Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-128 tanggal 8 Mei 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan : Kisah Para Rasul 23:12-22.
"...kami telah bersumpah, bahwa kami tidak akan makan atau minum, sebelum kami membunuh Paulus. Karena itu hendaklah kamu bersama-sama dengan Mahkamah Agama menganjurkan kepada kepala pasukan, supaya ia menghadapkan Paulus lagi kepada kamu, seolah-olah kamu hendak memeriksa perkaranya lebih teliti, dan sementara itu kami telah siap sedia untuk membunuh dia sebelum ia sampai kepada kamu. Akan tetapi kemenakan Paulus, anak saudaranya perempuan, mendengar tentang penghadangan itu. Ia datang ke markas dan setelah diizinkan masuk, ia memberitahukannya kepada Paulus (Kis. 23:14b-16)".
Shalom Aleichem b'shen Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera bagimu di dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Mungkin anda pernah merasa tidak respek pada seseorang karena anda memandang yang bersangkutan tidak mungkin memberikan konstribusi yang besar bagi kehidupan anda. Tentu hal itu tidak menjadi soal bagi diri anda, bukan? Tetapi bagaimana jadinya jika anda pada posisi sebaliknya? Bagaimana perasaan anda jika ada orang yang sama sekali tidak menaruh respek sedikitpun pada anda dan bahkan sangat memandang rendah diri anda? Tentu suasana batin anda tidak akan tenang dan tenteram, bukan?
Dan jujur saya mau mengatakan bahwa saya pun pernah beberapa kali diperlakukan sebagai orang yang tidak mungkin dapat memberikan pertolongan kepada seorang yang memang sangat berpengaruh di tengah-tengah jemaat. Bahkan di depan orang banyak, telunjuknya mengarah kepada saya sambil mengatakan sesuatu yang meremehkan diri saya. Namun demikian, saya tetap menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar, karena saya sendiri tidak memiliki dasar untuk mengklaim diri saya sebagai seorang yang punya kemampuan untuk menolong yang bersangkutan. Saya sendiri tidak mengambil hati terhadap perlakuan seperti itu, sebab saya tahu dan saya yakin bahwa sehina apapun diri saya, pastilah Tuhan memakai diri saya untuk mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Demikian pula orang lain di mata saya. Sehina atau seburuk apapun penilaian dunia pada diri seseorang, namun bagi saya, yang bersangkutan adalah pribadi yang mulia dan yang berharga, yang dihadirkan Tuhan dalam kehidupan saya untuk mendatangkan berkat bagi diri saya. Jadi bagi saya, jika saya sama sekali tidak menaruh respek pada seseorang, -(atau lebih tepatnya, saya harus katakan)-, "Memandang hina seseorang", sama artinya dengan "Menolak Berkat Tuhan dan membuka gerbang laknat bagi kehancuran diri sendiri". Tetapi, ketika saya menghargai seseorang, sekecil apapun perannya dalam kehidupan saya, maka saya sangat meyakini bahwa sesungguhnya saya sedang mempersiapkan diri saya untuk mengalami dan menikmati berkat yang sangat besar dalam perjalanan hidup dan masa depan saya.
Saudaraku...
Mungkin kisah ini tidak menarik sehingga luput dari perhatian anda. Tetapi saya mau mengatakan bahwa kisah ini adalah kisah heroik dari seorang anak yang masih ingusan, dan apa yang dilakukannya itu sangat beresiko tinggi bagi keselamatan dirinya sendiri dan keluarganya. Dalam peristiwa inilah untuk pertama kalinya saya menemukan tentang anggota keluarga Paulus disebutkan, yakni kemenakannya, anak saudaranya perempuan; namun siapa namanya tidak dicatatkan dan berapa umur anak tersebut, juga tidak disebutkan. Dalam ayat 19 dicantumkan catatan ini: "Maka kepala pasukan itu memegang tangan anak muda itu, lalu membawanya ke samping dan bertanya: apa yang perlu kau beritahukan kepadaku?". Dalam budaya timur, tindakan seperti ini hanya dilakukan kepada seorang anak kecil atau seseorang yang masih di bawah umur. Ia harus ditanya dengan penuh kelemah-lembutan bukan di depan orang banyak, supaya yang bersangkutan tidak merasa canggung atau grogi untuk mengungkapkan apa yang dilihat atau didengarnya.
Bagi Tabib Lukas yang menuliskan kisah ini merasa bahwa siapa nama anak tersebut dan berapa umurnya, tidaklah terlalu penting; tetapi yang hendak disampaikan bahwa apa yang dilakukannya itu telah membuka jalan bagi Paulus untuk melanjutkan karya pelayanannya bagi bangsa-bangsa lain, terutama, mewujudkan rencana Paulus untuk datang ke kota Roma dalam rangka memberi pertanggung jawaban tentang iman Kristiani di hadapan Kaisar Nero. Lukas menekankan bahwa anak ini menjadi saksi kunci ketika sekelompok orang sedang membicarakan rencana untuk membunuh Paulus. Anak ini ada saat rencana itu dibicarakan, namun keberadaannya luput dari perhatian orang-orang tersebut; atau dalam pikiran orang-orang tersebut: "apa sih yang bisa dilakukan oleh seorang anak yang ingusan seperti dia". Bukankah pikiran yang sama juga mempengaruhi para murid-murid Tuhan Yesus sehingga mereka mengusir anak-anak kecil, tetapi Yesus justru menegur mereka dan berkata: "biarkanlah anak-anak itu, jangan menghalang-halangi mereka datang kepadaKu (Mat. 19:14)". Bukankah juga pikiran yang sama mempengaruhi pola dan karakter banyak warga gereja dalam menyambut dan melayani anak-anak, bahwa mereka adalah kelompok yang sering membuat keonaran dan sama sekali tidak atau belum bisa memberi konstribusi bagi pelayanan bersama. Di sinilah sang Tabib Lukas hendak menyampaikan pesan moral bahwa "terkadang mereka yang justru dipandang sebelah mata, merekalah yang menjadi kunci sebuah kesuksesan dalam hidup anda".
Saudaraku...
Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk menghargai setiap orang yang Tuhan perjumpakan dalam hidup kita. Bisa jadi bahwa yang banyak anda jumpai adalah orang-orang biasa yang notabene tidak mempunyai kuasa dan kedudukan apa-apa, baik dalam masyarakat maupun dalam jemaat. Bisa jadi bahwa sekarang ini anda belum merasakan makna kehadiran mereka dalam hidup anda. Tetapi saya mau mengatakan; tetaplah menghargai mereka dan layani mereka sebagaimana anda melayani orang-orang yang anda anggap luar biasa. Ketika hal itu anda lakukan, maka saat anda terjepit seperti yang dialami Paulus, justru merekalah yang akan dipakai Tuhan untuk menolong anda. Mereka melakukannya tanpa mengharap namanya ditulis dengan tinta emas di dalam buku memori anda dan juga tidak menuntut jasanya dibesar-besarkan di depan orang banyak.
Camkanlah firman ini: "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah (1 Kor. 1:27-28)".
Dan ingat bahwa fakta ini sering tak terbantahkan: "Mereka yang tidak terpandang justru mereka menjadi penolong di saat-saat yang kritis".
Selamat beraktifitas.
Selamat untuk terus belajar memandang orang lain sebagai pribadi yang berarti bagi anda.
Tuhan memberkati hidup anda.
(Masale, hari ke-128 tanggal 8 Mei 2018 - Pdt. Joni Delima).
"...kami telah bersumpah, bahwa kami tidak akan makan atau minum, sebelum kami membunuh Paulus. Karena itu hendaklah kamu bersama-sama dengan Mahkamah Agama menganjurkan kepada kepala pasukan, supaya ia menghadapkan Paulus lagi kepada kamu, seolah-olah kamu hendak memeriksa perkaranya lebih teliti, dan sementara itu kami telah siap sedia untuk membunuh dia sebelum ia sampai kepada kamu. Akan tetapi kemenakan Paulus, anak saudaranya perempuan, mendengar tentang penghadangan itu. Ia datang ke markas dan setelah diizinkan masuk, ia memberitahukannya kepada Paulus (Kis. 23:14b-16)".
Shalom Aleichem b'shen Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera bagimu di dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Mungkin anda pernah merasa tidak respek pada seseorang karena anda memandang yang bersangkutan tidak mungkin memberikan konstribusi yang besar bagi kehidupan anda. Tentu hal itu tidak menjadi soal bagi diri anda, bukan? Tetapi bagaimana jadinya jika anda pada posisi sebaliknya? Bagaimana perasaan anda jika ada orang yang sama sekali tidak menaruh respek sedikitpun pada anda dan bahkan sangat memandang rendah diri anda? Tentu suasana batin anda tidak akan tenang dan tenteram, bukan?
Dan jujur saya mau mengatakan bahwa saya pun pernah beberapa kali diperlakukan sebagai orang yang tidak mungkin dapat memberikan pertolongan kepada seorang yang memang sangat berpengaruh di tengah-tengah jemaat. Bahkan di depan orang banyak, telunjuknya mengarah kepada saya sambil mengatakan sesuatu yang meremehkan diri saya. Namun demikian, saya tetap menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar, karena saya sendiri tidak memiliki dasar untuk mengklaim diri saya sebagai seorang yang punya kemampuan untuk menolong yang bersangkutan. Saya sendiri tidak mengambil hati terhadap perlakuan seperti itu, sebab saya tahu dan saya yakin bahwa sehina apapun diri saya, pastilah Tuhan memakai diri saya untuk mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Demikian pula orang lain di mata saya. Sehina atau seburuk apapun penilaian dunia pada diri seseorang, namun bagi saya, yang bersangkutan adalah pribadi yang mulia dan yang berharga, yang dihadirkan Tuhan dalam kehidupan saya untuk mendatangkan berkat bagi diri saya. Jadi bagi saya, jika saya sama sekali tidak menaruh respek pada seseorang, -(atau lebih tepatnya, saya harus katakan)-, "Memandang hina seseorang", sama artinya dengan "Menolak Berkat Tuhan dan membuka gerbang laknat bagi kehancuran diri sendiri". Tetapi, ketika saya menghargai seseorang, sekecil apapun perannya dalam kehidupan saya, maka saya sangat meyakini bahwa sesungguhnya saya sedang mempersiapkan diri saya untuk mengalami dan menikmati berkat yang sangat besar dalam perjalanan hidup dan masa depan saya.
Saudaraku...
Mungkin kisah ini tidak menarik sehingga luput dari perhatian anda. Tetapi saya mau mengatakan bahwa kisah ini adalah kisah heroik dari seorang anak yang masih ingusan, dan apa yang dilakukannya itu sangat beresiko tinggi bagi keselamatan dirinya sendiri dan keluarganya. Dalam peristiwa inilah untuk pertama kalinya saya menemukan tentang anggota keluarga Paulus disebutkan, yakni kemenakannya, anak saudaranya perempuan; namun siapa namanya tidak dicatatkan dan berapa umur anak tersebut, juga tidak disebutkan. Dalam ayat 19 dicantumkan catatan ini: "Maka kepala pasukan itu memegang tangan anak muda itu, lalu membawanya ke samping dan bertanya: apa yang perlu kau beritahukan kepadaku?". Dalam budaya timur, tindakan seperti ini hanya dilakukan kepada seorang anak kecil atau seseorang yang masih di bawah umur. Ia harus ditanya dengan penuh kelemah-lembutan bukan di depan orang banyak, supaya yang bersangkutan tidak merasa canggung atau grogi untuk mengungkapkan apa yang dilihat atau didengarnya.
Bagi Tabib Lukas yang menuliskan kisah ini merasa bahwa siapa nama anak tersebut dan berapa umurnya, tidaklah terlalu penting; tetapi yang hendak disampaikan bahwa apa yang dilakukannya itu telah membuka jalan bagi Paulus untuk melanjutkan karya pelayanannya bagi bangsa-bangsa lain, terutama, mewujudkan rencana Paulus untuk datang ke kota Roma dalam rangka memberi pertanggung jawaban tentang iman Kristiani di hadapan Kaisar Nero. Lukas menekankan bahwa anak ini menjadi saksi kunci ketika sekelompok orang sedang membicarakan rencana untuk membunuh Paulus. Anak ini ada saat rencana itu dibicarakan, namun keberadaannya luput dari perhatian orang-orang tersebut; atau dalam pikiran orang-orang tersebut: "apa sih yang bisa dilakukan oleh seorang anak yang ingusan seperti dia". Bukankah pikiran yang sama juga mempengaruhi para murid-murid Tuhan Yesus sehingga mereka mengusir anak-anak kecil, tetapi Yesus justru menegur mereka dan berkata: "biarkanlah anak-anak itu, jangan menghalang-halangi mereka datang kepadaKu (Mat. 19:14)". Bukankah juga pikiran yang sama mempengaruhi pola dan karakter banyak warga gereja dalam menyambut dan melayani anak-anak, bahwa mereka adalah kelompok yang sering membuat keonaran dan sama sekali tidak atau belum bisa memberi konstribusi bagi pelayanan bersama. Di sinilah sang Tabib Lukas hendak menyampaikan pesan moral bahwa "terkadang mereka yang justru dipandang sebelah mata, merekalah yang menjadi kunci sebuah kesuksesan dalam hidup anda".
Saudaraku...
Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk menghargai setiap orang yang Tuhan perjumpakan dalam hidup kita. Bisa jadi bahwa yang banyak anda jumpai adalah orang-orang biasa yang notabene tidak mempunyai kuasa dan kedudukan apa-apa, baik dalam masyarakat maupun dalam jemaat. Bisa jadi bahwa sekarang ini anda belum merasakan makna kehadiran mereka dalam hidup anda. Tetapi saya mau mengatakan; tetaplah menghargai mereka dan layani mereka sebagaimana anda melayani orang-orang yang anda anggap luar biasa. Ketika hal itu anda lakukan, maka saat anda terjepit seperti yang dialami Paulus, justru merekalah yang akan dipakai Tuhan untuk menolong anda. Mereka melakukannya tanpa mengharap namanya ditulis dengan tinta emas di dalam buku memori anda dan juga tidak menuntut jasanya dibesar-besarkan di depan orang banyak.
Camkanlah firman ini: "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah (1 Kor. 1:27-28)".
Dan ingat bahwa fakta ini sering tak terbantahkan: "Mereka yang tidak terpandang justru mereka menjadi penolong di saat-saat yang kritis".
Selamat beraktifitas.
Selamat untuk terus belajar memandang orang lain sebagai pribadi yang berarti bagi anda.
Tuhan memberkati hidup anda.
Amin.
ReplyDeleteAmin...Amin...Amin...
ReplyDeleteKasihilah sesamamu manusia.....
Jadi kita harus saling mengasihi semua orang tanpa melihat harkat dan kedudukannya.
Trima kasih atas refleksinya.
Terima kasih pak pen
ReplyDelete