Sebuah Refleksi Jiwa
Namun.......
Sekarangkah saatnya kehidupan akan memisahkan kita,
agar engkau memperoleh keagungan seorang lelaki
dan aku kewajiban seorang perempuan?
Untuk inikah maka lembah menelan nyanyian burung bul-bul ke dalam relung-relungnya,
dan angin memporak-porandakan daun-daun mahkota bunga mawar,
dan laki-laki menginjak-injak piala anggur?
Sia-siakah segala malam yang kita lalui bersama
dalam cahaya rembulan di bawah pohon melati,
tempat dua jiwa kita menyatu?
Apakah kita terbang dengan gagah perkasa menuju bintang-bintang
hingga lelah sayap-sayap kita,
lalu sekarang kita turun ke dalam jurang?
Atau tidurkah cinta ketika mendatangi kita,
lalu......
ketika ia terbangun,
menjadi marah dan memutuskan untuk menghukum kita?
Ataukan jiwa-jiwa kita mengubah angin malam yang sepoi-sepoi,
menjadi angin ribut yang mengoyak-ngoyak kita menjadi berkeping-keping
dan meniup kita bagai debu ke dasar lembah?
Kita tak melanggar perintah apapun;
kita pun tak mencicipi buah terlarang;
lalu apa yang memaksa kita meninggalkan sorga ini?
Kita tidak pernah berkomplot atau menggerakkan pemberontakan,
lalu mengapa sekarang terjun ke neraka?
Tidak......
Tidak......
Saat-saat yang menyatukan kita lebih agung dari pada abad-abad yang berlalu,
dan cahaya yang menerangi jiwa-jiwa kita lebih perkasa dari pada kegelapan;
dan jika sang prahara memisahkan kita di lautan yang buas ini,
sang bayu akan menyatukan kita di pantai yang tenang,
dan jika hidup ini membantai kita,
maut akan menyatukan kita lagi.
Hati nurani seorang wanita tak berubah oleh waktu dan musim;
bahkan jika mati abadi,
hati itu tak akan hilang musnah.
Hati seorang wanita laksana sebuah padang yang berubah jadi medan pertempuran;
sesudah pohon-pohon ditumbangkan dan rerumputan terbakar
dan batu-batu karang memerah oleh darah,
dan bumi ditanami dengan tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak,
ia akan tenang dan diam seolah tak ada sesuatu pun terjadi
karena musim semi dan musim gugur datang pada waktunya
dan memulai pekerjaannya.
No comments:
Post a Comment