lentik menimang mata-mata orang yang terlelap.
Cahaya itu memaksa mereka untuk membuka daun jendela
dan menyelak hati dan kemenangan.
Desa-desa...
yang sedang tertidur dalam damai dan tenang di pundak-pundak lembah pun bangun,
lonceng-lonceng berdenting memenuhi angkasa sebagai panggilan untuk mulai berdoa.
Dan dari gua-gua,
gema-gema juga berdengung,
seolah-olah seluruh alam sedang berdoa bersama-sama dengan khusyuknya.
Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya,
biri-biri dan kambing meninggalkan bangsalnya
menuai rumput yang berembun dan berkilatan cahaya.
Penggembalanya mengikuti dari belakang sambil mengamatinya di balik ilalang.
Di belakangnya lagi gadis-gadis bernyanyi seperti burung menyambut pagi.
Kini tangan siang hari yang perkasa terbaring di atas kota.
Tirai telah diselak dari jendela dan pintu pun terbuka.
Mata yang penat dan wajah lesu para penjahit telah siap di tempat kerjanya.
Mereka merasakan kematian telah melanggar batas kehidupan merka,
dan riak muka yang layu memamerkan ketakutan dan kekecewaan.
Di jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang tamak dan tergesa-gesa,
dan di mana-mana terdengar desingan besi, pusingan roda dan siulan angin.
Kota telah menjadi arena pertempuran di mana yang kuat menindas yang lemah,
dan si kaya mengeksploitasi dan menguasai si miskin.
Betapa indah hidup ini, cintaku...
seperti hati penyair yang penuh dengan cahaya dan kelembutan hati.
Dan betapa kerasnya hidup ini, cintaku....
seperti dada penjahat, yang berdebar-debar karena selalu merasa bimbang dan takut
disadur dari: nakimsyahendra.blogspot.com.
Bangunlah, cintaku...bangunlah!
Karena jiwaku megalu-alumu dari dasar laut,
dan menawarkan padamu sayap-sayap di atas gelombang yang mengamuk.
Bangunlah,
karena sunyi telah menghentikan derap kaki kuda dan langkah para pejalan kaki.
Rasa kantuk telah memeluk roh setiap laki-laki,
sementara aku terbangun sendiri,
rasa rindu membukakan kertas surat tidurku.
Cinta membawaku dekat denganmu,
namun kebimbangan melemparkan diriku menjauh darimu.
Aku telah membuang bukuku,
karena keluhku mengunci kata-kata
dan desah nafasku meninggalkan halaman buku yang kosong di depan mataku!
Bangunlah, bangunlah,
cintaku dan dengar diriku!
Aku mendengarkanmu, cintaku!
Aku mendengar panggilanmu dari lautan lepas,
dan merasakan lembutnya sentuhan sayapmu.
Aku telah jauh dari ranjangku, beranjak ke tanah lapang,
hingga embun membasahi kaki dan bajuku.
di sinilah aku berdiri, di bawah bunga-bunga pohon Badam,
memenuhi panggilan jiwamu.
Bicaralah padaku, cintaku dan biarkan nafasmu,
menghirup angin gunung yang datang padaku dari lembah-lembah Libanon.
Bicaralah!
Tak ada yang mendengar selain diriku,
malam telah melarutkan semua manusia di tempat tidurnya.
Surga telah menyulam cahaya rembulan,
dan menghaprkannya ke seluruh dataran Libanon.
Cintaku...
Surga telah meriasnya dengan bayangan malam,
jubah tebal membentang dihembus asap dari cerobong kain,
dihembus nafas kemarin, dan menggelarnya di telapak kota.
Cintaku....
Para penduduk telah pulas menganyam mimpi di ubun-ubunnya,
di tengah pohon-pohon kenari.
Jiwa mereka mempercepatkan langkah mengejar negeri mimpi.
Cintaku...
Lelaki-lelaki lunglai menggendong emas,
dan tebing curam yang akan dilalui melemaskan lutut mereka.
Mata mereka mengantuk karena dililit kesulitan dan ketakutan.
Mereka melemparkan tubuh ke tempat tidur,
sebagai tempat berlindung dari hantu-hantu yang menakutkan dan mengerikan.
Cintaku....
Hantu-hantu dari masa lalu berkeliaran di lembah-lembah.
jiwa para raja melintasi bukit-bukit.
Pikiranku yang berhias kenangan,
menyimpan kekuatan bangsa Chaldea, kemegahan Arab.
Di lorong-lorong gelap,
jiwa-jiwa pencuri yang tegap berjalan, moncong-moncong nafsu ular berbisa
Muncul dari celah-celah benteng, dan rasa sakit berndegung kematian,
muntah-muntah sepanjang jalan.
Kenangan menyingkap tabir kelupaan dari mataku,
dan nampaklah Sodom yang mengerikan, serta dosa-dosa Gomorah.
Ranting-ranting berayun-ayun,
Cintaku....
Dan desirnya bertemu dengan alunan anak suci yang damai disemat.
Syair-syair Salomo, nada kecapi Daud,
dan lagu Ishaq terngiang-ngiang di telinga kami.
Jiwa anak-anak yang lapar dipenginapan, menggelepar.
Ibunya mengeluh di atas kamar kesedihan, dan kekecewaan, telah jatuh dari langit.
Mimpi-mimpi kebimbangan melanda hati yang lemah, aku mendengar rintihan pahitNya.
Semerbak bunga melambai seiring, seiring nafas pohon-ponon ceda,
terbawa angin sepoi-sepoi menuju perbukitan,
harum itu mengisi jiwa dengan kasih sayang dan meniup kerinduan untuk terbang.
Tetapi racun dari rawa-rawa juga berkelana mengepul bersama penyakit.
Seperti panah rahasia yang tajam,
racun itu telah menembus perasaan dan meracuni udara.
Tanpa kusadari...
Matahari telah menyilaukan cahaya pagi,
dan jari-jari timur yang lentik menimang mata-mata orang yang terlelap.
Cahaya itu memaksa mereka untuk membuka daun jendela
dan menyelak hati dan kemenangan.
Desa-desa...
yang sedang tertidur dalam damai dan tenang di pundak-pundak lembah pun bangun,
lonceng-lonceng berdenting memenuhi angkasa sebagai panggilan untuk mulai berdoa.
Dan dari gua-gua,
gema-gema juga berdengung,
seolah-olah seluruh alam sedang berdoa bersama-sama dengan khusyuknya.
Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya,
biri-biri dan kambing meninggalkan bangsalnya
menuai rumput yang berembun dan berkilatan cahaya.
Penggembalanya mengikuti dari belakang sambil mengamatinya di balik ilalang.
Di belakangnya lagi gadis-gadis bernyanyi seperti burung menyambut pagi.
Kini tangan siang hari yang perkasa terbaring di atas kota.
Tirai telah diselak dari jendela dan pintu pun terbuka.
Mata yang penat dan wajah lesu para penjahit telah siap di tempat kerjanya.
Mereka merasakan kematian telah melanggar batas kehidupan merka,
dan riak muka yang layu memamerkan ketakutan dan kekecewaan.
Di jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang tamak dan tergesa-gesa,
dan di mana-mana terdengar desingan besi, pusingan roda dan siulan angin.
Kota telah menjadi arena pertempuran di mana yang kuat menindas yang lemah,
dan si kaya mengeksploitasi dan menguasai si miskin.
Betapa indah hidup ini, cintaku...
seperti hati penyair yang penuh dengan cahaya dan kelembutan hati.
Dan betapa kerasnya hidup ini, cintaku....
seperti dada penjahat, yang berdebar-debar karena selalu merasa bimbang dan takut
No comments:
Post a Comment