Laman

Tuesday, May 30, 2017

Melihat Baru Percaya

Sebuah Refleksi Pribadi
Hari Keempat Minggu Paskah
(Sebuah catatan khusus bertepatan dengan Pemilukada Jakarta)

Bacaan : Yohanes 20:24-25
(Masale, 19 April 2017 - Pdt. Joni Delima)

Selamat pagi dan Shalom bagimu.
Mari kita mengambil saat yang teduh, sambil memohon: "Tuhan...selamatkanlah ibukota negara kami dari kebusukan para oknum yang haus kekuasaan lalu menghalalkan banyak cara untuk mencapai tujuan. Beri kuat untuk para pemimpin dan aparat (TNI - POLRI - PAN SWAKARSA). Beri damai untuk negeri kami...amin".

Saudaraku...
Sungguh sangat menyakitkan hati jika kita menyatakan sebuah kebenaran, -(dan itu adalah fakta yang kita alami dan saksikan dengan mata kepala sendiri)-, lalu ada seseorang yang justru menyatakan hal tersebut sebagai sebuah Kebodohan atau pun Kebohongan. Ya...tidakkah sebuah hal yang menyakitkan hati ketika kita lagi serius membahas sebuah fakta tiba-tiba ada seseorang yang mengatakan: "Emangnya Gue Pikirin".

Dalam hal inilah saya mau mengatakan bahwa kepribadian yang cuek pada sebuah kebenaran, -(dan kebenaran itu sesungguhnya tidak dapat dibantah)-, kepribadian seperti ini akan selalu ada dalam persekutuan atau dalam jemaat. Sikap dingin terhadap sebuah realita yang dialami orang lain akan tetap ada; dan ia baru percaya jika realita itu ia juga alami. Dan sehubungan dengan hal ini maka saya mau memunculkan istilah baru, yakni "Thomisme".
Thomisme adalah kepribadian yang sulit percaya tanpa ada bukti. Dan dari sisi Firman Tuhan, ini adalah penyakit kronis yang dapat melumpuhkan semangat untuk "Bersekutu, Bersaksi dan Melayani", tetapi sekaligus menjadi "Batu Uji" untuk menumbuhkan kesetiaan dan keteguhan Iman anda.

Coba bayangkan:
Orang yang terjangkiti virus Thomisme paling susah untuk bersama dengan orang lain dan susah untuk percaya pada kemampuan orang lain atau susah menerima ide orang lain. Orang yang terjangkiti virus Thomisme, susah diajak beradu ide, karena mereka suka yang Simple dan Realistis: "Ada bukit, itu baru disebut kebenaran".
Orang yang terjangkiti virus Thomisme memilih untuk diam daripada ribut untuk beradu argumentasi, namun dalam hatinya menggerutu, -(sesungguhnya tidak seperti ini, atau tidak seperti itu; semua bohong atau semua tidak benar)-, dan yang sudah masuk dalam kategori kronis adalah "mudah ngambek dan meninggalkan persekutuan lalu menganggap persekutuan yang ditinggalkannya itu tidak sehat lagi, -(padahal dirinya sendiri yang tidak sehat, bahkan imannya sedang sekarat).

Saudaraku...
Sesungguhnya Thomas yang disebut Didimus, -(sebuah sebutan yang mengandung arti: Putera Halilintar)-, adalah cermin dari persekutuan kita dalam konteks kekinian. Karena itu, kita tidak perlu merasa risih dengan keadaan yang ada. Justru panggilan kita adalah memilihkan keadaan mereka bukan dengan cara berkoia-koar dari mimbar, bukan dengan diskusi tematik, bukan dengan cara debat kusir; tetapi mereka BUTUH BUKTI dari pelayanan Gereja dan hal itulah yang harus kita nampakkan dan praktekkan dalam perbuatan; sehingga mereka akan berkata: "ya Tuhan, ya Allahku".

Thomas adalah kategori "Orang Sulit"; sulit bekerja sama, sulit berjalan bersama, sulit bersenda-gurau, sulit beradu ide. Tetapi mereka sangat diperlukan karena "Simple anda Realistis", tak banyak neko-neko; yang penting bukti langsung bertindak. Memang ini adalah penyakit persekutuan, tetapi tidak bisa tidan, akan tetap ada dalam persekutuan dan meeka juga dibutuhkan. Thomas adalah "Darah Putihnya Persekutuan" yang dibutuhkan untuk kekebalan atau daya tahan... ya, untuk melumpuhkan dampak yang ditimbulkan oleh penyakit "Sombong Iman = Fanatisme", tetapi kelebihan Thomas yang adalah Darah Putihnya Persekutuan pun akan berdampak buruk yang akan membuat persekutuan tidak lebih dari pada paguyuban yang bersifat duniawi. Karena itu, butuh hikmat untuk menetralisirnya.

Selamat untuk terus memaknai Paskah.
Tuhan memberkatimu.

(Catatan : Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love