Laman

Monday, February 19, 2018

Yang Baik Itu Terhilang dan Yang Jahat Justru Ditemukan

Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-50 tanggal 19 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).

Censura Morum hari ke-5 Masa Pra Paskah.

Bacaan : Lukas 15:25-32.

"Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembeli anak lembu tambun itu untuk dia (Luk. 15:29-30".

Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Massiach.
Semoga hari ini kehidupan anda diberkati Tuhan.

Saudaraku...
Kecenderungan setiap kita dalam menilai seseorang itu baik atau tidak baik adalah melalui tampilan dan tutur bahasanya. Dan jujur harus diakui bahwa apa yang ditangkap oleh indera kita itulah yang menjadi standar untuk menentukan bahwa si A adalah pribadi yang baik sehingga layak untuk dijadikan teman atau sahabat; sedangkan si B adalah pribadi yang jahat dan karena itu tidak pantas mendapat tempat di hati kita dan tidaklah salah jika dia disingkirkan dari kehidupan bersama.

Dan pengalaman pelayanan saya memberikan fakta bahwa apa yang kelihatannya baik, tidak selamanyanya hal itu benar; sedangkan apa yang tampak di depan mata saya sangat tidak baik, justru di dalamnya tersimpan rapi apa yang disebut kebenaran. Dan benarlah Alkitab memberikan gambaran tersebut: ketika Lot melayangkan pandangannya ke lembah Yordan, maka tampaklah sebuah negeri yang baik, subur dan sudah barang tentu menjanjikan masa depan. Lot memandang daerah itu seperti Taman Tuhan. Tetapi apa yang kelihatannya menarik dan mempesona itu, justru di situlah tersimpan kebusukan dan kebobrokan moral (Band. Kej. 13:10-11).

Karena itu, hati-hati dengan tipuan karena sebuah Casing; sebab yang sangat menentukan adalah isinya. Jadi jangan anda cepat menilai orang karena penampilan dan tutur bahasanya, jika anda tidak mau kecewa pada akhirnya. Casing boleh mempesona, tetapi yang lebih utama adalah isi yang ada di dalamnya.

Saudaraku...
Bisa jadi anda sangat menyukai perumpamaan Tuhan tentang "Anak Yang Hilang". Saya sendiri jujur mau mengatakan bahwa perumpamaan ini menjadi favorit yang selalu mengantar dan membangkitkan rasa spiritual saya untuk menggambarkan hakekat Allah yang sesungguhnya. Namun sangat disayangkan, terkadang kita hanya memahami bahwa perumpamaan ini hanya tertuju pada salah satu anak saja yang kemudian disebut "HILANG", yakni si "Bungsu". Pada hal kisah ini masih berlanjut dan sangat menarik akhir dari kisah ini bahwa ternyata yang ter-HILANG bukanlah si BUNGSU, tetapi si SULUNG.

Dan di sini saya hanya mau mengingatkan bahwa posisi si SULUNG bukanlah orang lain, tetapi diri anda dan saya. Ya...diri kita sendiri yang selalu merasa sudah menjadi "Orang Baik", karena kita sudah berusaha hidup sesuai dengan tuntutan keberagamaan. Kita sangat rajin melayani, sudah rajin berdoa, rajin membaca Alkitab, rajin mengikuti ibadah ini dan itu, tidak mencuri, tidak berbohong, tidak melakukan ini dan itu yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan juga bertolak belakang dengan firman Tuhan.

Boleh jadi anda bertanya dalam hati: mengapa sampai bisa pak pendeta berkesimpulan seperti itu?.

Saya tidak mau berdebat tentang hal ini, tetapi saya justru mengajak saudara untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri. Ya...justru saya mau mengajak anda untuk balik bertanya pada diri sendiri dengan mengatakan:
Dalam kondisi yang bagaimana, sehingga saya dapat dikategorikan sebagai "Anak Yang Hilang"?.

Saudaraku...
Ada beberapa catatan dari bagian firman Tuhan yang bisa saja membuat anda masuk dalam kategori "Anak Yang Hilang":

Pertama: Marah karena merasa dibeda-bedakan.
Simpulan dari si Sulung bahwa dirinya dibedakan dengan si Bungsu adalah ketika sang bapa mengadakan pesta penyambutan. Si Sulung merasa bahwa bapanya sudah tidak berlaku adil lagi, sebab pikirnya, adiknya itu telah membawa aib keluarga; dan karena itu, tidaklah pantas untuk melakukan sebuah acara pesta. Hati si Sulung menjadi panas dan ia mara besar dengan tidak mau lagi kembali ke dalam rumah.

Tentu apa yang dilakukan oleh sang bapa tedik lebih dari "Bahasa Kasih", tetapi hal tersebut dinilai salah oleh si Sulung. Sikap yang dipertontonkan oleh si Sulung sama seperti apa yang dipertontonkan oleh nabi Yunus ketika Tuhan membatalkan hukumanNya atas kota Ninewe. Tentu sikap seperti ini bertolak belakang dengan hakekat Allah yang sesungguhnya yang adalah "KASIH".

Karena itu, melalui kisah ini hendak menyadarkan kita sebagai anak-anak Allah untuk juga mempertontonkan karakter Sang Bapa dalam menyambut orang lain yang tersesat, untuk selanjutnya menuntun mereka ke jalan yang benar. Tetapi jika kita tidak menunjukkan karakter yang demikian, kita telah membiarkan hidup kita dibelenggu oleh AMARAH, dan hal ini akan membuat kita sulit untuk melihat kebenaran pada diri orang lain, dan juga kebenaran yang diberikan oleh Allah melalui tindakan "PengampunanNya". Sekalipun kita mengklaim diri kita sebagai anak-anak Allah, jika hati kita masih diliputi amarah, maka sesungguhnya kita adalah orang-orang yang terhilang dalam Rumah Sang Bapa.

Kedua: Motivasi yang salah dalam melayani.
Memang benar bahwa Tuhan sangat senang jika kita memberi hidup kita untuk melayani; tetapi jika motivasi untuk melayani itu adalah untuk mendapat sanjungan; maka hal tersebut salah besar dalam pandangan Tuhan. Ketika anda memperhatikan dengan seksama sikap si Sulung, maka nampak jelas bahwa ia menuntut balasan dari apa yang sudah ia lakukan: "telah bertahun-tahun aku melayani bapa, dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa berikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku".

Kita harus menyadari bahwa panggilan pelayanan bukanlah untuk mendapatkan ini dan itu sebagai balasan atas jerih-lelah kita, tetapi lebih mengarah pada "Penyelenggaraan Jiwa", di mana kita memberi diri kita untuk keselamatan dan kebaikan orang lain. Seharusnya si Sulung melihat bahwa apa yang diperbuat oleh sang bapa adalah bagian dari pesta kehidupan di mana si Bungsu telah mati namun hidup kembali; dan karena itu ia harus mengambil bagian di dalamnya. Bukan sebaliknya, bersikap eksklusive (tertutup atau mengurung diri) untuk merayakan pesta dengan orang-orang yang dipandang layak atau selevel dengannya lalu menyingkirkan orang-orang yang dianggap tidak layak karena mereka kotor, dekil dan berdosa.

Sekalipun kita mengklaim diri kita sebagai anak-anak Allah, jika motivasi kita salah dalam melayani, maka kita adalah orang-orang yang terhilang dalam Rumah Sang Bapa.

Ketiga: Meninggikan diri dan menjelekkan orang lain.
Motivasi yang salah dalam melayani akan membentuk karakter yang salah dalam melihat dan menilai orang lain. Meninggikan Diri atau Sikap Sombong cenderung membuat kita begitu mudah untuk menjelek-jelekkan orang lain dan menganggap diri kita bersih dan tidak bercacad. Hal inilah yang kemudian dipertontonkan oleh si Sulung: "Baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur". Ya...si Sulung menilai si Bungsu telah hidup berfoya-foya, hidup dalam kekotoran dan kenanjisan; karena itu, sesungguhnya dia tidak pantas untuk dikasihani.

Melalui firman ini kita disadarkan tentang kecenderungan hati kita yang begitu mudah melihat kesalahan orang lain lalu membesar-besarkannya; sedangkan pada sisi yang lain kita tidak menyadari bahwa ada juga kesalahan besar yang melekat pada diri sendiri. Kita disadarkan tentang sikap yang begitu  mudah menghakimi sesama, padahal diri kita pun tidak luput dari penghakiman juga.

Dan saya hanya mau mengatakan bahwa siapapun kita, ketika kita meninggikan diri maka kita tidak akan pernah mengenal diri kita yang sesungguhnya; dan sangat sulit kita menemukan kesalahan-kesalahan yang melekat pada diri kita sendiri. dan tinggal menunggu waktu, kita sedang menggali lbang kehancuran bagi diri sendiri karena kesombongan itu. Dalam hal inilah maka benar apa yang dikatakan Tuhan Yesus: "Barangsiapa yang meninggikan diri, dia akan direndahkan, tetapi barangsiapa yang merendahkan diri, maka dia akan ditinggikan".

Karena itu, sekalupun kita mengklaim diri kita sebagai anak-anak Allah, jika kita meninggikan diri dan selalu menjelek-jelekkan orang lain, maka kitalah orang-orang yang terhilang di dalam Rumah Sang Bapa.

Dengan demikian, maka benar bahwa si Sulung ini terlihat baik, namun ternyata dialah sesungguhnya yang terhilang; sedangkan si Bungsu yang nampaknya tidak terlihat baik, -(atau tepatnya; hidup si Bungsu ini jahat)-, justru dialah yang mendapat kasih karunia dan ada dalam Rumah Sang Bapa.

Selamat bercensura morum.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love