Laman

Tuesday, April 4, 2017

Iesus Nazarenus Rex Iudaeorum (INRI)

Sebuah Refleksi Pribadi
Hari Ke-29 Masa Pra Paskah
Bacaan : Yohanes 19:19-22
(Masale, 3 Maret 2017 - Pdt. Joni Delima)

Selamat pagi dan Shalom bagimu.
Kiranya kasih karunia Allah di dalam Yesus Sang Raja Agung melingkupi kehidupan anda sepanjang hari ini.

Saudaraku...
Apakah anda masih mengingat pelajaran sejarah waktu SMP dahulu?.

Apakah memori anda masih baik untuk mengingat salah seorang tokoh pejuang kemanusiaan yang memperjuangkan hak-hak kaum pribumi pada zaman Hindia Belanda?.

Dia adalah seorang berdarah Belanda-Indonesia; ayahnya asli Belanda dan ibunya asli pribumi. Ia rela meninggalkan kehidupan yany nyaman dan hidup berbaur dengan kaum pribumi yang menderita karena hak-hak mereka diberanggus bahkan dirampas. Ia mengorbankan jiwa raganya demi martabat bangsa Indonesia. Bersama dengan dua orang tokoh pribumi, -(Dr. Cipto Mangunkusumo dan KI Hadjar Dewantara)-, pada tgl. 25 Desember 1912 mendirikan Indischi Partij (Partai Hindia) yang merupakan partai pertama yang menentang pemerintahan Hindia Belanda yang menindas dan memeras kaum miskin, dan sekaligus partai pertama yang menuntut Indonesia Merdeka.

Siapakah dia?.

Dia adalah E.F.E. Douwes Dekker.
Dia adalah penulis novel Max Havelaar yang menceritakan tentang nasib buruk kaum pribumi di Lebak, Banten yang dijajah dan ditindas dengan sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel yang dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda - Johannes van den Bosch.

E.F.E. Douwes Dekker dikenal dengan nama keindonesiaannya: "Danudirja Setiabudi". Lewat tulisan-tulisannya yang menentang pemerintahan Kolonial Belanda, ia memakai nama samaran MULTATULI. Mulatatuli dalam bahasa Latin terdiri atas dua kata, yakni "MULTA" yang mengandung arti: BANYAK, dan "TULI" yang mengandung arti: MENDERITA. Jadi dengan menyebut dirinya MULTATULI maka Douwes Dekker menempatkan dirinya sebagai bahagian dari kehidupan kaum pribumi yang ditindas dan diperas. Multatuli melakukan perlawanan bukan dengan senjata, tetapi dengan DIAM sambil tangannya menulis kebenaran-kebenaran yang tidak terbantahkan.

Saudaraku...
Seperti kaum pribumi yang diwakili oleh Multatuli mengalami penderitaan karena sistem tirani yang kejam, demikian pula Yesus Sang Raja Agung mengalami, bahkan lebih daripada itu. Yesus Sang Raja Agung berhadapan dengan Mayority Role yang tidak menghendaki tatanan dunia baru yang ditawarkanNya. Dan dalam konteks ini, Ia tidak melakukan perlawanan secara frontal sama seperti nabi Elia seorang diri menghadapi Mayority Role - 450 nabi Baal di bukit Karmel. Dia adalah pilihan yang tepat bagiNya. Apapun alasan yang hendak disampaikan sebagai pembelaan, akan terbentur dengan tembok yang kokoh: "Salibkan Dia dan bebaskan Barabas".
Tidakkah kelompok mayoritas telah menjadi gambaran yang suram dari wajah kehidupan bangsa Indonesia sekaran ini, di mana kaum Mayoritas menganggap dirinya lebih benar dari pada kelompok lain. Konsep kebenaran menurut kelompok mayoritas adalah hukum mutlak yang harus dijunjung tinggi dan harus ditaati, sehingga setiap orang yang menentang atau melakukan perlawanan, maka orang tersebut dicap PEMBANGKANG alias PENGKHIANAT yang harus disingkirkan, bahkan kalau boleh "harus dihukum mati".

Saudaraku...
Sikap diam Yesus Sang Raja Agung bukan berarti KALAH. Ia sesungguhnya sedang memberi pelajaran yang sangat berharga: "Kejahatan tidak dapat dikalahkan dengan jalan kekerasan, tetapi kejahatan hanya mungkin ditaklukkan dengan ketulusan dan kebajikan". Dan inilah pengajaran yang ditulis dengan tinta sorgawi yang melebihi tinta emas: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang memfitnah kamu". Dan tulisan dengan tinta sorgawi inilah yang akan melahirkan pengakuan seperti tindakan Pilatus: "dan Pilatus menyuruh memasang juga tulisan di atas kayu salib itu, bunyinya: Yesus orang Nazaret, Raja orang Yahudi (Yoh. 19:19)".

Inilah kemenangan dari sikap diam Yesus Sang Raja Agung, dan kemenangan itu dinyatakan lewat pengakuan Kepala Pasukan Penyaliban: "Sungguh Ia ini Anak Allah (Mat. 27:54)"...ya, Kepala Pasukan Penyaliban itu mulai membaca dan mengerti kebenaran tulisan sorgawi, sehingga ia berkata: "sungguh, orang ini adalah orang benar (Luk. 23:47)".

Saudaraku...
Mungkin anda merasa sendiri.
Anda dipojokkan, dicemooh, dihina, dan difitnah. Bisa jadi segala bentuk kejahatan yang tidak anda lakukan justru dituduhkan pada anda. Anda mau melawan namun anda tidak berdaya. Tetapi saya sendiri sangat berharap jika anda mengalami hal demikian, agar anda menghadapi dengan kekuatan doa. Saya menganjurkan anda: "Jangan anda bertindak gegabah dengan melakukan perlawanan secara frontal. Itu sama saja menodai kebenaran yang ada pada diri anda. Hadapi semua dengan terus berbuat kebajikan, supaya dengan itu anda menumpuk bara api di atas kepala orang yang memfitnah anda".

Inilah kebenaran yang hakiki:
"Tetapi jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika seterumu haus, berilah dia minum. Dengan berbuat demikian kamu menumpuk bara api di atas kepalanya (Roma 12:20)".
Rajin berbuat kebajikan di tengah penolakan, akan membuat hidup anda memancarkan cahaya kemuliaan Allah, dan kata-kata ini pun akan tertuju pada diri anda: "sungguh orang ini adalah orang benar".

Selamat beraktivitas.
Tuhan Yesus memberkati.

(Catatan: Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love