Laman

Saturday, July 18, 2015

Mengalami dan Menikmati Damai Sejahtera

Khotbah Ibadah Hari Minggu
Tanggal 19 Juli 2015
Gereja Toraja Jemaat Samarinda

Bacaan Alkitab :
1). Mazmur 89 : 20 - 38
2). Efesus 2 : 11 - 22 (Bahan Utama)
3). Markus 6 : 30 - 34, 53 - 56


Pendahuluan/Pendalaman Kitab Efesus


Percayakah saudara-saudara bahwa Allah itu baik? Bahwa Ia mengerti akan segala persoalan hidup kita?
Saya yakin jika anda sedang dalam keadaan yang tenang dan tanpa masalah, maka saudara-saudara akan menjawab : "Ya.....Allah itu baik".
Tetapi coba jika keadaan tidak seperti yang anda inginkan, masihkah anda yakin bahwa Allah itu baik? Ketika anda sedang ada dalam keadaan yang terjepit atau dalam keadaan yang kurang beruntung, masih mungkinkah anda berkata Allah itu baik?
Masih yakinkah anda jika anda sedang mengalami sakit penyakit, dan segala upaya telah anda tempuh, dengan mengeluarkan dana yang tidak sedikit demi mendapatkan kesembuhan namun hasilnya sia-sia? Masih yakinkah anda bahwa Allah itu baik?
Atau ketika anda sedang bergumul dengan persoalan pekerjaan, anda sedang diperhadapkan dengan PHK tanpa mendapatkan pesangon, masih yakinkah anda bahwa Allah tetap baik dalam hidup anda?

Saya yakin jawaban anda akan lain? Atau bisa jadi anda tetap bertahan pada keyakinan anda bahwa Allah itu baik, tetapi sesungguhnya hati anda sedang memberontak dan mempertanyakan kasihNya. Bibir anda bisa saja berkata bahwa Allah itu baik, tetapi anda tidak dapat membohongi kata hati anda yang sedang menggugat Allah: Mengapa Tuhan aku harus mengalami hal ini? Mengapa harus aku, mengapa bukan orang lain?Saudara-saudara yang kekasih dalam Tuhan!
Surat Efesus dituliskan oleh Rasul Paulus ketika ia sedang ada di dalam penjara. Ia menuliskan suratnya ini untuk menjelaskan kepada Jemaat yang ada di Efesus tentang maksud Allah yang bersifat kekal yakni kasihNya di dalam Kristus untuk mendatangkan kebaikan dan damai sejahtera bagi yang percaya, dan sekaligus dorongan atau motivasi agar jemaat tidak melupakan panggilan hidup mereka yang paling hakiki yakni hidup dalam kesatuan, kasih dan kesucian.

Melalui suratnya ini, Paulus hendak meyakinkan jemaat bahwa Allah tidak akan pernah berubah dalam segala keputusanNya; sekali Ia mengatakan, "Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal", maka Ia tidak akan pernah melupakan hal tersebut. Dalam keadaan apa pun yang saudara dan saya alami, kasih Allah tidak akan pernah berubah. Dan saya mau mengatakan bahwa ketika keadaan tidak menguntungkan, maka sesungguhnya di sinilah Allah meletakkan batu uji, sejauh mana kadar kasih kita kepada Dia dan itu bukan berarti bahwa Ia tidak mempedulikan kita.
Paulus sesungguhnya mempunyai dasar atau alasan untuk meragukan janji itu. Ia telah berjuang dan mempertaruhkan hidupnya demi Injil. Tetapi apa yang ia dapatkan sebagai upah dari jerih payahnya karena Injil? Tidakkah ia menderita dan pada akhirnya menjadi seorang tawanan serta akhir dari kehidupannya sangatlah tragis, yakni dihukum pancung. Tetapi untuk semua penderitaan yang dialaminya, Paulus tidak pernah menggugat Allah. Justru ia bersyukur karena penderitaan itu sebagai kesempatan untuk turut merasakan penderitaan Kristus. Penderitaan bahkan kematian yang ada di depan mata Paulus, tidak pernah mematahkan keyakinannya bahwa "Allah itu baik".

Pendalaman Teks/Perikop

Di kalangan bangsa Israel (orang-orang Yahudi) telah tertanam sebuah konsep bahwa mereka adalah umat pilihan Allah. Status sebagai umat pilihan membuat mereka sangat sulit untuk menerima orang lain (non Yahudi) untuk masuk dalam komunitas mereka. Kalau pun orang Yahudi bersedia menerima orang-orang non Yahudi, maka ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yakni SUNAT dan hukum-hukum lainnya.

Konsep semacam ini turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Sejarah Gereja mula-mula. Orang-orang Kristen yang berlatar belakang Yahudi berusaha menerapkan aturan SUNAT yang menjadi ketetapan Taurat untuk menjadi syarat mutlak bagi orang-orang non-Yahudi masuk menjadi warga Gereja. Ada dinding pemisah antara warga Gereja yang berlatar belakang Yahudi dengan warga Gereja yang berlatar belakang non-Yahudi. Dan inilah yang menjadi cikal bakal perselisihan dalam Gereja. Itulah sebabnya Paulus merasa perlu untuk menjelaskan dalam suratnya ini tentang persatuan orang-orang Yahudi dan orang-orang non-Yahudi bahwa di dalam Kristus, tembok pemisah itu telah diruntuhkan. Pesan sentral surat ini adalah bahwa Kristus telah melakukan rekonsiliasi antara orang-orang Yahudi dengan orang-orang non-Yahudi ke dalam satu tubuh melalui karyaNya di kayu salib.

Sekarang umat yang telah didamaikan itu disebut kawan sewarga dan sekaligus menjadi anggota Kerajaan Allah (ayat 19). Sebagai anggota Kerajaan Allah maka mereka harus takluk pada ketentuan-ketentuan yang baru sehingga yang lama sudah berlalu atau tidak berlaku lagi. Sekali lagi ditengaskan bahwa di dalam Kristus, tidak ada lagi kelompok yang mengatas-namakan dirinya Yahudi atau pun non-Yahudi, yang ada adalah teman sewarga yakni Keluarga Allah.

Bagi Paulus, konsep ini sangat penting bagi setiap warga Gereja untuk mengalami dan menikmati apa yang disebut SHALOM. Jikalau kesatuan dan penyatuan di antara mereka tidak ada, maka adalah hal yang mustahil bagi mereka untuk menerima dan mengalami SHALOM yang dari Allah. Mazmur 133 dengan jelas dan tegas menekankan bahwa Hidup Rukun dan Damai atau Diam Bersama adalah kunci bagi umat untuk menerima berkat dari Tuhan. Dan Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa di mana ada dua atau tiga orang yang berkumpul di dalam namaKu, maka di sana Aku ada. Karena itu adalah sebuah kebodohan bagi setiap orang Kristen jikalau ia masih memandang muka. Orang-orang yang masih memandang muka sangat sulit untuk menerima orang lain apalagi mau memaafkan orang lain saat ia merasa dirinya disakiti. Untuk mereka yang seperti ini, jangan pernah berharap bahwa Shalom yang dari Allah akan menjadi bagian hidup anda, sebab hal itu hanya diberikan bagi mereka yang mengasihi sesamanya sama seperti ia mengasihi dirinya sendiri.

Saudara-saudara yang kekasih di dalam Kristus Yesus!
Allah telah mendamaikan kita dengan diriNya melalui pengorbanan Anak TunggalNya dan Ia mengutus kita untuk menjadi Juru Damai. Tugas menjadi Juru Damai memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal yang pertama harus kita kalahkan adalah "EGO" dan ini tidak mudah. Coba anda bayangkan, betapa sulitnya mengalahkan ego itu ketika kita harus mengorbankan diri kita demi keuntungan orang yang kita anggap sebagai musuh. Dan karena itu saya mau mengatakan bahwa orang yang mampu mengalahkan egonya, ia lebih dari pada seorang pahlawan. Orang-orang semacam ini tidak hanya menyenangkan hati Tuhan, tetapi lebih dari pada itu, ia menjadi alat di tangan Tuhan untuk membagikan SHALOM yang dari Allah bagi orang lain.

Refleksi

Salah satu tindakan yang dianggap sebagai kejahatan yang harus mendapat sanksi atau hukuman yang cukup berat adalah Prasangka Rasial. Dalam dunia Sepak Bola, hal ini sering terjadi. Seorang pesepak-bola akan mendapat hukuman yang cukup berat ketika melakukan tindakan rasial terhadap pemain lawan; entah itu lewat kata-kata atau lewat gerakan tubuh. Tindakan Rasial yang ia lakukan akan mendatangkan kerugian yang sangat besar bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk klub di mana dia bermain. Jangankan pemain, supporter pun ketika melakukan tindakan rasial akan mendapat hukuman, bahkan klub yang mereka dukung akan dibekukan sehingga keikut-sertaannya baik di kompetisi lokal maupun internasional dicoret. Prasangka Rasial tidak akan pernah mendatangkan damai sejahtera, justru yang terjadi adalah malapetaka.

Saudaraku.....
Allah tidak pernah melakukan perbedaan ataupun pembedaan di antara kita. Di mata Tuhan, tidak ada manusia lemah dan manusia unggul. Allah tidak pernah mengunggulkan sebuah kelompok tertentu, atau ras tertentu atau suku tertentu. Kalaupun Israel sampai dipilih Allah, itu bukan karena bangsa ini mempunyai nilai tambah dibandingkan bangsa-bangsa lainnya. Bahkan dalam Ulangan 9:6 dikatakan: "Ketahuilah bahwa bukan karena jasa-jasamu, Tuhan Allahmu memberikan kepadamu negeri yang baik itu untuk diduduki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk!". Jadi kalau pun Israel dipilih dan juga saudara dan saya dipilihNya, maka itu adalah sebuah "KASIH KARUNIA", dan maksud Allah memilih kita adalah supaya kita dipakaiNya untuk meruntuhkan tembok pemisah yang menghalangi SHALOM yang dari padaNya dialami bersama-sama.

Inilah hal yang terakhir yang saya hendak katakan: jika Allah tidak memandang muka, Ia tidak membeda-bedakan siapa pun; maka apa dasarnya kita memandang muka orang lain? Damai Sejahtera hanya mungkin saudara alami dan nikmati ketika anda melihat orang lain lebih penting sama pentingnya ketika anda melihat diri anda sendiri.
Tuhan Yesus, sumber damai sejahtera, memberkati saudara dan saya.....amin

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love