Laman

Sunday, March 24, 2013

Tuhan Merasakan Suasana Hati Anda

Bacaan Alkitab: Luk. 15 : 11 - 32
Sebuah Refleksi Pribadi

(Renungan untuk Minggu Palma)

Cara Tuhan menyatakan kasihNya kepada kita terkadang sulit untuk diselami.. Ada waktu di mana kita merasa terasing, tempat untuk mencurahkan atau menyampaikan isi hati seolah tertutup rapat. Terlebih ketika kita yang melakukan kesalahan. Dalam kondisi seperti ini, kita sering mempersalahkan dan menghukum diri sendiri. Karena itu, kita dapat memaklumi suasana hati Kain ketika ia membunuh Habel, adiknya itu. Ia melarikan diri dari rumah orangtuanya. Ia menjadi buronan karena kesalahan yang dilakukannya. Ia merasakan bahwa tidak ada lagi tempat yang aman baginya di tengah-tengah lingkungannya. Tentu dalam hatinya berkata: "tidaklah mungkin Tuhan menyambut dirinya lagi karena perbuatan fatal yang telah dilakukannya". Karena itu, Kain melarikan diri dari lingkungannya dan juga melarikan diri dari hadapan Tuhan, dan sebagai seorang pelarian ia merasa dirinya ada di bawah bayang-mayang maut. Hidupnya diliputi rasa takut. Dan benar, ketika Tuhan bertanya soal Habel dan Kain mengetahui bahwa perbuatannya tidak tersembunyi dari pandangan Tuhan, maka Murka Tuhan atas dirinya menjadi sebuah beban yang tidak mampu ia tanggung (Kej. 4:13-14). Tapi toh, Tuhan tetap menyambut Kain dan memberi jaminan untuk keselamatan hidupnya (Kej. 4:15).

Kita juga dapat merasakan bagaimana suasana hati Hagar yang sedang mengandung ketika Sarai menindas dirinya dan penindasan yang dialaminya membuat dia harus lari dari rumah tuannya. Apa yang dialami Hagar adalah buah dari kesombongannya, dan akibatnya ia melarikan diri ke Padang Gurun Syur. Tuhan menjumpai Hagar dan memberi kekuatan serta penghiburan kepadanya. Tuhan meminta agar Hagar menerima kenyataan yang ada sebagai jalan yang sudah ditetapkan baginya (Kej. 16:9), sekaligus memberikan jaminan bahwa Tuhan akan membuat keturunannya menjadi bangsa yang besar (Kej. 16:10). Dan ketika anaknya Ismael telah tumbuh besar, kita pun dapat merasakan bagaimana suasana hati Abraham ketika Sara, istrinya itu meminta agar Hagar dan Ismael diusir dari lingkungan mereka. Namun kembali Tuhan menegaskan hal yang sama seperti yang disampaikanNya kepada Hagar. Abraham harus menerima kenyataan itu sebagai jalan yang sudah ditetapkan baginya (Kej. 21:12).

Demikian juga, ketika bekal yang dibawa oleh Hagar telah habis dan anaknya Ismael sekarat karena ketiadaan roti dan air, Hagar merasa bahwa hidupnya bersama anaknya Ismael telah habis. Ia tidak tahan lagi menanggung penderitaan itu sehingga ia membuang anak itu ke bawah semak-semak, dan ia duduk agak jauh lalu menangis dengan suara nyaring (Kej. 21:15-16). Tuhan kembali menghibur Hagar dan mengukuhkan perjanjianNya: "Bangunlah, angkatlah anak itu dan bimbinglah dia, sebab AKU akan membuat dia menjadi bangsa yang besar (Kej. 21:18)".

Kita juga dapat membayangkan bagaimana suasana hati Yakub ketika ia berhasil memperdayai kakaknya, Esau dan juga berhasil menipu ayahnya, Ishak. Sebuah tindakan konyol yang mengharuskan dia lari dari rumah orangtuanya dan berusaha untuk menghindari murka kakaknya. Yakub menjadi seorang pelarian yang tidak tahu ke arah mana lagi ia harus melangkah. Karena itu, di tengah-tengah kegalauan hatinya, Tuhan datang menjumpai Yakub dan memberi kekuatan serta penghiburan kepadanya. Tapi Yakub tetap dihantui oleh rasa bersalah, sehingga ia seolah menyangsikan jaminan pemeliharaan Tuhan. Itulah sebabnya ia berkata: "Jika Allah akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini.........maka Tuhan akan menjadi Allahku (Kej. 28:20-21)". Sekalipun Yakub masih sangsi akan janji pemeliharaan Tuhan, namun Tuhan tetap setia melakukan rencanaNya bagi masa depan Yakub.

Kita juga dapat membayangkan bagaimana suasana hati saudara-saudara Yusuf ketika tahu bahwa orang yang ada di depan mereka adalah Yusuf yang dulu telah mereka perlakukan dengan kasar bahkan di luar batas kemanusiaan. Kini orang yang mereka tindas itu berdiri sebagai seorang penguasa besar di Mesir. Perasaan takut meliputi mereka (Kej. 45:3), dan tentu hati mereka berkata: "Celakalah kita! Pastilah Yusuf akan menghukum kita setimpal dengan kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya?".

Tapi apa yang dipikirkan saudara-saudara Yusuf, tidak seperti itu yang mereka alami. Ucapan Yusuf ternyata di luar dugaan mereka: "Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu (Kej. 45:5)". Sekalipun masa lalu yang dilalui Yusuf sangat menyakitkan, tetapi ia menerima semuanya sebagai pilihan yang sudah ditetapkan Tuhan baginya. Karena itu tidak ada perasaan dendam sedikit pun terhadap saudara-saudaranya.

Kita juga dapat membayangkan bagaimana suasana hati Simon Petrus ketika ia harus menyangkali Tuhan Yesus di depan seorang wanita dan disaksikan oleh orang banyak. Simon Petrus memang mau membuktikan ucapannya dalam Luk. 22:33 bahwa: "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau". Ya....ketika semua murid melarikan diri pasca peristiwa Taman Getsemani, Petrus memberanikan dirinya mengikuti proses yang berlangsung saat Yesus diadili di rumah Imam Besar Khayafas. Namun menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana siksaan hebat yang dialami oleh Tuhan Yesus dalam proses peradilan itu, mengakibatkan nyali Petrus menjadi ciut. Perasaan takut menyelimuti dirinya, dan suasana malam yang dingin semakin membuat tubuhnya menggigil. Saat ia ada di tengah-tengah kerumunan orang banyak yang sedang menghangatkan tubuh di depan perapian, di situlah nyali Petrus diuji, apakah ia masih komit pada apa yang telah ia ucapkan. Sejarah mencatat bahwa Petrus menyangkali ucapannya itu dan penyangkalan ini jauh-jauh hari telah disampaikan oleh Tuhan Yesus kepada Petrus. Anda dapat membayangkan bagaimana suasana hati Petrus ketika ia sadar akan perbuatannya itu dan sadar bahwa ucapan Tuhan Yesus itu jadi kenyataan. Betapa malunya dia lalu mempersalahkan dirinya dan ia pun lari keluar dan menangis dengan sedihnya (Luk. 22:62). Tapi Tuhan tetap menyambut Petrus, bahkan memberi tanggung jawab yang besar kepadanya: "Gembalakanlah domba-dombaKU (baca: Yoh. 21:15-17)".

Masih begitu banyak contoh-contoh Alkitab di mana seorang tokoh melakukan keteledoran lalu mempersalahkan bahkan menghukum dirinya sendiri. Tapi apakah Tuhan menolak mereka dan tidak mau lagi berurusan dengan mereka? Mungkin juga saudara dan saya adalah bagian dari salah satu mereka yang telah melakukan kesalahan lalu menghukum diri sendiri? Boleh jadi kita berkata dalam hati: "manalah mungkin Tuhan mau menerima saya lagi?"

Saudaraku...................
Memang begitu banyak masalah yang muncul dalam hidup kita yang sebenarnya bersumber dari ketidaksetiaan kita untuk mengikuti aturan main yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Tetapi tidaklah tepat jika kita menarik kesimpulan bahwa pintu hati Tuhan telah tertutup bagi kita ketika kita melakukan sebuah kesalahan. Kita tidak boleh berlama-lama mempermasalahkan setiap kekeliruan yang terjadi, dan kita tidak boleh cepat menjatuhkan hukuman atas diri kita sendiri akibat kekeliruan tersebut. Ingatlah akan hal ini: "Allah tidak duduk menghabiskan waktu dan energi untuk menghakimi anda atas segala dosa-dosa yang anda lakukan. Ia bangkit berdiri dan dengan tangan terbuka menyambut dan merangkul anda".

Saya mengatakan hal ini sebagai hasil refleksi saya atas perumpamaan "Anak Yang Hilang (Luk. 15:11-32)". Anak yang bungsu ini berpikir bahwa ayahnya pasti menyimpan dendam atas tindakan yang telah ia lakukan. Tapi kesadarannya muncul bahwa jika ia tidak kembali ke rumah ayahnya maka hidupnya akan semakin parah bahkan akan binasa (Luk. 15:17). Ia menyadari akan perbuatan masa lalunya, sehingga sepanjang perjalanan ia memikirkan apa yang akan ia katakan jika ia ada di depan ayahnya. Akhirnya ia merumuskan kata-kata ini: "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebut anak bapa; jadikanlah aku salah seorang upahan bapa (Luk. 15:18, 19)".

Ternyata apa yang terlintas dalam pikirannya, tidak seperti itu yang ada dalam pikiran ayahnya. Ketika ia masih jauh, ayahnya melihat dia, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia (Luk. 15:20). Tidak ada perdebatan yang terjadi; tidak ada kata-kata kasar, tidak ada pula pukulan atau cambukan. Yang ada hanyalah deraian airmata sukacita, karena anaknya yang hilang telah kembali; anaknya yang dahulu telah dianggap mati, namun kini telah hidup kembali. Sekalipun saudaranya yang sulung sangat sulit menerima kenyataan bahwa adiknya kembali lagi ke rumah ayahnya dan ia tidak siap menyambut dan menerima sang adik sebagai saudaranya, namun sang ayah membela dirinya. Karena itu, adalah sebuah kebodohan jika kita terus menghukum diri akibat kesalahan masa lalu. Lebih bijaksana jika kita datang kepada Tuhan dan memohon ampunanNya. Juga adalah sebuah kebodohan jika kita menyimpan dendam karena hubungan masa lalu yang kelam dengan sesama saudara. Jika Tuhan sedemikian baiknya menerima kita, maka sebuah tindakan terpuji jika kita pun melakukan hal yang sama

Di Minggu Pra Paskah yang terakhir ini (Minggu Palma), saya berusaha untuk berkontemplasi. Saya berusaha untuk membuka diri saya di hadapanNya. Saya berusaha untuk tidak menyembunyikan hal-hal buruk dalam diri saya. Saya berusaha untuk mengatakan: "Tuhan, diriku berlumuran dosa. Kasihanilah aku!". Saya berusaha memandang terus pada salib itu, dan sungguh; saya merasakan tatapan mata Kristus dari atas salib itu yang penuh cinta kasih. TatapanNya yang lembut menenteramkan dan menyamankan hatiku yang kadang galau karena dosa dan kesalahan. Saya merasakan getaran suaraNya yang begitu berat namun terasa lembut: "Joni, AKU mengasihimu dengan kasih yang kekal". TanganNya yang terantang itu terasa dekat, ya...begitu dekat, seolah olah mau merangkul dan mendekap diriku.

Saudaraku.........
Jika kita sadar akan dosa-dosa kita dan akibat yang akan ditimbulkannya, lalu kita datang kepadaNya, maka Tuhan akan menyambut kita. Camkanlah hal ini: "Allah melihat airmata pertobatan, IA menilai baik keinginan anda untuk kembali padaNya. Berlaksa-laksa malaikat di sorga berpesta, karena komitment anda untuk hidup bersama dengan Tuhan".

Selamat menikmati Minggu Palma.
Selamat meresapi kedalaman kasihNya.
Selamat karena Tuhan merasakan suasana hati anda.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love