Laman

Sunday, May 11, 2014

Cinta Di Taman Sang Nabi

Sebuah Catatan Tentang Cinta
Karya: Kahlil Gibran


Malam mulai menebar jubah hitam, hingga gelap menyelimuti perbukitan.
Ia terus melangkah menembus kabut, berdiri di antara karang dan batang-batang sipres putih,

tersembunyi dari segala pandangan, berseru kepada alam.

Wahai kabut saudaraku
Hembusan nafas murni yang belum jadi, aku akan pulang kepadamu,
engkau desahan tanpa suara, bagaikan kata-kata yang belum terucap.

Wahai saudaraku yang bersayap, di sini kita bertemu,
bersama-sama hingga datang kehidupan selanjutnya,
saat fajar aku akan menjelma seorang bayi, dalam dekapan seorang perempuan,
dan kita akan saling mengingat kembali.


Wahai kabut, kini aku akan kembali,
laksana hati yang mengikuti degupnya sendiri - juga degup jantungmu.
Seperti hasrat yang bergetar tanpa tujuan - hasrat dan tujuanmu.
Pikiran yang melayang belum bertemu sebagaimana pula pikiranmu.

Wahai kabut, putri sulung ibundaku.
Di tanganku masih tergenggam benih hijau darimu untuk ditebarkan,
dan di bibirku terjalin lagu perasaanmu agar kusenandungkan.
Tapi aku kembali tanpa membawa buah atau kumandang lagu,
karena tangan ini lumpuh dan bibirku kelu.

Dengarlah, wahai kabut.
Betapa aku mencintai dunia, dan dunia pun mengasihiku.
Setiap senyumku tersungging di bibirnya,
air-matanya menggenang di pelupukku.
Namun di antara kami menganga jurang kebisuan yang tak terjembatani.

Wahai kabut saudaraku, engkau yang tak mengenal mati.
Telah kunyanyikan lagu-lagu lama kepada anak-anak negeri.
Mereka pun mendengar dengan wajah-wajah jernih berseri.
Namun mereka lupa hari yang akan tiba,
dan aku tak tahu kepada siapa angin akan meneruskannya.
Meski pun lagu itu bukan gubahanku,
tapi ia tumbuh di hatiku - yang dengan segera mengalun di bibirnya.

Duhai kabut saudaraku tercinta.
Apa pun yang akan terjadi, rasa damai telah meliputi.
Cukup bagiku selalu menyanyikan, lagu bagi mereka yang telah terlahirkan.
Dan meski pun nyanyian itu bukan milikku,
tapi ia bertunas di kedalaman lembah hatiku.

Duhai kabut, engkaulah saudaraku.
Bersamamu kini aku akan menyatu.
Kedirianku telah lenyap dan hilang,
segala tepian pembatasku juga telah tumbang,
dan segala rantai dan belengguku tak lagi menghalang.
Bersamamu aku akan melayang, bersamamu akan kuarungi samudera zaman,
hingga nanti masa kedua dari kehidupan.
Ketika pagi menabur embun di sebuah taman,
aku akan kembali menjelma bayi,
dalam dekapan seorang perempuan.

(Kupersembahkan buat isteri dan anak-anakku tercinta;
kalian laksana kembang di taman hatiku, membangkitkan gairah meraih hidup
dan masa depan. Kiranya Sang Khalik tetap melingkupi kalian dengan cinta kasihNya
yang tiada ternilai. Cintaku pada kalian sejauh hidup yang diberikan Sang Khalik,
tapi harapanku pada Dia demi hidup dan masa depan kalian adalah tak berujung,
sekali pun tubuhku harus terkubur di tempat yang dalam)

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love