Sebuah Refleksi Pribadi
Kudedikasikan buat Kaum Hawa Indonesia
Dalam rangka memperingati Hari Kartini, 21 April 2016
Bacaan : 2 Yohanes 1 : 4 - 6
Ini sebuah kisah imajiner saya tentang seorang anak muda yang hendak melamar di sebuah perusahaan yang cukup bonafit. Untuk beberapa tahapan seleksi, ia dapat melaluinya dengan baik bahkan selalu keluar sebagai yang terbaik. Kini tiba tahapan yang terakhir, yakni wawancara dengan HRD.
HRD : Sesungguhnya anda memiliki kesempatan yang cukup besar untuk diterima bekerja di perusahaan ini. Tetapi masih ada satu hal yang kami butuhkan dari anda?.
Anak muda: Terima kasih pak. Saya akan memberikan yang terbaik buat perusahaan ini jika saya diberikan kesempatan untuk bekerja di sini. Kalau boleh saya tahu, apa yang masih perlu saya persiapkan?.
HRD : Perusahaan ini sangat membutuhkan orang-orang yang jujur. Apakah anda masih memiliki orangtua yang lengkap (ayah dan ibu)?.
Anak muda itu menundukkan kepala dan dengan nada suara yang pelan, ia pun berkata:
Anak muda: Sejak saya masih bayi, ayah saya meninggal dunia. Ibu saya dengan penuh kesabaran membesarkan saya. Tiap hari ia mencari nafkah sebagai seorang tukang cuci. Ia harus menempuh sekian kilometer setiap hari, dari pintu ke pintu rumah warga untuk menawarkan jasanya sebagai tukang cuci. Ia selalu menyisihkan pendapatannya untuk membiayai sekolah saya sampai saya meraih gelar kesarjanaan.
HRD : Jika demikian, pulanglah ke rumahmu. Temui ibumu dan bersihkan telapak kaki dan telapak tangannya. Minggu depan kamu kembali menemui saya dan ceritakan apa yang kamu rasakan.
Anak muda itu kembali ke rumahnya. Ia bersimpuh di bawah kaki ibunya dan memohon untuk membersihkan telapak kaki dan telapak tangan sang ibu. Anak muda itu seketika berderai airmata melihat telapak kaki yang tampak semaki keriput, retak-retak dan penuh bekas luka. Kaki yang setiap hari menempuh perjalanan panjang sekian kilometer, dari rumah ke rumah untuk menawarkan jasa sebagai tukang cuci. Ia kemudian meraih tangan sang ibu, diusapnya telapak tangan ibunya sambil terus berderai airmata. Telapak tangan yang kasar dan juga penuh bekas luka. Telapak tangan yang sekian tahun harus terus digerakkan demi menggapai sebuah mimpi.
Walau tangan itu kasar dan penuh bekas luka, namun tidak pernah berhenti membelai lembut rambut dan wajah anak semata wayang di kala malam semakin larut. Tangan yang juga menadah ke langit saat kusyuk berdoa berharap ridho Sang Khalik demi sebuah harapan.
Anak muda itu merasakan dan menyaksikan sebuah perjuangan tanpa kenal lelah; sang ibu telah mengorbankan kesenangannya dengan rela menanggung derita demi si buah hati. Anak muda itu merasakan dan menyaksikan sebuah CINTA yang sesungguhnya demi meraih harapan dan mimpi walau harus dibayar dengan harga yang mahal; luka dan airmata.
Di lubuk hati si anak muda itu, nuraninya berbisik lembut:
Betapa mulia pengorbananmu, IBU. Semua kau lakukan karena CINTA. Andai dunia ini dapat kugenggam, tak cukup untuk membalas kebaikanmu kepada anakmu ini. Hanya satu pintaku pada Tuhan: berikan aku kesempatan untuk terus memeluk IBU-ku dalam CINTA.
Seminggu kemudian, anak muda itu menemui sang HRD.
HRD : apa yang kamu saksikan dan yang kamu rasakan?.
Anak muda itu terdiam, ia tertunduk dengan deraian airmata. Tak lama kemudian dia pun mengungkapkan apa yang disaksikannya dan yang dirasakannya:
Anak muda : Di telapak kaki dan telapak tangan ibuku, aku menemukan CINTA yang sesungguhnya. Sebuah gambaran kasih sayang yang berselimutkan luka dan airmata demi meraih sebuah mimpi. Ia mengorbankan kesenangannya, waktunya, tenaganya dan pikirannya karena CINTA. Karena CINTA, ia mampu melintasi padang yang penuh onak dan duri. Ibu telah memberikan seluruh hidupnya demi meraih SORGA. Di telapak kaki dan telapak tangan ibuku, aku menemukan SORGA-ku.
HRD : sekarang anda telah belajar dari sebuah pengalaman tentang arti BEKERJA KARENA CINTA. Anda pantas untuk bekerja di perusahaan ini.
Saudaraku........
Tak ada sebuah kata yang ada dalam dunia ini yang menyimpulkan dengan sempurna tentang arti sebuah CINTA atau KASIH, selain kata ini: I B U. Kata ini adalah inti dari isi hati Tuhan: I Bless yoU. Dan inilah arti nama yang diberikan Adam kepada perempuan itu: HAWA - Ibu dari segala yang hidup (Kej. 3:20). Nama ini sangat tepat diberikan ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Dan kita tahu bahwa UPAH DOSA ADALAH MAUT. Jadi, hanya dengan kehadiran dan peran seorang IBU-lah, KEHIDUPAN menjadi mungkin; sehingga tanpa seorang ibu, yang ada hanyalah kematian. Tuhan pun menggambarkan dirinya seperti seorang IBU yang tidak akan pernah melupakan bayinya, dan seorang IBU yang akan tetap menyayangi anak dari kandungannya (Yes. 49:15).
Jikalau demikian adanya, maka hargailah IBU-mu.
Mengapa?
Karena dengan kehadiran dan perannya, maka Tuhan menghadirkan sorga dalam kehidupan anda.
Selamat menyatakan kasih sayang buat sang IBU.
(Tulisan ini kudedikasikan buat IBU-ku yang sudah sengat lanjut usia. Aku hanya berdoa, semoga Tuhan memberi kekuatan dan kesempatan hidup yang baik untuk menikmati kebersamaan dengan anak-anak, cucu-cucu dan cicit-cicitnya. Juga kupersembahkan buat sang isteri tercinta: Hermiaty Damma).
Kudedikasikan buat Kaum Hawa Indonesia
Dalam rangka memperingati Hari Kartini, 21 April 2016
Bacaan : 2 Yohanes 1 : 4 - 6
Ini sebuah kisah imajiner saya tentang seorang anak muda yang hendak melamar di sebuah perusahaan yang cukup bonafit. Untuk beberapa tahapan seleksi, ia dapat melaluinya dengan baik bahkan selalu keluar sebagai yang terbaik. Kini tiba tahapan yang terakhir, yakni wawancara dengan HRD.
HRD : Sesungguhnya anda memiliki kesempatan yang cukup besar untuk diterima bekerja di perusahaan ini. Tetapi masih ada satu hal yang kami butuhkan dari anda?.
Anak muda: Terima kasih pak. Saya akan memberikan yang terbaik buat perusahaan ini jika saya diberikan kesempatan untuk bekerja di sini. Kalau boleh saya tahu, apa yang masih perlu saya persiapkan?.
HRD : Perusahaan ini sangat membutuhkan orang-orang yang jujur. Apakah anda masih memiliki orangtua yang lengkap (ayah dan ibu)?.
Anak muda itu menundukkan kepala dan dengan nada suara yang pelan, ia pun berkata:
Anak muda: Sejak saya masih bayi, ayah saya meninggal dunia. Ibu saya dengan penuh kesabaran membesarkan saya. Tiap hari ia mencari nafkah sebagai seorang tukang cuci. Ia harus menempuh sekian kilometer setiap hari, dari pintu ke pintu rumah warga untuk menawarkan jasanya sebagai tukang cuci. Ia selalu menyisihkan pendapatannya untuk membiayai sekolah saya sampai saya meraih gelar kesarjanaan.
HRD : Jika demikian, pulanglah ke rumahmu. Temui ibumu dan bersihkan telapak kaki dan telapak tangannya. Minggu depan kamu kembali menemui saya dan ceritakan apa yang kamu rasakan.
Anak muda itu kembali ke rumahnya. Ia bersimpuh di bawah kaki ibunya dan memohon untuk membersihkan telapak kaki dan telapak tangan sang ibu. Anak muda itu seketika berderai airmata melihat telapak kaki yang tampak semaki keriput, retak-retak dan penuh bekas luka. Kaki yang setiap hari menempuh perjalanan panjang sekian kilometer, dari rumah ke rumah untuk menawarkan jasa sebagai tukang cuci. Ia kemudian meraih tangan sang ibu, diusapnya telapak tangan ibunya sambil terus berderai airmata. Telapak tangan yang kasar dan juga penuh bekas luka. Telapak tangan yang sekian tahun harus terus digerakkan demi menggapai sebuah mimpi.
Walau tangan itu kasar dan penuh bekas luka, namun tidak pernah berhenti membelai lembut rambut dan wajah anak semata wayang di kala malam semakin larut. Tangan yang juga menadah ke langit saat kusyuk berdoa berharap ridho Sang Khalik demi sebuah harapan.
Anak muda itu merasakan dan menyaksikan sebuah perjuangan tanpa kenal lelah; sang ibu telah mengorbankan kesenangannya dengan rela menanggung derita demi si buah hati. Anak muda itu merasakan dan menyaksikan sebuah CINTA yang sesungguhnya demi meraih harapan dan mimpi walau harus dibayar dengan harga yang mahal; luka dan airmata.
Di lubuk hati si anak muda itu, nuraninya berbisik lembut:
Betapa mulia pengorbananmu, IBU. Semua kau lakukan karena CINTA. Andai dunia ini dapat kugenggam, tak cukup untuk membalas kebaikanmu kepada anakmu ini. Hanya satu pintaku pada Tuhan: berikan aku kesempatan untuk terus memeluk IBU-ku dalam CINTA.
Seminggu kemudian, anak muda itu menemui sang HRD.
HRD : apa yang kamu saksikan dan yang kamu rasakan?.
Anak muda itu terdiam, ia tertunduk dengan deraian airmata. Tak lama kemudian dia pun mengungkapkan apa yang disaksikannya dan yang dirasakannya:
Anak muda : Di telapak kaki dan telapak tangan ibuku, aku menemukan CINTA yang sesungguhnya. Sebuah gambaran kasih sayang yang berselimutkan luka dan airmata demi meraih sebuah mimpi. Ia mengorbankan kesenangannya, waktunya, tenaganya dan pikirannya karena CINTA. Karena CINTA, ia mampu melintasi padang yang penuh onak dan duri. Ibu telah memberikan seluruh hidupnya demi meraih SORGA. Di telapak kaki dan telapak tangan ibuku, aku menemukan SORGA-ku.
HRD : sekarang anda telah belajar dari sebuah pengalaman tentang arti BEKERJA KARENA CINTA. Anda pantas untuk bekerja di perusahaan ini.
Saudaraku........
Tak ada sebuah kata yang ada dalam dunia ini yang menyimpulkan dengan sempurna tentang arti sebuah CINTA atau KASIH, selain kata ini: I B U. Kata ini adalah inti dari isi hati Tuhan: I Bless yoU. Dan inilah arti nama yang diberikan Adam kepada perempuan itu: HAWA - Ibu dari segala yang hidup (Kej. 3:20). Nama ini sangat tepat diberikan ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Dan kita tahu bahwa UPAH DOSA ADALAH MAUT. Jadi, hanya dengan kehadiran dan peran seorang IBU-lah, KEHIDUPAN menjadi mungkin; sehingga tanpa seorang ibu, yang ada hanyalah kematian. Tuhan pun menggambarkan dirinya seperti seorang IBU yang tidak akan pernah melupakan bayinya, dan seorang IBU yang akan tetap menyayangi anak dari kandungannya (Yes. 49:15).
Jikalau demikian adanya, maka hargailah IBU-mu.
Mengapa?
Karena dengan kehadiran dan perannya, maka Tuhan menghadirkan sorga dalam kehidupan anda.
Selamat menyatakan kasih sayang buat sang IBU.
(Tulisan ini kudedikasikan buat IBU-ku yang sudah sengat lanjut usia. Aku hanya berdoa, semoga Tuhan memberi kekuatan dan kesempatan hidup yang baik untuk menikmati kebersamaan dengan anak-anak, cucu-cucu dan cicit-cicitnya. Juga kupersembahkan buat sang isteri tercinta: Hermiaty Damma).
No comments:
Post a Comment