Refleksi Batin Mensyukuri 46 Tahun Kehidupan
Kutuliskan Jadi Kenangan Buat Isteri dan Anak-anakku
Smile in the face of adversity.
Be contemptuous of danger.
Undanted in defeat.
Magnanimous in victory.
(Tersenyumlah dalam menghadapi kemalangan. Beranilah menantang bahaya. Tegarlah dalam kekalahan. Selalu rendah hati pada setiap kemenangan).
Wahai jiwa,
mengapa harus berkeluh di kala jalan yang kau tempuh menanjak,
bersungut di kala onak menghiasi tapak kakimu,
lalu kau berkata; tiada asa dalam hidup,
tiada arti dalam karya dan karsa.
Bila aku tak merindukan keabadian,
takkan pernah kelantunkan madah bakti,
senandung kalbu memuja Sang Abadi.
Wahai jiwa,
bila aku tak berharap akan sorga,
aku telah menikam diriku,
kubunuh ragaku terbenam dalam debu.
Kubur jadi akhir dari perjalananku,
berselimut kelam di alam kematian,
tentu asa hilang dan masa menghempaskan aku dalam ketiadaan,
hingga namaku terhapus, kenangan akan hari-hariku sirna
Wahai jiwa,
tak kuhiraukan ajaran bida'ah,
yang menolak akan hidup abadi hingga menistai segala kebajikan
kuyakinkan batinku, kuhiburkan sukmaku
kukatakan bahwa keabadian adalah realita Ilahi,
yang kurengkuh dalam kehinaanku sebagai adamah (manusia tanah),
keabadian adalah realita kekinian,
bagi jiwa yang haus akan Sabda Kehidupan.
Sekiranya keabadian tak ada,
mengapa tangan Sang Khalik harus kotor oleh debu,
peluh bercampur tanah membentuk sang Adam,
dengan desah nafas bak badai dengan gemuruhnya,
dihembuskannya nafas hidup hingga adamah mernilai,
dengan gerak yang lincah, Adam melangkah masuk ke firdaus.
Wahai jiwaku,
nyanyikanlah senandung sukma,
bersyukurlah karena kejadianku sungguh dahsyat,
teruslah melangkah maju karena keabadian itu ada,
rengkuhlah hidup dan torehkanlah baktimu,
agar Sang Khalik tersenyum,
menyambut datangmu di taman penuh kesenangan.
Bersyukurlah hai jiwaku,
Senandungkanlah nyanyian sukma,
karena hari ini Sang Khalik berkenan,
dengan ridhaNya engkau dituntun,
menapaki hidup setahun, menorehkan bakti dalam kehinaanmu sebagai manusia,
sebab empat puluh enam tahun yang lalu engkau hanyalah bayi lemah,
tak kuasa menahan panas dan dingin,
namun dalam kehangatan kasihNya,
engkau tumbuh melintasi waktu, menantang badai melawan prahara,
hingga engkau mengerti,
bahwa hidup ini indah walau airmata tertumpah
Wahai jiwa,
bersukacitalah jika hari ini aku masih ada,
mungkin esok engkau tiada menapaki hidup dikefanaan dunia ini,
nikmatilah hari ini dengan senyum,
taburlah benih kebajikan di tiap tapak yang kau lalui,
sebab hal itu jadi kenangan indah bagi Sang Khalik,
untuk menyambut dirimu masuk dalam keabadian.
(Samarinda, 6 Juni 2014, kutuliskan tepat pukul 00.05)
Trima kasih buat teman-teman, saudara, dan jemaat
untuk semua dukungan doa, kata-kata motivasi, kritik dan saran,
bahkan amarah dan kedengkian. Semua itu kuapresiasi sebagai bentuk sokongan
agar diriku tumbuh jadi pribadi yang baik dalam melayani Tuhan dan jemaat.
Trima kasih buat isteriku dan anak-anakku.
Kiranya damaiNya terus menuntun sejauh hidup di dunia ini hingga tiba di FIRDAUS.
Kutuliskan Jadi Kenangan Buat Isteri dan Anak-anakku
Smile in the face of adversity.
Be contemptuous of danger.
Undanted in defeat.
Magnanimous in victory.
(Tersenyumlah dalam menghadapi kemalangan. Beranilah menantang bahaya. Tegarlah dalam kekalahan. Selalu rendah hati pada setiap kemenangan).
Wahai jiwa,
mengapa harus berkeluh di kala jalan yang kau tempuh menanjak,
bersungut di kala onak menghiasi tapak kakimu,
lalu kau berkata; tiada asa dalam hidup,
tiada arti dalam karya dan karsa.
Bila aku tak merindukan keabadian,
takkan pernah kelantunkan madah bakti,
senandung kalbu memuja Sang Abadi.
Wahai jiwa,
bila aku tak berharap akan sorga,
aku telah menikam diriku,
kubunuh ragaku terbenam dalam debu.
Kubur jadi akhir dari perjalananku,
berselimut kelam di alam kematian,
tentu asa hilang dan masa menghempaskan aku dalam ketiadaan,
hingga namaku terhapus, kenangan akan hari-hariku sirna
Wahai jiwa,
tak kuhiraukan ajaran bida'ah,
yang menolak akan hidup abadi hingga menistai segala kebajikan
kuyakinkan batinku, kuhiburkan sukmaku
kukatakan bahwa keabadian adalah realita Ilahi,
yang kurengkuh dalam kehinaanku sebagai adamah (manusia tanah),
keabadian adalah realita kekinian,
bagi jiwa yang haus akan Sabda Kehidupan.
Sekiranya keabadian tak ada,
mengapa tangan Sang Khalik harus kotor oleh debu,
peluh bercampur tanah membentuk sang Adam,
dengan desah nafas bak badai dengan gemuruhnya,
dihembuskannya nafas hidup hingga adamah mernilai,
dengan gerak yang lincah, Adam melangkah masuk ke firdaus.
Wahai jiwaku,
nyanyikanlah senandung sukma,
bersyukurlah karena kejadianku sungguh dahsyat,
teruslah melangkah maju karena keabadian itu ada,
rengkuhlah hidup dan torehkanlah baktimu,
agar Sang Khalik tersenyum,
menyambut datangmu di taman penuh kesenangan.
Bersyukurlah hai jiwaku,
Senandungkanlah nyanyian sukma,
karena hari ini Sang Khalik berkenan,
dengan ridhaNya engkau dituntun,
menapaki hidup setahun, menorehkan bakti dalam kehinaanmu sebagai manusia,
sebab empat puluh enam tahun yang lalu engkau hanyalah bayi lemah,
tak kuasa menahan panas dan dingin,
namun dalam kehangatan kasihNya,
engkau tumbuh melintasi waktu, menantang badai melawan prahara,
hingga engkau mengerti,
bahwa hidup ini indah walau airmata tertumpah
Wahai jiwa,
bersukacitalah jika hari ini aku masih ada,
mungkin esok engkau tiada menapaki hidup dikefanaan dunia ini,
nikmatilah hari ini dengan senyum,
taburlah benih kebajikan di tiap tapak yang kau lalui,
sebab hal itu jadi kenangan indah bagi Sang Khalik,
untuk menyambut dirimu masuk dalam keabadian.
(Samarinda, 6 Juni 2014, kutuliskan tepat pukul 00.05)
Trima kasih buat teman-teman, saudara, dan jemaat
untuk semua dukungan doa, kata-kata motivasi, kritik dan saran,
bahkan amarah dan kedengkian. Semua itu kuapresiasi sebagai bentuk sokongan
agar diriku tumbuh jadi pribadi yang baik dalam melayani Tuhan dan jemaat.
Trima kasih buat isteriku dan anak-anakku.
Kiranya damaiNya terus menuntun sejauh hidup di dunia ini hingga tiba di FIRDAUS.
No comments:
Post a Comment