Laman

Friday, August 16, 2013

Saudara-saudaraku Sebangsa Setanah Air

Sebuah Refleksi Mensyukuri 68 Kemerdekaan RI
Karya: Khalil Gibran
Disarikan dari buku: Hidup dan Cinta


Saudara-saudaraku sebangsa setanah air,
apa yang kau mau dariku?
Apakah kalian berharap aku bersumpah palsu untuk membangun istana besar bagi kalian melalui kata-kataku dan kuil-kuil beratapkan mimpi-mimpi?
Atau kalian berharap aku menghancurkan buah karya para pendusta dan pengecut serta meruntuhkan karya para munafik dan tiran?
Apa yang kalian inginkan agar aku lakukan, saudaraku?
Kalian ingin aku mendengkur layaknya seekor merpati untuk menyenangkanmu,
atau apakah kalian ingin aku mengaum layaknya singa untuk menyenangkan diriku sendiri?

Aku menyanyi untuk kalian, tetapi kalian tidak menari;
aku meratap, tetapi kalian tidak menangis.
Apa kalian ingin agar aku menyanyi dan meratap bersamaan?
Jiwa-jiwa kalian lapar dan buah pengetahuan lebih melimpah daripada bebatuan yang tersebar di lembah, tetapi kalian tidak menyantapnya.
Hati-hati kalian dahaga dan sumber kehidupan memancar di sekeliling rumah kalian seperti sungai,
tetapi kalian tidak meminumnya.

Laut memiliki masa pasang dan surut,
bulan kadang sabit kadang purnama,
dan tahun memiliki musim panas dan musim dingin,
tetapi keadilan tidak pernah berubah, tidak pernah beranjak, tidak pernah binasa.

Lalu mengapa kalian berusaha merusak kebenaran?
Aku telah menyeru kalian dalam keheningan malam.
Menunjukkan kepada kalian indahnya bulan dan keagungan bintang-bintang.
Kalian bangkit, takut dan menghunus pedang-pedang kalian dan berteriak,
"Mana musuh yang harus dihancurkan?".

Waktu fajar tiba, ketika pasukan berkuda musuh datang,
aku menyeru kalian kembali, tetapi kalian enggan untuk bangkit.
Kalian tetap tidur, perang dengan musuh di dalam mimpi kalian.
Aku katakan kepada kalian,
"Marilah kita panjat hingga ke puncak gunung di mana menunjukkan kepada kalian kerajaan alam semesta".

Kalian menjawab dengan mengatakan:
"Di dasar lembah pegunungan ini leluhur dan nenek moyang kita tinggal,
dan di bawah bayangannya mereka meninggal dan di gua-guanya mereka dimakamkan.
Mengapa kita harus pergi ke tempat-tempat yang bukan tujuan mereka?".

Aku katakan kepada kalian,
"Marilah kita pergi ke dataran dan akan kutunjukkan pada kalian tambang emas dan harta karun bumi".
Kalian menolak seraya menjawab: "Di dataran banyak berkeliaran pencuri dan perampok".
Aku katakan kepada kalian, "Mari kita pergi ke pantai di mana laut memberi kekayaannya".
Kalian menolak, kalian menjawab: "Kegemparan di ngarai terjal itu membuat kami sangat ketakutan".

Aku mencintai kalian, saudaraku sebangsa setanah air,
tetapi cintaku bagi kalian membuatku menderita dan tidak membawa manfaat bagi kalian.
Sekarang aku membenci kalian dan benci adalah air bah yang melindas cabang-cabang mati
dan menggilas bangunan-bangunan yang remuk.
Aku merasa kasihan dengan kelemahan kalian,
tetapi rasa kasihanku mendorong kalian menjadi malas.....

Apa yang kalian inginkan dariku, saudara-saudaraku?
Lebih dari yang kalian inginkan dari kehidupan,
meskipun aku tidak lagi menganggap kalian sebagai anak-anak kehidupan.
Jiwa-jiwa kalian merasa takut di telapak tangan tukang ramal dan tukang sihir.
Sedangkan tubuh-tubuh kalian gemetar di dalam cengkeraman para tiran haus darah,
dan negeri kalian bersujud tak berdaya di bawah kaki-kaki para penjajah,
apa yang kalian harapkan ketika kalian menghadap matahari?
Pedang-pedang kalian berkarat,
ujung-ujung tombang kalian tumpul,
perisai kalian penuh lumpur.
Lalu apa yang kalian lakukan di medan perang?

Kemunafikan adalah agama kalian,
kepura-puraan adalah hidup kalian,
dan akhir hidup kalian adalah debu.
Mengapa kalian hidup?
Kematian adalah satu-satunya tempat peristirahatan bagi orang-orang celaka.
Hidup adalah tekad di masa muda,
kerja keras ketika dewasa,
dan bijaksana ketika tua.
Tetapi kalian, saudara-saudaraku,
lahir dalam keadaan renta dan lemah,
kepala-kepala kalian sempit.
Kulit kalian layu dan kalian menjadi anak-anak yang bermain lumpur dan saling melempar batu.

Umat manusia adalah sungai kristal yang bernyanyi,
beriak-riak dan mengangkut rahasia yang ada di puncak gunung ke lautan yang dalam.
Tetapi kalian seperti rawa dengan cacing-cacing yang ada di dalam sampahnya dan ular di tepiannya.

Jiwa itu suci, api yang menyala indah, menerangi wajah-wajah dewa.
Tetapi jiwamu, saudara-saudaraku adalah debu yang dicerai-beraikan angin di hamparan salju dan prahara yang harus dienyahkan ke ngarai yang dalam.

Aku benci kalian, saudara-saudaraku,
karena kalian meremehkan kebesaran dan kejayaan.
Aku mencemarkan nama kalian, karena kalian mencemarkan nama kalian sendiri.
Aku adalah musuh kalian,
karena kalian adalah musuh para dewa dan kalian tidak mengetahuinya.

(Dirgahayu Negeriku, Semoga Tetap Jaya Bangsaku)


No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love