Sebuah Refleksi Pribadi
Persembahan Khusus Di Hari Pahlawan
Bacaan : Roma 15 : 1 - 13
Nast : ayat 7
"Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah".
Akhir-akhir ini sendi kehidupan bersama sebagai satu keluarga sedang diguncang oleh ketidak siapan menerima perbedaan, sehingga dalam kondisi seperti ini, Persaudaraan dan Persaudarian hanya dipahami dalam konsep "Keseragaman dan Kesamaan" dalam hal "Tampilan dan Rasa". Jika mindset anda sudah terbentuk seperti ini, maka sudah pasti bahwa sangat sulit bagi anda untuk menerima saya sebagai saudara anda dan anda akan memandang saya sebagai musuh yang harus anda singkirkan dari kehidupan bersama. Ketidaksiapan menerima perbedaan akan "menisbikan nilai atau makna kebersamaan", dalam artian bahwa "kebersamaan itu bergantung pada cara pandang masing-masing", dan hal ini akan berakibat pada "penistaan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an".
Dan saya mau menegaskan bahwa penistaan terhadap ke-Bhinneka Tunggal Ika-an adalah rujukan yang paling jelas bahwa kita telah melakukan sebuah tindakan yang tidak terpuji, yakni: "penistaan terhadap Agama", sebab agama apa pun senantiasa mengajarkan umatnya untuk menghargai nilai-nilai kemanusiaan, dan perbedaan adalah salah satu dari hakekat kemanusiaan itu sendiri. Mengapa? Sebab nature setiap orang adalah berbeda dengan orang lain, dan oleh perbedaan itulah, "Allah - Sang Khalik" merindukan terbangunnya komunikasi kemanusiaan yang tulus dan murni antar pribadi, tanpa harus saling melecehkan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya.
Saudaraku..................
Mari kita menelisik kembali perjalanan sejarah bangsa kita.
Tidakkah sejarah bersama mencatat bahwa bumi yang kita pijak ini dan sekaligus menjadi "Rumah Besar Bersama", adalah sebuah anugerah dari Sang Khalik yang dianyamNya dalam keaneka-ragaman suku, agama, ras dan bahasa. Dan oleh para pendahulu bangsa, hal ini telah menjadi semangat perjuangan untuk menghadapi kekuatan sang penindas yang berusaha memprorak-porandakan "Rumah Besar Bersama" dengan taktik "Devide et Impera", yakni sebuah taktik yang mengkombinasikan strategi Politik, Militer dan Ekonomi dengan tujuan mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara merombak Rumah Besar Bersama menjadi Rumah-rumah Kecil yang mudah ditaklukkan. Dan lewat tulisan ini saya mau tegaskan bahwa, oleh para pendahulu bangsa ini, Rumah Besar Bersama yang dihuni oleh keaneka-ragaman suku, agama, ras dan bahasa telah melahirkan Cultures of Indonesia yang sulit untuk dihancurkan, yakni: "Unity in Diversity", dan itulah makna "Bhinneka Tunggal Ika", yang di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur kemanusiaan, yakni membangun persaudaraan tanpa memperdebatkan perbedaan. Oleh karena itu, Rumah Besar Bersama telah menjadi harga mati bagi para pendahulu bangsa ini yang tidak boleh tidak, wajib dan atau harus dipertahankan serta dijunjung tinggi walau taruhannya adalah "Darah, harta dan Nyawa".
Saudaraku....
Saya tidak bertujuan untuk membuka forum diskusi tentang peristiwa Jumat - 4 November 2016. Hal tersebut bagi saya tidak akan memberi solusi untuk memperbaiki kembali bagian-bagian yang retak dari Rumah Besar Bersama. Saya hanya mau mengajak kita untuk sejenak (masing-masing) berefleksi tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk merubah maindset yang cenderung telah mengarah pada primordialime. Dan untuk saudara-saudara saya yang Kristiani, saya mengajak anda untuk kembali ke Khittah; kembali ke ajaran sahih (ajaran yang benar, sempurna, tidak bercela).
Dari sejak awal dunia tercipta, Allah tidak pernah menginginkan dan mengharapkan "kekacau-balauan (Ibr.: Tohu wabohu - Kej. 1:2)", tetapi yang dirindukan adalah "Keteraturan dan ketertiban (band: 1 Kor. 14:40 dan 2 Tim. 1:7)". Jiwa dari "Keteraturan dan Ketertiban" adalah: "diam bersama dengan rukun,..... sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya (Mzm. 133)".
Dari sini, kita dapat memahami apa maksud Yesus lewat perumpamaan dalam Mat. 13:36-43, ketika lalang tercabut maka kehidupan gandum pun akan tercabut. Jadi biarkanlah kehidupan bersama dalam perbedaan tumbuh baik, sebab akan tiba waktunya, pemisahan akan dilakukan bukan oleh manusia, tetapi oleh Tuhan sendiri. Alkitab mau menyadarikan kita tentang status keterpilihan sebagai Umat Yang Kudus, yakni: "untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar dari Dia (1 Ptr. 2:9), dan olehmu semua kaum di muka bumi akan beroleh berkat (Kej. 12:3)". Dan Yak. 2:9 menegaskan: "Tetapi, jika kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu (Hukum Kasih) menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran".
Ketahuilah, Tuhan mengutus GerejaNya di tengah-tengah realita perbedaan yang di dalamnya "HUKUM KASIH" harus ditegakkan. Menampik perbedaan tidak akan memberi ruang bagi Gereja untuk menjadi "Pelaku Kasih", dan lebih dari pada itu, akan membuat Gereja menjadi alat di tangan Iblis untuk menghancurkan kehidupan bersama dsengan menjadikan perbedaan sebagai sumber pertikaian dan permusuhan, sehingga Gereja menistakan hakekatnya sebagai "Pembawa dan Pembagi Berkat".
Karena itu tunjukkanlah kepada mereka di hadapan jemaat-jemaat bukti kasihmu (2 Kor. 8:24), dan marilah kita mengasihi dalam realita perbedaan, bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran (1 Yoh. 3:18). Ingat bahwa, Jemaat mula-mula disukai oleh banyak orang karena menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan berbagi kasih tanpa memandang muka.
Sebagaimana nast di atas, saya mau mengajak saudara:
"Terimalah satu akan yang lain seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah".
Selamat menikmati hidup yang damai dalam Rumah Besar Bersama, selamat merefleksikan nilai-nilai juang kemanusiaan para pendahulu bangsa kita.
Selamat merayakan Hari Pahlawan.
Ingat: "Kita Semua Bersaudara".
Tuhan Yesus memberkati.
Persembahan Khusus Di Hari Pahlawan
Bacaan : Roma 15 : 1 - 13
Nast : ayat 7
"Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah".
Akhir-akhir ini sendi kehidupan bersama sebagai satu keluarga sedang diguncang oleh ketidak siapan menerima perbedaan, sehingga dalam kondisi seperti ini, Persaudaraan dan Persaudarian hanya dipahami dalam konsep "Keseragaman dan Kesamaan" dalam hal "Tampilan dan Rasa". Jika mindset anda sudah terbentuk seperti ini, maka sudah pasti bahwa sangat sulit bagi anda untuk menerima saya sebagai saudara anda dan anda akan memandang saya sebagai musuh yang harus anda singkirkan dari kehidupan bersama. Ketidaksiapan menerima perbedaan akan "menisbikan nilai atau makna kebersamaan", dalam artian bahwa "kebersamaan itu bergantung pada cara pandang masing-masing", dan hal ini akan berakibat pada "penistaan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an".
Dan saya mau menegaskan bahwa penistaan terhadap ke-Bhinneka Tunggal Ika-an adalah rujukan yang paling jelas bahwa kita telah melakukan sebuah tindakan yang tidak terpuji, yakni: "penistaan terhadap Agama", sebab agama apa pun senantiasa mengajarkan umatnya untuk menghargai nilai-nilai kemanusiaan, dan perbedaan adalah salah satu dari hakekat kemanusiaan itu sendiri. Mengapa? Sebab nature setiap orang adalah berbeda dengan orang lain, dan oleh perbedaan itulah, "Allah - Sang Khalik" merindukan terbangunnya komunikasi kemanusiaan yang tulus dan murni antar pribadi, tanpa harus saling melecehkan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya.
Saudaraku..................
Mari kita menelisik kembali perjalanan sejarah bangsa kita.
Tidakkah sejarah bersama mencatat bahwa bumi yang kita pijak ini dan sekaligus menjadi "Rumah Besar Bersama", adalah sebuah anugerah dari Sang Khalik yang dianyamNya dalam keaneka-ragaman suku, agama, ras dan bahasa. Dan oleh para pendahulu bangsa, hal ini telah menjadi semangat perjuangan untuk menghadapi kekuatan sang penindas yang berusaha memprorak-porandakan "Rumah Besar Bersama" dengan taktik "Devide et Impera", yakni sebuah taktik yang mengkombinasikan strategi Politik, Militer dan Ekonomi dengan tujuan mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara merombak Rumah Besar Bersama menjadi Rumah-rumah Kecil yang mudah ditaklukkan. Dan lewat tulisan ini saya mau tegaskan bahwa, oleh para pendahulu bangsa ini, Rumah Besar Bersama yang dihuni oleh keaneka-ragaman suku, agama, ras dan bahasa telah melahirkan Cultures of Indonesia yang sulit untuk dihancurkan, yakni: "Unity in Diversity", dan itulah makna "Bhinneka Tunggal Ika", yang di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur kemanusiaan, yakni membangun persaudaraan tanpa memperdebatkan perbedaan. Oleh karena itu, Rumah Besar Bersama telah menjadi harga mati bagi para pendahulu bangsa ini yang tidak boleh tidak, wajib dan atau harus dipertahankan serta dijunjung tinggi walau taruhannya adalah "Darah, harta dan Nyawa".
Saudaraku....
Saya tidak bertujuan untuk membuka forum diskusi tentang peristiwa Jumat - 4 November 2016. Hal tersebut bagi saya tidak akan memberi solusi untuk memperbaiki kembali bagian-bagian yang retak dari Rumah Besar Bersama. Saya hanya mau mengajak kita untuk sejenak (masing-masing) berefleksi tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk merubah maindset yang cenderung telah mengarah pada primordialime. Dan untuk saudara-saudara saya yang Kristiani, saya mengajak anda untuk kembali ke Khittah; kembali ke ajaran sahih (ajaran yang benar, sempurna, tidak bercela).
Dari sejak awal dunia tercipta, Allah tidak pernah menginginkan dan mengharapkan "kekacau-balauan (Ibr.: Tohu wabohu - Kej. 1:2)", tetapi yang dirindukan adalah "Keteraturan dan ketertiban (band: 1 Kor. 14:40 dan 2 Tim. 1:7)". Jiwa dari "Keteraturan dan Ketertiban" adalah: "diam bersama dengan rukun,..... sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya (Mzm. 133)".
Dari sini, kita dapat memahami apa maksud Yesus lewat perumpamaan dalam Mat. 13:36-43, ketika lalang tercabut maka kehidupan gandum pun akan tercabut. Jadi biarkanlah kehidupan bersama dalam perbedaan tumbuh baik, sebab akan tiba waktunya, pemisahan akan dilakukan bukan oleh manusia, tetapi oleh Tuhan sendiri. Alkitab mau menyadarikan kita tentang status keterpilihan sebagai Umat Yang Kudus, yakni: "untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar dari Dia (1 Ptr. 2:9), dan olehmu semua kaum di muka bumi akan beroleh berkat (Kej. 12:3)". Dan Yak. 2:9 menegaskan: "Tetapi, jika kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu (Hukum Kasih) menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran".
Ketahuilah, Tuhan mengutus GerejaNya di tengah-tengah realita perbedaan yang di dalamnya "HUKUM KASIH" harus ditegakkan. Menampik perbedaan tidak akan memberi ruang bagi Gereja untuk menjadi "Pelaku Kasih", dan lebih dari pada itu, akan membuat Gereja menjadi alat di tangan Iblis untuk menghancurkan kehidupan bersama dsengan menjadikan perbedaan sebagai sumber pertikaian dan permusuhan, sehingga Gereja menistakan hakekatnya sebagai "Pembawa dan Pembagi Berkat".
Karena itu tunjukkanlah kepada mereka di hadapan jemaat-jemaat bukti kasihmu (2 Kor. 8:24), dan marilah kita mengasihi dalam realita perbedaan, bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran (1 Yoh. 3:18). Ingat bahwa, Jemaat mula-mula disukai oleh banyak orang karena menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan berbagi kasih tanpa memandang muka.
Sebagaimana nast di atas, saya mau mengajak saudara:
"Terimalah satu akan yang lain seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah".
Selamat menikmati hidup yang damai dalam Rumah Besar Bersama, selamat merefleksikan nilai-nilai juang kemanusiaan para pendahulu bangsa kita.
Selamat merayakan Hari Pahlawan.
Ingat: "Kita Semua Bersaudara".
Tuhan Yesus memberkati.
No comments:
Post a Comment