Laman

Tuesday, February 20, 2018

Tetanggaku Adalah Sama Dengan Diriku

Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-51 tanggal 20 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).

Censura Morum hari ke-6 Masa Pra Paskah.

Bacaan : Lukas 10:25-37.

"Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: Dan siapakah sesamaku manusia?....Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu? Jawab orang itu: orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya. Kata Yesus kepadanya: pergilah, dan perbuatlah demikian! (Luk. 10:29, 36-37)".

Shalom bagimu.
Kiranya hari ini kehidupan anda diberkati oleh Tuhan.

Saudaraku...
Suka atau tidak suka, saya mau mengatakan hal ini kepada anda bahwa selalu saja ada kecenderungan dalam hati anda untuk membatasi pergaulan atau pertemanan hanya dengan orang-orang yang seide atau sejalan dengan pikiran dan selera anda, bukan? Untuk mereka yang suka merecoki atau dalam istilah psikologi "Orang-orang Sulit"; sulit diajak bicara, sulit diajak kerjasama, sulit memahami orang lain, sulit untuk berbagi dan sulit yang lainnya, maka tentu anda akan berusaha sebisa mungkin untuk menghindarinya, bukan?

Dalam konteks seperti inilah mindset orang-orang Yahudi terpola dan sangat sulit untuk diubah, sama sulitnya untuk menguraikan benang yang sudah kusut dan yang terikat satu dengan yang lainnya. Orang Yahudi memahami bahwa perintah: "Kasihilah sesamamu manusia" hanyalah berlaku atau sebatas kelompok mereka saja; ya...kata "Sesama" itu bagi orang Yahudi adalah sesama orang Yahudi saja orang-orang yang seide dan sejalan saja. Dan untuk mereka yang tidak sejalan mendapat lebel "Goyim = Kafir" yang patut untuk dijauhi atau dihindari.

Dalam etimologi bahasa Indonesia pun dapat diuraikan arti "Sesama" itu sebagai satu kesamaan (se = satu, sama = persis, serupa atau tidak berbeda dan tidak bertolak-belakang). Jadi "Sesama" mengandung arti: "orang yang seide, atau orang yang sejalan, atau orang yang tidak berbeda arah dan tujuan". Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan arti "Sesama" itu adalah "Segolongan".

Saudaraku...
Dengan tepat Tuhan Yesus mengangkat perumpamaan tentang Orang Samaria Yang Baik Hati dengan maksud meluruskan pandangan orang Yahudi yang dianggap sudah sesat. Perumpamaan ini hendak menelanjangi kecenderung setiap orang untuk hidup dan bergaul dengan orang-orang tertentu yang dipandang selevel atau sama tingkatan serta sejalan dengan ide-ide mereka, sedangkan mereka yang tidak selevel atau tidak sama tingkatan atau tidak sejalan dan tidak seide adalah orang lain atau orang asing, atau lebih tepatnya "MUSUH".

Dan tepat pula bahwa Alkitab atau secara khusus penulis kitab Injil Lukas mempergunakan kata bahasa Yunani: "Plesion" yang kemudian dalam KJV (Alkitab terjemahan King James Version) diterjemahkan dengan kata "Neighbour". Kata ini jika dialih-bahasakan ke dalam bahasa Indonesia maka mengandung arti : "Tetangga". Kata ini tidak menunjuk pada kedekatan dan kesamaan emosional, tetapi lebih pada kedekatan kehidupan berinteraksi (sosial) yang tidak dibatasi oleh sekat atau tembok pemisah.

Dalam kaitan dengan hal ini maka penting untuk digumuli bersama bahwa:
Mengapa Yesus mengambil sampel "Orang Samaria"?.
Mengapa Yesus kemudian memperbandingkan "Orang Samaria" dengan seorang "Imam Yahudi" dan "Seorang Lewi"?.

Saudaraku...
Orang Samaria dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai warga kelas dua. Orang Samaria kerap diremehkan atau dipandang hina oleh orang Yahudi; padahal mereka itu adalah bertetangga dan notabene adalah keturunan Abraham, Ishak dan Yakub; yakni 10 suku Israel yang ada di Utara.

Mengapa demikian?.

Hal ini bermula dari peristiwa pembuangan 10 suku yang ada di utara ke Asyur, di mana hanya kaum lelaki saja yang mengalaminya, sehingga kaum wanitanya kemudian kawin-mawin dengan bangsa-bangsa lain terutama lelaki-lelaki Asyur yang menetap di Samaria dan kota-kota lain dari ke-10 suku yang ada di Utara. Berangkat dari pengalaman ini maka bangsa yang ada di Selatan yang kemudian dikenal sebagai orang Yahudi (Keturunan Yehuda) memandang saudaranya itu hina dan tak pantas lagi untuk mewarisi janji Abraham.

Namun pun orang Samaria tidak dianggap sebagai sesama bagi orang Yahudi, tetapi orang Samaria dalam kisah ini memandang orang Yahudi sebagai sesamanya. Meskipun orang Samaria tidak mendapat tempat di hati orang Yahudi, namun di hati orang Samaria yang satu ini tetap tersedia tempat di hatinya untuk orang Yahudi. Sekalipun orang Samaria dipandang sebagai musuh oleh orang Yahudi, namun orang Samaria memandang orang Yahudi sebagai saudara. Penderitaan yang dialami orang yang dirampok itu, bagi orang Samaria yang satu ini, hal tersebut telah meruntuhkan sekat atau tembok primordialisme antara Samaria dan Yehuda.

Dan betapa sangat kontras dengan yang terjadi pada kedua orang yang notabene memiliki pengetahuan yang begitu tinggi dan dipandang sebagai pemegang kunci rahasia tentang kehidupan kekal. Yang satunya adalah Imam dan yang seorang lagi adalah orang Lewi. Keduanya adalah orang-orang yang bergelut dengan hukum-hukum Tuhan setiap hari; tapi sangat disayangkan dalam praktek kehidupan keseharian, tidak ada sedikitpun rasa empati terhadap kondisi orang lain yang menderita, padahal yang menderita itu adalah bagian dari kehidupannya. Kedua orang ini tahu tentang perintah "Mengasihi", tetapi tangan mereka terlalu berat terulur memberikan pertolongan, sebab mereka tidak siap untuk menanggung konsekwensi dari sikap mengasihi itu dengan mengorbankan waktu mereka, tenaga mereka, dan harta benda mereka untuk mengangkat derajat sesamanya yang menderita.

Saudaraku....
Jika kita benar-benar memandang orang lain sebagai sesama kita manusia, maka kita harus siap menanggung resiko dari hal tersebut; yakni berkorban waktu, tenaga, pikiran bahkan materi. Kehidupan bersesama bukan soal perkara emosional, bukan pula soal mencari popularitas dengan aktualisasi diri; tetapi menyangkut interaksi kehidupan yang dibangun dalam sikap saling menghargai. Dan itulah kehidupan bertetangga; dan ketika anda menyambut kehidupan yang demikian, maka anda sedang menyambut diri anda sendiri.

Karena itu saudaraku...
Saya sangat respek dengan anda apabila anda tidak memandang diri saya sebagai orang asing dalam hidup anda. Saya sangat menaruh hormat kepada anda jika anda sedikit saja, -(tidak perlu banyak)-, untuk menyatakan sikap yang peduli atau sikap berempati terhadap mereka yang hidup dalam kekurang-beruntungan dan menghargai kehidupan orang yang dipandang hina oleh dunia ini. Saya akan salut terhadap sikap iman anda jika anda membuktikan itu dengan mempedulikan orang-orang yang tidak dipedulikan oleh sesamanya, dan mengulurkan tangan untuk mengangkat mereka yang hidup dalam keterpurukan. Saya merasa memandang wajah Tuhan di wajah anda jika anda sungguh-sungguh menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan dengan menghargai kebertetanggaan sebagai kebutuhan yang mendesak; ya...dengan mengatakan: "Saudaraku yang paling dekat dalam kehidupanku adalah tetanggaku:...TETANGGAKU ADALAH SAMA DENGAN DIRIKU".

Selamat bercensura morum.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.

4 comments:

  1. Amin...Amin...Amin...
    Kita pengikut Kristus sepatutnya bersikap peduli/ empati terhadap mereka yang hidup dalam kekurang - beruntungan.
    Trima kasih atas refleksinya.
    TYM .

    ReplyDelete
  2. Semoga aku dimampukan hidup bertetangga dengan baik! Amin.

    ReplyDelete
  3. Semoga lewat prapaskah kita betul2 intropeksi diri dalam mengikut Tuhan...

    ReplyDelete
  4. Semoga memjadi berkat bagi banyak org.

    ReplyDelete

Web gratis

Web gratis
Power of Love