Sebuah Perenungan bagaimana seekor Kerbau
bisa mati karena sebuah opini.
(Masale, 13 Oktober 2017 - Pdt. Joni Delima).
Disarikan dari: https://khsblog.net.
Telah mengalami penyempurnaan tanpa menghilangkan makna dari apa yang hendak disampaikan. Semoga ilustrasi ini bermanfaat bagi anda khususnya sebagai pengantar dalam khotbah.
Sehabis pulang dari sawah, kerbau merebahkan dirinya di kandang dengan wajah lelah dan nafas yang berat. Datanglah seekor anjing menghampirinya, kemudian kerbau berkata:
"Aaaah....temanku, aku sungguh lelah dan kalau boleh besok aku ingin istirahat sehari saja".
Anjing kemudian pergi dan di tengah jalan ia berjumpa dengan kucing yang sedang duduk di sudut tembok. Kemudian anjing berkata:
"Tadi saya bertemu dengan kerbau dan besok dia ingin beristirahat dulu. Sudah sepantasnya sebab boss memberi pekerjaan yang berat sesuai dengan ukuran tubuhnya dan kemampuannya".
Tak berapa lama, kucing pun beranjak dari tempatnya, lalu ia berjumpa dengan kambing. Kucing pun bercerita:
"Kerbau komplain boss kita karena boss memberi banyak kerjaan dan berat kepada kerbau, karena itu, besok kerbau tidak mau kerja lagi".
Tak berapa lama, sepeninggal si kucing, kambing bertemu dengan si ayam. Kambing pun bercerita:
"Kerbau tidak senang bekerja dengan boss lagi, mungkin ia merasa ingin mencari boss yang baru dengan pekerjaan yang baik dan ringan".
Si ayam pun pergi lalu bertemu dengan si monyet. Ayam pun bercerita kepada si monyet:
"Kerbau tidak akan bekerja lagi dengan si boss dan ia ingin kerja di tempat yang lain".
Saat makan malam tiba, monyet pun bertemu si boss lalu ia bercerita:
"Boss...si kerbau akhir-akhir ini telah berubah sifatnya. Ia ingin meninggalkan boss untuk kerja di boss yang lain".
Mendengar ucapan si monyet, sang boss kemudian marah besar. Dan tanpa bertanya terlebih dahulu, dia lalu mengambil pedang dan menyembelih si kerbau karena dinilai telah berkhianat kepadanya.
Sebuah Perenungan/Refleksi:
Coba anda perhatikan:
Ucapan sebenarnya dari mulut si kerbau adalah:
"Aah...temanku, aku sungguh lelah dan kalau boleh, besok aku ingin istirahat sehari saja".
Lewat beberapa teman, ucapan ini telah berubah dan sampai kepada sang boss menjadi:
"Boss...si kerbau akhir-akhir ini telah berubah sifatnya. Ia ingin meninggalkan boss untuk kerja di boss yang lain".
Saudaraku...
Seharusnya satu pembicaraan berhenti hanya sampai di telingan kita saja dan tidak usah sampai kepada telinga orang lain. Namun kecenderungan kita adalah, menceritakan kembali apa yang kita dengar dengan menambah dua atau tiga kata sehingga makna yang awal dari cerita itu menjadi kabur bahkan menjadi hilang. Jika kita tidak berhati-hati, maka apa yang kita ceritakan kepada orang lain, akan diteruskan lagi kepada orang yang berikutnya dengan menambah dua atau tiga kata baru sehingga semakin jauh dari makna awal dan pada akhirnya, si sumber cerita itu pun menjadi korban.
Melalui kisah ini kita diajar agar jangan cepat merespon sebuah cerita dengan menelan bulat-bulat atau percaya begitu saja sekali pun itu datang dari mulut orang yang sangat kita percayai. Segala sesuatu perlu check and recheck kebenarannya sebelum bertindak atau memutuskan sesuatu; perlu konfirmasi atau crosschek kepada sumbernya langsung.
Ingatlah bahwa kebiasaan meneruskan perkataan atau berita dari orang lain bahkan dengan menambah atau menguranginya dengan persepsi dan asumsi kita sendiri, bisa menimbulkan dampak yang sangat fatal. Tidakkah Alkitab mengatakan demikian:
"Demikian juga lidah, walau pun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar...tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan. Dengan lidah kita memuji Tuhan...dan dengan lidah kita mengutuki manusia (Yak. 3:5, 8-9)".
bisa mati karena sebuah opini.
(Masale, 13 Oktober 2017 - Pdt. Joni Delima).
Disarikan dari: https://khsblog.net.
Telah mengalami penyempurnaan tanpa menghilangkan makna dari apa yang hendak disampaikan. Semoga ilustrasi ini bermanfaat bagi anda khususnya sebagai pengantar dalam khotbah.
Sehabis pulang dari sawah, kerbau merebahkan dirinya di kandang dengan wajah lelah dan nafas yang berat. Datanglah seekor anjing menghampirinya, kemudian kerbau berkata:
"Aaaah....temanku, aku sungguh lelah dan kalau boleh besok aku ingin istirahat sehari saja".
Anjing kemudian pergi dan di tengah jalan ia berjumpa dengan kucing yang sedang duduk di sudut tembok. Kemudian anjing berkata:
"Tadi saya bertemu dengan kerbau dan besok dia ingin beristirahat dulu. Sudah sepantasnya sebab boss memberi pekerjaan yang berat sesuai dengan ukuran tubuhnya dan kemampuannya".
Tak berapa lama, kucing pun beranjak dari tempatnya, lalu ia berjumpa dengan kambing. Kucing pun bercerita:
"Kerbau komplain boss kita karena boss memberi banyak kerjaan dan berat kepada kerbau, karena itu, besok kerbau tidak mau kerja lagi".
Tak berapa lama, sepeninggal si kucing, kambing bertemu dengan si ayam. Kambing pun bercerita:
"Kerbau tidak senang bekerja dengan boss lagi, mungkin ia merasa ingin mencari boss yang baru dengan pekerjaan yang baik dan ringan".
Si ayam pun pergi lalu bertemu dengan si monyet. Ayam pun bercerita kepada si monyet:
"Kerbau tidak akan bekerja lagi dengan si boss dan ia ingin kerja di tempat yang lain".
Saat makan malam tiba, monyet pun bertemu si boss lalu ia bercerita:
"Boss...si kerbau akhir-akhir ini telah berubah sifatnya. Ia ingin meninggalkan boss untuk kerja di boss yang lain".
Mendengar ucapan si monyet, sang boss kemudian marah besar. Dan tanpa bertanya terlebih dahulu, dia lalu mengambil pedang dan menyembelih si kerbau karena dinilai telah berkhianat kepadanya.
Sebuah Perenungan/Refleksi:
Coba anda perhatikan:
Ucapan sebenarnya dari mulut si kerbau adalah:
"Aah...temanku, aku sungguh lelah dan kalau boleh, besok aku ingin istirahat sehari saja".
Lewat beberapa teman, ucapan ini telah berubah dan sampai kepada sang boss menjadi:
"Boss...si kerbau akhir-akhir ini telah berubah sifatnya. Ia ingin meninggalkan boss untuk kerja di boss yang lain".
Saudaraku...
Seharusnya satu pembicaraan berhenti hanya sampai di telingan kita saja dan tidak usah sampai kepada telinga orang lain. Namun kecenderungan kita adalah, menceritakan kembali apa yang kita dengar dengan menambah dua atau tiga kata sehingga makna yang awal dari cerita itu menjadi kabur bahkan menjadi hilang. Jika kita tidak berhati-hati, maka apa yang kita ceritakan kepada orang lain, akan diteruskan lagi kepada orang yang berikutnya dengan menambah dua atau tiga kata baru sehingga semakin jauh dari makna awal dan pada akhirnya, si sumber cerita itu pun menjadi korban.
Melalui kisah ini kita diajar agar jangan cepat merespon sebuah cerita dengan menelan bulat-bulat atau percaya begitu saja sekali pun itu datang dari mulut orang yang sangat kita percayai. Segala sesuatu perlu check and recheck kebenarannya sebelum bertindak atau memutuskan sesuatu; perlu konfirmasi atau crosschek kepada sumbernya langsung.
Ingatlah bahwa kebiasaan meneruskan perkataan atau berita dari orang lain bahkan dengan menambah atau menguranginya dengan persepsi dan asumsi kita sendiri, bisa menimbulkan dampak yang sangat fatal. Tidakkah Alkitab mengatakan demikian:
"Demikian juga lidah, walau pun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar...tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan. Dengan lidah kita memuji Tuhan...dan dengan lidah kita mengutuki manusia (Yak. 3:5, 8-9)".
No comments:
Post a Comment