Laman

Sunday, July 12, 2015

Ampun, Jiwaku!

Disadur dari :
Kumpulan Syair-syair Cinta Kahlil Gibran
Jadi bahan perenunganku
saat turun dari Gunung Bromo
Semoga Tuhan memberi padaku kemampuan untuk tetap bertahan dalam melayani Dia di tengah-tengah jemaat, walau aku harus menerima segala celaan dan hinaan.
Aku hanya menenangkan batinku: segala celaan dan hinaan adalah guru kebijaksanaan bagiku, agar aku sadar bahwa memang diriku lemah sehingga aku tidak sombongkan diriku.




Mengapa menangis, jiwaku?
Kau dapatikah kelemahanku?
Air matamu pedih melukai hati,
sebab kesalahan tidak kusadari.
Sampai kapan engkau meratapi diri?
Selain kata-kata tiada yang kumiliki,
'tuk mengartikan isyarat mimpi-mimpi,
hasrat keinginanmu atau petunjukmu.

Pandanglah aku, jiwaku!
Seluruh hidupku tercurah ajaranmu.
Betapa pahit deritaku,
mengikuti lika-liku langkahmu.
Hatiku semula megah bersemayam di singgasana,
tetapi kini meringkuk sebagai hamba sahaya.
Kesadaranku pernah menjadi sahabat setia,
sekarang berbalik memusuhi beta.
Keremajaanku dahulu harapanku,
tetapi sekarang mengancam kekuranganku.

Mengapa jiwaku, begitu banyak tuntutanmu?
Dan kusingkiri kesenangan duniawi,
dalam mengikuti petunjuk arah,
yang kau mestikan kuturuti.
Cobalah adil padaku,
atau panggil maut,
'tuk membebaskanku.
Sebab keadilan itu mahkotamu.

Ampun. jiwaku; ampuni aku!
Telah kau luputi aku dengan cinta-kasihmu,
hingga tak kuat lagi aku mendukungnya.
Kau dan cinta-kasih tak terpisahkan dalam daya,
hati dan pikiranku tak terpisahkan dalam kelemahan.
Kapan berakhirnya pergulatan,
antara kekuatan dan kelemahan?

Ampun jiwaku, ampun!
Telah kau tunjukkan kebahagiaan yang berada,
di luar jarak jangkauanku.
Kau dan bahagia,
tinggal di puncak gunung yang menjulang,
sedangkan sengsara dan diriku tergeletak bersama di dasar jurang.
Kapankah bertemu puncak gunung dengan dasar lembah dalam?

Ampuni aku jiwaku, ampun.
Telah kau perlihatkan padaku keindahan,
tetapi segera kau sembunyikan kembali.
Kau dan keindahan hidup dalam cahaya,
kebodohan dan aku terbelenggu bersama dalam kegelapan nyata.
Kapankah tertembus kegelapan oleh cemerlang cahaya?
Kegemilanganmu akan tiba bersama akhirat nanti,
dan kini kau mengungkapkannya sebagai pendahuluan.
Tetapi raga ini menderita bersama kehidupan.
Inilah jiwaku yang tidak kupahami.

Engkau bergegas terbang menuju alam keabadian,
tetapi raga ini hanya merangkak perlahan-lahan ke arah kehancuran.
Engkau tidak dapat menunggu sedangkan raga tidak dapat dipacu.
Inilah jiwaku tanggungan batinku.

Engkau begitu kaya dalam ilmu kebajikan,
tetapi raga ini lamban meraih pemahaman.
Engkau tidak menanggung kompromi,
sedangkan raga tidak dapat mengerti.
Inilah jiwaku, derita batinku.
Di kesunyian malam engkau mengunjungi,
sang kekasih, dan menikmati puncak-puncak kebahagiaan kebersamaan,
sedangkan raga ini tertinggal belaka,
terpanggang benturan dera antara harapan dan perpisahan.
Inilah jiwaku, ujung siksaan batinku.
Ampuni aku, jiwaku; ampun!

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love