Renungan Malam - Kamis, 17 September 2015
Sebuah Refleksi Pribadi
"Dan apabila AKU telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, AKU akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKU, supaya di tempat di mana AKU berada, kamu pun berada"
Bacaan : Yohanes 14 : 1 - 14
Pada dasarnya ada 2 konsep manusia tentang kehidupan.
Yang pertama menyatakan bahwa kehidupan manusia hanya terjadi selama ia masih bernafas, berpikir dan bergerak. Ketika aktivitas itu berhenti maka berakhirlah manusia itu.
Yang kedua menyatakan bahwa kehidupan manusia dalam dunia ini hanyalah kesementaraan, dan saat kematian menjemputnya maka kehidupan yang sesungguhnya barulah di mulai.
Saudaraku....
Konsep yang pertama menolak tentang kehidupan sesudah kematian. Karena itu, mereka yang mempertahankan konsep ini tidak peduli pada aturan atau hukum dan norma agama. Mereka berusaha mengisi hari-hari mereka (selagi nafas masih ada) dengan hidup dalam pesta pora, kesenangan dan segala bentuk kenikmatan duniawi. Dalam dunia modern sekarang ini, kelompok ini menamakan diri Kaum Happies.
Konsep yang kedua memang tidak menyangkali bahwa manusia itu makhluk yang fana. Ada batas waktu hidup di dunia ini dan setelah itu kematian menjadi realita yang tidak dapat ditolak. Tapi kematian bukanlah akhir dari segalanya. Justru di balik kematian itu, kehidupan yang sesungguhnya barulah dimulai. Karena itu, mereka yang mempertahankan konsep ini berusaha untuk membekali hidupnya dengan segala kebajikan, amal dan ibadah. Sebab bagi kelompok ini, hanya dengan melakukan kebajikan, amal dan ibadah maka pintu masuk ke kehidupan yang sesungguhnya akan terbuka. Hanya mereka yang mampu melakukan hal tersebut (menjauhkan diri dari tindak kejahatan, rajin bersedekah dan taat menjalankan syariat agamanya), merekalah yang pantas untuk menikmati keabadian hidup dalam Firdaus (Eden).
Lalu bagaimana pandangan kekristenan tentang kehidupan?
Kekristenan memang tidak menyangkali bahwa ada batas waktu bagi setiap manusia untuk menikmati hidup di dunia ini. Hakekat manusia yang diciptakan dari bahan yang lemah (debu tanah) membuat manusia itu bersifat fana, dan kematian akan mengakhiri perjalanan hidupnya di dunia ini lalu kembali ke tempat dari mana ia diambil yaitu tanah (Adamah). Namun demikian, kekristenan menegaskan bahwa kematian bukanlah kata akhir dari kemanusiaan. Sekali pun manusia diciptakan dari bahan yang fana, namun ia diciptakan menurut gambar dan rupa Khaliknya. Dari bahan yang fana ini, Allah yang kekal (abadi) menghembuskan nafas hidup ke dalamnya, sehingga dalam diri manusia yang fana ini keabadian hidup mengalir.
Dosa memang telah mencoreng manusia sebagai makhluk keabadian. Karena dosa, maka relasi manusia dengan sumber keabadian, yaitu Tuhan menjadi rusak. Dalam konsep kekritenan, hanya Tuhanlah yang dapat memulihkan keadaan yang rusak ini, bukan atas dasar kebajikan, amal dan ibadah; sekali pun dalam kekristenan, kebajikan, amal dan ibadah itu adalah sebuah keharusan. Jujur kita harus akui bahwa banyak di antara kita yang memiliki pemikiran bahwa jika aku tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berkata dusta, dan lain-lain bentuk kejahatan maka otomatis ada tiket di tangan untuk masuk sorga. Lalu bagaimana tanggapan anda tentang seorang pembunuh yang tersalib bersama dengan Yesus? Tidakkah Yesus berkata kepadanya: "sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus (Luk. 23:43)". Rasul Paulus sendiri menegaskan dalam suratnya kepada Timotius: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dalam panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri yang telah dikaruniakan kepada kita di dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman (2 Tim. 1:9)".
Jika demikian, apa dasar bagi kita untuk mengalami keabadian hidup?
Dalam Yoh. 3:16 ditegaskan bahwa: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal". Jelas sekali bahwa untuk memperoleh hidup yang kekal, tidak ada cara lain selain percaya kepada Dia yang adalah satu-satunya jalan yakni Yesus Kristus. Melalui suratnya yang kedua, Sang tabib Lukas mengatakan: "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan (Kis. 4:12)". Siapakah Dia itu? Tidak lain adalah Tuhan Yesus. Inilah kuncinya untuk mengalami keabadian hidup bersama dengan Dia dalam Firdaus. Jadi kita diselamatkan dan menerima keabadian hidup dalam Firdaus bukan karena kebajikan dan amal-ibadah kita, tetapi semata-mata karena anugerah Allah melalui iman kita kepada Tuhan Yesus.
Jikalau demikian, apakah dapat dikatakan bahwa perbuatan baik, amal dan ibadah itu tidak lagi dibutuhkan?
Tidaklah demikian. Sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan karena iman kepada Yesus Kristus, perbuatan baik, amal dan ibadah kita adalah buah-buah dari iman kita yang kita lakukan sebagai bentuk ungkapan syukur atas keselamatan yang sudah kita terima. Yohanes mengatakan: "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia ini supaya kita hidup olehNya. Inilah kasih itu, bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian atas dosa-dosa kita. Jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh. 4:9-11, 19)". Jadi segala bentuk kebajikan, amal dan ibadah kita adalah bentuk ungkapan syukur dan terima kasih kita atas jaminan yang pasti tentang keselamatan dan kehidupan kekal yang kita peroleh hanya di dalam, oleh dan melalui Tuhan Yesus.
Saudaraku....
Saya memiliki suatu keyakinan yang sedemikian kuat bahwa Tuhan Yesus telah menyempurnakan karya penyelamatanNya bagi diriku. Saya tidak akan pernah meragukan hal tersebut, bahwa IA sedemikian mencintai saya, dan kekuatan cintaNya terhadap saya sehingga IA harus mempertaruhkan hidupNya untuk satu hal: "Saya harus diselamatkan". Harga untuk menebus saya itu sangat mahal, yakni "tubuhNya dipecah-pecahkan dan darahNya ditumpahkan". Jikalau Tuhan Yesus sedemikian mencintai saya, maka tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mencintai atau mengasihi anda. Kasihku pada Yesus menjadi sempurna melalui kasihku kepada anda. Dan untuk itu saya percaya bahwa saya akan dimuliakan bersama-sama dengan Dia dalam kerajaanNya, sebagaimana yang disabdakanNya : "Supaya di tempat di mana AKU berada, kamu pun berada".
Selamat berimankan Yesus Kristus.
Dialah jawaban keabadian hidup anda.
Jika anda tetap setia, maka mahkota itu akan anda terima.
Sebuah Refleksi Pribadi
"Dan apabila AKU telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, AKU akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKU, supaya di tempat di mana AKU berada, kamu pun berada"
Bacaan : Yohanes 14 : 1 - 14
Pada dasarnya ada 2 konsep manusia tentang kehidupan.
Yang pertama menyatakan bahwa kehidupan manusia hanya terjadi selama ia masih bernafas, berpikir dan bergerak. Ketika aktivitas itu berhenti maka berakhirlah manusia itu.
Yang kedua menyatakan bahwa kehidupan manusia dalam dunia ini hanyalah kesementaraan, dan saat kematian menjemputnya maka kehidupan yang sesungguhnya barulah di mulai.
Saudaraku....
Konsep yang pertama menolak tentang kehidupan sesudah kematian. Karena itu, mereka yang mempertahankan konsep ini tidak peduli pada aturan atau hukum dan norma agama. Mereka berusaha mengisi hari-hari mereka (selagi nafas masih ada) dengan hidup dalam pesta pora, kesenangan dan segala bentuk kenikmatan duniawi. Dalam dunia modern sekarang ini, kelompok ini menamakan diri Kaum Happies.
Konsep yang kedua memang tidak menyangkali bahwa manusia itu makhluk yang fana. Ada batas waktu hidup di dunia ini dan setelah itu kematian menjadi realita yang tidak dapat ditolak. Tapi kematian bukanlah akhir dari segalanya. Justru di balik kematian itu, kehidupan yang sesungguhnya barulah dimulai. Karena itu, mereka yang mempertahankan konsep ini berusaha untuk membekali hidupnya dengan segala kebajikan, amal dan ibadah. Sebab bagi kelompok ini, hanya dengan melakukan kebajikan, amal dan ibadah maka pintu masuk ke kehidupan yang sesungguhnya akan terbuka. Hanya mereka yang mampu melakukan hal tersebut (menjauhkan diri dari tindak kejahatan, rajin bersedekah dan taat menjalankan syariat agamanya), merekalah yang pantas untuk menikmati keabadian hidup dalam Firdaus (Eden).
Lalu bagaimana pandangan kekristenan tentang kehidupan?
Kekristenan memang tidak menyangkali bahwa ada batas waktu bagi setiap manusia untuk menikmati hidup di dunia ini. Hakekat manusia yang diciptakan dari bahan yang lemah (debu tanah) membuat manusia itu bersifat fana, dan kematian akan mengakhiri perjalanan hidupnya di dunia ini lalu kembali ke tempat dari mana ia diambil yaitu tanah (Adamah). Namun demikian, kekristenan menegaskan bahwa kematian bukanlah kata akhir dari kemanusiaan. Sekali pun manusia diciptakan dari bahan yang fana, namun ia diciptakan menurut gambar dan rupa Khaliknya. Dari bahan yang fana ini, Allah yang kekal (abadi) menghembuskan nafas hidup ke dalamnya, sehingga dalam diri manusia yang fana ini keabadian hidup mengalir.
Dosa memang telah mencoreng manusia sebagai makhluk keabadian. Karena dosa, maka relasi manusia dengan sumber keabadian, yaitu Tuhan menjadi rusak. Dalam konsep kekritenan, hanya Tuhanlah yang dapat memulihkan keadaan yang rusak ini, bukan atas dasar kebajikan, amal dan ibadah; sekali pun dalam kekristenan, kebajikan, amal dan ibadah itu adalah sebuah keharusan. Jujur kita harus akui bahwa banyak di antara kita yang memiliki pemikiran bahwa jika aku tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berkata dusta, dan lain-lain bentuk kejahatan maka otomatis ada tiket di tangan untuk masuk sorga. Lalu bagaimana tanggapan anda tentang seorang pembunuh yang tersalib bersama dengan Yesus? Tidakkah Yesus berkata kepadanya: "sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus (Luk. 23:43)". Rasul Paulus sendiri menegaskan dalam suratnya kepada Timotius: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dalam panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri yang telah dikaruniakan kepada kita di dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman (2 Tim. 1:9)".
Jika demikian, apa dasar bagi kita untuk mengalami keabadian hidup?
Dalam Yoh. 3:16 ditegaskan bahwa: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal". Jelas sekali bahwa untuk memperoleh hidup yang kekal, tidak ada cara lain selain percaya kepada Dia yang adalah satu-satunya jalan yakni Yesus Kristus. Melalui suratnya yang kedua, Sang tabib Lukas mengatakan: "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan (Kis. 4:12)". Siapakah Dia itu? Tidak lain adalah Tuhan Yesus. Inilah kuncinya untuk mengalami keabadian hidup bersama dengan Dia dalam Firdaus. Jadi kita diselamatkan dan menerima keabadian hidup dalam Firdaus bukan karena kebajikan dan amal-ibadah kita, tetapi semata-mata karena anugerah Allah melalui iman kita kepada Tuhan Yesus.
Jikalau demikian, apakah dapat dikatakan bahwa perbuatan baik, amal dan ibadah itu tidak lagi dibutuhkan?
Tidaklah demikian. Sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan karena iman kepada Yesus Kristus, perbuatan baik, amal dan ibadah kita adalah buah-buah dari iman kita yang kita lakukan sebagai bentuk ungkapan syukur atas keselamatan yang sudah kita terima. Yohanes mengatakan: "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia ini supaya kita hidup olehNya. Inilah kasih itu, bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian atas dosa-dosa kita. Jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh. 4:9-11, 19)". Jadi segala bentuk kebajikan, amal dan ibadah kita adalah bentuk ungkapan syukur dan terima kasih kita atas jaminan yang pasti tentang keselamatan dan kehidupan kekal yang kita peroleh hanya di dalam, oleh dan melalui Tuhan Yesus.
Saudaraku....
Saya memiliki suatu keyakinan yang sedemikian kuat bahwa Tuhan Yesus telah menyempurnakan karya penyelamatanNya bagi diriku. Saya tidak akan pernah meragukan hal tersebut, bahwa IA sedemikian mencintai saya, dan kekuatan cintaNya terhadap saya sehingga IA harus mempertaruhkan hidupNya untuk satu hal: "Saya harus diselamatkan". Harga untuk menebus saya itu sangat mahal, yakni "tubuhNya dipecah-pecahkan dan darahNya ditumpahkan". Jikalau Tuhan Yesus sedemikian mencintai saya, maka tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mencintai atau mengasihi anda. Kasihku pada Yesus menjadi sempurna melalui kasihku kepada anda. Dan untuk itu saya percaya bahwa saya akan dimuliakan bersama-sama dengan Dia dalam kerajaanNya, sebagaimana yang disabdakanNya : "Supaya di tempat di mana AKU berada, kamu pun berada".
Selamat berimankan Yesus Kristus.
Dialah jawaban keabadian hidup anda.
Jika anda tetap setia, maka mahkota itu akan anda terima.
No comments:
Post a Comment