Nast: 1 Raja-raja 17 : 9
"Bersiaplah, pergilah ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, AKU telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan"
Kekuatiran dan rasa takut menjadi realita hidup dari setiap orang. Artinya, tidak ada seorang pun yang merasa setril atau bebas dari perasaan kuatir dan takut dalam menjalani hidup ini. Contoh kecil, seorang ibu yang memiliki anak balita, tiba-tiba suhu badan anaknya naik turun. Menghadapi kondisi seperti itu, tidaklah mungkin ia tinggal diam dan perasaannya biasa-biasa saja. Pastilah hatinya mulai diliputi kekuatiran bahkan rasa takut yang berlebihan. Mungkinkah anaknya mengidap demam berdarah, atau mungkin typus, atau mungkin radang tenggorokan, atau mungkin penyakit lainnya yang mempengaruhi dan mengakibatkah suhu badan anaknya naik turun? Perasaan kuatir dan rasa takut mendorong sang ibu bertindak, lalu mengantar anaknya ke Puskesmas atau Rumah Sakit atau ke Dokter Praktek yang sudah menjadi langganan keluarga.
Jikalau perasaan kuatir dan takut karena sakit penyakit saja mendorong seseorang mencari tabib atau dokter, maka seharusnya hal yang sama juga kita nampakkan dalam kehidupan iman. Ketika tekanan hidup datang melanda, rasanya tidak ada kemampuan untuk keluar dari persoalan itu, maka tidak ada jalan lain bagi kita sebagai orang percaya untuk datang mencari pertolongan selain datang kepada Tuhan. Kita harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa "TUHAN SANGGUP" mengeluarkan kita dari segala persoalan yang melilit hidup kita.
Karena itu, mari kita belajar dari pengalaman hidup seorang abdi Tuhan yang bernama nabi Elia. Ketika kekeringan dan kelaparan yang hebat melanda negeri, Elia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke tepi Sungai Kerit, sebuah anak sungai yang berada di bagian timur dari sungai Yordan. Di sana Tuhan memelihara hidup Elia dengan suplai air dari anak sungai itu dan yang sangat ajaib adalah Tuhan memerintahkan burung gagak untuk memberinya makan. Burung gagak adalah salah satu burung yang sangat rakus dan ia tidak mau berbagi makanan dengan temannya. Tapi burung yang rakus ini dipakai oleh Tuhan untuk menyatakan kuasa pemeliharaanNya yang sungguh ajaib bagi orang yang dikasihiNya. Demikian kita dapat membaca dalam ayat 6: "Pada waktu pagi dan petang, burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya". Pagi dan petang, Allah memenuhi kebutuhan Elia dengan memakai burung-burung yang rakus itu. Ajaib, bukan? Tapi itulah cara Tuhan yang tidak mungkin dijangkau oleh akal manusia.
Namun beberapa waktu kemudian, anak sungai itu kering karena tiada hujan. Apakah dengan keringnya anak sungai itu membuat pemeliharaan Allah berhenti juga?
Ternyata tidak! Allah tetap menyatakan pemeliharaanNya dengan cara-cara yang ajaib, yang terkadang sangat sulit diterima oleh akal sehat. Bayangkan, nabi Elia harus meninggalkan negerinya menuju ke Sarfat yang di Sidon itu. Sebuah negeri kafir yang dalam tradisi Yahudi harus dihindari. Dan pastilah di tempat ini Elia menjadi orang asing; tidak ada orang yang dia kenal, pun sebaliknya tidak satu pun orang di sana yang mengenalnya. Jika kita mengikuti logika manusia, maka pastilah hidup Elia akan terlantar. Tapi karena Allah sendiri yang memerintahkannya, maka Elia melakukannya. Yang lebih aneh ia, Elia diperintahkan untuk menjumpai seorang janda yang keadaannya sangat memprihatinkan. Allah tidak memerintahkan Elia untuk mendatangi sebuah rumah yang mewah dengan persediaan makanan yang melimpah, tetapi Allah mempertemukannya dengan seorang janda miskin yang hidupnya bersama dengan anaknya tinggal menghitung hari. Di sini kita tidak mengetahui apa yan ada dalam pikiran Allah. Dari sudut pandang manusia, ini adalah hal yang mustahil, bagaimana mungkin janda itu menyediakan makanan bagi Elia jika ia dan anaknya saja akan segera mati karena bencana kelaparan yang hebat itu? Perhatikan perkataan janda itu dalam ayat 12: "Demi Tuhan Allahmu yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang, aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati". Sungguh hal yang miris dan yang sangat memprihatinkan, dan tentu saja ini adalah sebuah kemustahilan bahwa melalui janda yang miskin ini hidup Elia akan terpelihara. Tapi jalan pikiran Allah tidak sama dengan jalan pikiran manusia.
Yang jelas bahwa melalui janda yang miskin ini, hidup Elia dipelihara Allah. Hal ini harus menjadi pelajaran bagi kita bahwa dalam kondisi apapun, janganlah kita meragukan kuasa Tuhan. Tuhan Yesus menegaskan bahwa kekuatiran dan rasa takut tidak akan memberi solusi bagi kita untuk keluar dari segala masalah. Demikianlah sabdaNya: "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? (Mat. 6:27)". Karena itu, seberat apa pun persoalan yang kita hadapi, yakinilah bahwa bersama dengan Tuhan selalu ada jalan keluar. KasihNya begitu hebat atas kita dan kasih itulah yang akan mengawal kehidupan kita menuju kepada kesempurnaannya.
Ingat dan camkan kata-kata saya ini:
"Dalam kemustahilan kuasa Tuhan bekerja untuk melakukan perkara-perkara yang besar, sebab bagiNya tidak ada yang tidak mungkin"
No comments:
Post a Comment