Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-48 tanggal 17 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).
Censura Morum hari ke-4 Masa Pra Paskah.
Bacaan : Matius 5:17-20.
"...Jika kehidupan keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan Sorga".
Shabbath Shalom bagimu.
Semoga hari ini kehidupan anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Saya sangat tertarik dengan salah satu ungkapan bapak KH. Abdulrachman Wahid yang lebih dikenal dengan sapaan GUSDUR. Suatu ungkapan bak senjata yang siap memuntahkan pelurunya yang langsung menuju ke sasaran jantung spiritual saya. Gusdur mengatakan seperti ini:
"Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca kitab suci, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan ALLAH, tetapi Kitab Suci. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan ALLAH, tetapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan ALLAH, tetapi Moral. Per-TUHAN-kanlah ALLAH, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu memper-TUHAN-kan ALLAH, kamu harus menerima semua orang bahkan semua makhluk ciptaan ALLAH. Karena begitulah ALLAH".
Terus terang saudaraku...
Apa yang diungkapkan oleh Gusdur langsung tepat mengenai sasaran dari rasa spiritual saya, -(dan bisa jadi, rasa spiritual anda juga)-, karena sadar atau tidak sadar:
Terkadang kita menganggap kitab suci kita lebih agung dan mulia sehingga melecehkannya menjadi sebuah kesalahan yang tidak dapat diberi ampunan.
Terkadang kita menganggap diri kita lebih baik dan lebih benar dari pada orang lain, sehingga ketika kita dikoreksi, menjadi hal yang menyakitkan sehingga kita memandang orang lain sebagai musuh yang harus disingkirkan.
Terkadang kita merasa bahwa agama kita lebih benar dari pada agama orang lain, sehingga setiap orang yang berbeda keyakinan dengan kita kita pandang sebagai kaum kafir.
Terkadang kita merasa bahwa moral kita lebih mulia dari pada orang lain sehingga kita berusaha untuk membatasi diri bergaul dengan mereka yang kita cap sampah masyarakat.
Memang menjadi sesuatu yang aneh bahwa kita menyembah Allah yang menciptakan segala-galaNya dan mengasihi seluruh ciptaanNya, tetapi justru banyak dari kita yang mengklaim diri manusia beragama melakukan hal yang bertolak-belakang dengan yang dituntut oleh Allah. Tidakkah Allah menuntut supaya kita yang adalah manusia yang memper-TUHAN-kan ALLAH, serupa dengan ALLAH dalam satu hal, yakni "membuktikan praktek kehidupan agama yang benar", yakni hidup dalam CINTA-KASIH. Karena ALLAH memang seperti itu, sebab hakekatNya adalah KASIH.
Saudaraku...
Melalui firman Tuhan hari ini, kita mau disadarkan bahwa kefasihan dalam membaca dan menghafal firman Tuhan serta kehidupan ritual yang taat (tidak pernah melalaikan panggilan beribadah) memang baik di mata Tuhan dan hal tersebut adalah sebuah keharusan; tetapi bagi Tuhan Yesus belumlah sempurna. Apa yang tertulis dalam kitab suci dan ketaatan-ketaatan pada kegiatan ritual atau peribadahan harus mewujud dalam aktualisasi hidup bersesama; ya...rasa keagamaan menjadi sempurna ketika kita mempraktekkan dalam kehidupan konkrit di mana kita menghadirkan hakekat Allah dalam hidup bersesama; sehingga melalui kehidupan keseharian kita dalam bersesama, semua orang merasakan perjumpaannya dengan Allah.
Tidakkah hal ini yang ditekankan Tuhan Yesus saat Ia bersabda:
"Bukan setiap orang yang berseru-seru kepadaKu: Tuhan! Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga...Pada hari terakhir, banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itu Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan (Mat. 7:21-23)".
Jadi, rasa keagamaan yang benar adalah ketika kita mampu menjadikan kehidupan kita sebagai sarana yang membuat banyak orang menikmati dan merasakan kehadiran Allah. Rasa keagamaan yang benar adalah ketika kita mampu membuat orang lain menyadari dirinya sendiri sebagai makhluk yang mulia, yang olehnya semua orang terdorong untuk bersama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang menghargai kehidupan bersama, sebagaimana Tuhan sendiri menghargai kehidupan bahkan memberi hidupNya untuk menyelamatkan martabat kemanusiaan. Rasa keagamaan yang benar adalah ketika kita telah mampu menjadikan kehidupan kita menjadi berkat bagi orang lain. Rasa keagamaan yang benar adalah ketika KASIH dipandang sebagai sebuah keharusan yang mempersatukan dan mempersekutukan kepelbagaian, yang olehnya semua orang memandang sesamanya itu sama mulianya dengan dirinya sendiri.
Karena itu saudaraku...
Sudah benarkah kehidupan beragamamu selama ini?.
Sudah layakkan anda mengklaim diri anda sebagai manusia yang ber-TUHAN-kan ALLAH?.
Sudah pantaskah anda menyebut diri anda sebagai pewaris Kerajaan Sorga?.
Selamat bercensura morum.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.
(Masale, hari ke-48 tanggal 17 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).
Censura Morum hari ke-4 Masa Pra Paskah.
Bacaan : Matius 5:17-20.
"...Jika kehidupan keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan Sorga".
Shabbath Shalom bagimu.
Semoga hari ini kehidupan anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Saya sangat tertarik dengan salah satu ungkapan bapak KH. Abdulrachman Wahid yang lebih dikenal dengan sapaan GUSDUR. Suatu ungkapan bak senjata yang siap memuntahkan pelurunya yang langsung menuju ke sasaran jantung spiritual saya. Gusdur mengatakan seperti ini:
"Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca kitab suci, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan ALLAH, tetapi Kitab Suci. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan ALLAH, tetapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan ALLAH, tetapi Moral. Per-TUHAN-kanlah ALLAH, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu memper-TUHAN-kan ALLAH, kamu harus menerima semua orang bahkan semua makhluk ciptaan ALLAH. Karena begitulah ALLAH".
Terus terang saudaraku...
Apa yang diungkapkan oleh Gusdur langsung tepat mengenai sasaran dari rasa spiritual saya, -(dan bisa jadi, rasa spiritual anda juga)-, karena sadar atau tidak sadar:
Terkadang kita menganggap kitab suci kita lebih agung dan mulia sehingga melecehkannya menjadi sebuah kesalahan yang tidak dapat diberi ampunan.
Terkadang kita menganggap diri kita lebih baik dan lebih benar dari pada orang lain, sehingga ketika kita dikoreksi, menjadi hal yang menyakitkan sehingga kita memandang orang lain sebagai musuh yang harus disingkirkan.
Terkadang kita merasa bahwa agama kita lebih benar dari pada agama orang lain, sehingga setiap orang yang berbeda keyakinan dengan kita kita pandang sebagai kaum kafir.
Terkadang kita merasa bahwa moral kita lebih mulia dari pada orang lain sehingga kita berusaha untuk membatasi diri bergaul dengan mereka yang kita cap sampah masyarakat.
Memang menjadi sesuatu yang aneh bahwa kita menyembah Allah yang menciptakan segala-galaNya dan mengasihi seluruh ciptaanNya, tetapi justru banyak dari kita yang mengklaim diri manusia beragama melakukan hal yang bertolak-belakang dengan yang dituntut oleh Allah. Tidakkah Allah menuntut supaya kita yang adalah manusia yang memper-TUHAN-kan ALLAH, serupa dengan ALLAH dalam satu hal, yakni "membuktikan praktek kehidupan agama yang benar", yakni hidup dalam CINTA-KASIH. Karena ALLAH memang seperti itu, sebab hakekatNya adalah KASIH.
Saudaraku...
Melalui firman Tuhan hari ini, kita mau disadarkan bahwa kefasihan dalam membaca dan menghafal firman Tuhan serta kehidupan ritual yang taat (tidak pernah melalaikan panggilan beribadah) memang baik di mata Tuhan dan hal tersebut adalah sebuah keharusan; tetapi bagi Tuhan Yesus belumlah sempurna. Apa yang tertulis dalam kitab suci dan ketaatan-ketaatan pada kegiatan ritual atau peribadahan harus mewujud dalam aktualisasi hidup bersesama; ya...rasa keagamaan menjadi sempurna ketika kita mempraktekkan dalam kehidupan konkrit di mana kita menghadirkan hakekat Allah dalam hidup bersesama; sehingga melalui kehidupan keseharian kita dalam bersesama, semua orang merasakan perjumpaannya dengan Allah.
Tidakkah hal ini yang ditekankan Tuhan Yesus saat Ia bersabda:
"Bukan setiap orang yang berseru-seru kepadaKu: Tuhan! Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga...Pada hari terakhir, banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itu Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan (Mat. 7:21-23)".
Jadi, rasa keagamaan yang benar adalah ketika kita mampu menjadikan kehidupan kita sebagai sarana yang membuat banyak orang menikmati dan merasakan kehadiran Allah. Rasa keagamaan yang benar adalah ketika kita mampu membuat orang lain menyadari dirinya sendiri sebagai makhluk yang mulia, yang olehnya semua orang terdorong untuk bersama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang menghargai kehidupan bersama, sebagaimana Tuhan sendiri menghargai kehidupan bahkan memberi hidupNya untuk menyelamatkan martabat kemanusiaan. Rasa keagamaan yang benar adalah ketika kita telah mampu menjadikan kehidupan kita menjadi berkat bagi orang lain. Rasa keagamaan yang benar adalah ketika KASIH dipandang sebagai sebuah keharusan yang mempersatukan dan mempersekutukan kepelbagaian, yang olehnya semua orang memandang sesamanya itu sama mulianya dengan dirinya sendiri.
Karena itu saudaraku...
Sudah benarkah kehidupan beragamamu selama ini?.
Sudah layakkan anda mengklaim diri anda sebagai manusia yang ber-TUHAN-kan ALLAH?.
Sudah pantaskah anda menyebut diri anda sebagai pewaris Kerajaan Sorga?.
Selamat bercensura morum.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Thanks pak pen.
ReplyDelete