Bahan Penelaahan Alkitab (PA)
Untuk Ibadah Rumah Tangga Jemaat Samarinda
(Pekan Anak Gereja Toraja)
Hari Rabu, 10 September 2014
Bacaan : Mazmur 78 : 12 - 31
Pokok Bahasan:
1). Agar warga jemaat memahami dan menghayati bahwa Allah memberi mandat untuk
menuntun dan mengarahkan anak-anak menjadi pribadi yang takut akan Tuhan.
2). Agar orangtua dan anak tetap setia melakukan firman Tuhan hingga akhir.
I. Pembimbing
Jika kita mengamati kehidupan keluarga dewasa ini maka akan nampaklah bahwa sudah begitu banyak hal yang menjadi warisan masa lalu atau yang menjadi kebiasaan yang dilanjutkan secara turun temurun telah terkikis bahkan telah dilupakan; padahal hal tersebut sangat penting dalam kaitannya dengan pembentukan karakter. Misalnya saja, mengisahkan tentang moral dan etika yang dikemas dalam cerita-cerita yang bermakna sekali pun cerita itu hanyalah sebuah dongeng. Cerita-cerita seperti itu biasanya dituturkan pada waktu sebelum tidur. Kini fakta berbicara bahwa kebanyakan anak-anak tidak lagi tahu tentang cerita-cerita itu, misalnya cerita tentang Malin Kundang, Bawang Merah dan Bawang Putih, Ande-Ande Lumut, Tulangdidi, Kancil dan Buaya, Perlombaan Kancil dan Kura-kura, dan masih banyak lagi cerita yang lainnya. Jika mereka ditanya tentang cerita-cerita yang mereka gemari maka mereka akan menjawab: Upin - Ipin, Dora Emon, Sinchan, Teletubis, Satria Baja Hitam, Power Rangers, Tom dan Jerry, dan lain-lain.
Di samping itu, hilangnya kebiasaan untuk menuturkan kembali tentang kisah keluarga atau kisah-kisah kepahlawanan yang mungkin saja pernah dilakukan oleh kakek-nenek atau nenek moyang kita di masa lalu. Nilai-nilai moral yang tersimpan di balik kisah heroik tersebut seolah-olah terkubur. Padahal penuturan kisah-kisah tersebut bukan terutama dimaksudkan agar anak-cucu kita sekarang menjadi bangga dengan kebesaran para leluhurnya, tetapi yang paling utama adalah menjadi pelajaran dan contoh/teladan bagaimana mereka seharusnya melakukan sesuatu agar mereka berhasil atau sukses meraih masa depannya.
Hal-hal yang telah saya sebutkan di atas, sekali lagi; sekarang ini jarang atau sama sekali tidak dilakukan. Mengapa? Ada beberapa faktor yang menyebabkannya:
1). Cerita-cerita seperti itu dianggap sudah ketinggalan zaman, sudah tidak "up to date" lagi, alias KUNO.
2). Fasilitas manusia sekarang ini sudah jauh lebih canggih daripada zaman-zaman ketika kisah-kisah tersebut lagi trend dituangkan dalam bentuk buku. Setiap orang kini dapat mengakses cerita-cerita tersebut dengan mudah dan cepat sehingga tidak perlu mendengar lagi dari orang lain atau dari orangtuanya.
3). Masing-masing anggota keluarga (ayah-ibu-anak) sibuk dengan urusannya; sibuk mengurus kepentingannya sendiri, sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga rasa-rasanya tidak ada lagi waktu untuk bertemu dan duduk bersama. Jangankan duduk bersama, kebiasaan untuk makan bersama juga sangat sulit diwujudkan.
Dalam kondisi seperti ini, rasa peduli satu dengan yang lainnya menjadi terkikis dan hal ini turut mempengaruhi karakter iman seseorang sehingga ia tidak lagi mempunyai waktu untuk bersekutu dengan Tuhan secara bersama-sama (membaca dan mendengarkan Firman Tuhan dan berdoa bersama-sama). Dan jika hal ini tidak disikapi dengan baik dan benar, maka ada ancaman bagi orangtua akan kehilangan generasi yang santun dan hormat kepada orangtuanya serta hilangnya generasi yang takut akan Tuhan.
Moment Pekan Anak Gereja Toraja kiranya menjadi kesempatan bagi setiap orangtua untuk merenungkan kembali perannya sebagai Penganyom, Pendidik, Pembimbing dan Teman Main bagi anak-anaknya. Pekan Anak Gereja Toraja diharapkan menjadi kesempatan bagi setiap orangtua untuk melakukan pembaharuan komitmen (Re-comitment) akan perannya sebagai "Imam bagi keluarganya khususnya bagi anak-anaknya" sama seperti peran yang dimainkan oleh Ayub (Ayub 1:5).
Mazmur 78 merupakan nyanyian pengajaran dari Bani Asaf yang mengisahkan tentang sejarah perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan. Hitam-Putihnya kehidupan bangsa Israel tidak disembunyikan dalam perikop bacaan ini. Sebaliknya, semua itu diungkapkan secara lugas, namun di balik semua itu sang pemazmur tidak berhenti mengungkapkan betapa besarnya kasih dan kuasa Tuhan menyertai dan melindungi Israel. Mazmur ini dilantunkan sebagai ingatan yang disampaikan secara turun-temurun kepada anak-cucu Israel, dengan maksud agar mereka dapat belajar dari kegagalan-kegagalan yang dialami oleh nenek motang mereka dan mereka berusaha untuk tidak melakukan hal tersebut jika mereka mengharapkan kehidupan yang lebih baik. Penuturan ulang tentang kisah masa lalu Israel dimaksudkan agar generasi pelanjut (anak-cucu Israel) tidak jatuh dalam perbuatan yang sama seperti nenek moyang mereka; tindakan yang senantiasa mendurhaka dan memberontak terhadap Tuhan. Generasi pelanjut (anak-cucu Israel) diharapkan untuk tetap setia untuk berpegang teguh pada Firman Tuhan. Jika hal ini menjadi warna kehidupan mereka, maka tidak akan ada lagi generasi yang hilang sama seperti generasi pertama bangsa Israel yang keluar dari Mesir. Ya....tidak akan ada generasi yang tidak percaya kepada Allah dan tidak akan ada lagi generasi yang tidak mengenal Allahnya.
II. Refleksi Diri/Ruang Kesaksian
1). Adakah perbuatan-perbuatan Allah yang menjadi pengalaman iman dalam kehidupan anda yang anda anggap penting dan tepat untuk menjadi sebuah kisah yang harus dituturkan kepada anak-cucu, sehingga lewat kisah itu karakter mereka akan terbentuk menjadi pribadi yang beriman dan yang setia sampai akhir untuk melakukan firman Tuhan.
2). Upaya-upaya apa saja yang dapat kita lakukan dalam keluarga/rumahtangga agar kita terhindar dari bahaya kehilangan generasi yang santun dan hormat pada orangtua serta generasi yang takut akan Tuhan?
Untuk Ibadah Rumah Tangga Jemaat Samarinda
(Pekan Anak Gereja Toraja)
Hari Rabu, 10 September 2014
Bacaan : Mazmur 78 : 12 - 31
Pokok Bahasan:
1). Agar warga jemaat memahami dan menghayati bahwa Allah memberi mandat untuk
menuntun dan mengarahkan anak-anak menjadi pribadi yang takut akan Tuhan.
2). Agar orangtua dan anak tetap setia melakukan firman Tuhan hingga akhir.
I. Pembimbing
Jika kita mengamati kehidupan keluarga dewasa ini maka akan nampaklah bahwa sudah begitu banyak hal yang menjadi warisan masa lalu atau yang menjadi kebiasaan yang dilanjutkan secara turun temurun telah terkikis bahkan telah dilupakan; padahal hal tersebut sangat penting dalam kaitannya dengan pembentukan karakter. Misalnya saja, mengisahkan tentang moral dan etika yang dikemas dalam cerita-cerita yang bermakna sekali pun cerita itu hanyalah sebuah dongeng. Cerita-cerita seperti itu biasanya dituturkan pada waktu sebelum tidur. Kini fakta berbicara bahwa kebanyakan anak-anak tidak lagi tahu tentang cerita-cerita itu, misalnya cerita tentang Malin Kundang, Bawang Merah dan Bawang Putih, Ande-Ande Lumut, Tulangdidi, Kancil dan Buaya, Perlombaan Kancil dan Kura-kura, dan masih banyak lagi cerita yang lainnya. Jika mereka ditanya tentang cerita-cerita yang mereka gemari maka mereka akan menjawab: Upin - Ipin, Dora Emon, Sinchan, Teletubis, Satria Baja Hitam, Power Rangers, Tom dan Jerry, dan lain-lain.
Di samping itu, hilangnya kebiasaan untuk menuturkan kembali tentang kisah keluarga atau kisah-kisah kepahlawanan yang mungkin saja pernah dilakukan oleh kakek-nenek atau nenek moyang kita di masa lalu. Nilai-nilai moral yang tersimpan di balik kisah heroik tersebut seolah-olah terkubur. Padahal penuturan kisah-kisah tersebut bukan terutama dimaksudkan agar anak-cucu kita sekarang menjadi bangga dengan kebesaran para leluhurnya, tetapi yang paling utama adalah menjadi pelajaran dan contoh/teladan bagaimana mereka seharusnya melakukan sesuatu agar mereka berhasil atau sukses meraih masa depannya.
Hal-hal yang telah saya sebutkan di atas, sekali lagi; sekarang ini jarang atau sama sekali tidak dilakukan. Mengapa? Ada beberapa faktor yang menyebabkannya:
1). Cerita-cerita seperti itu dianggap sudah ketinggalan zaman, sudah tidak "up to date" lagi, alias KUNO.
2). Fasilitas manusia sekarang ini sudah jauh lebih canggih daripada zaman-zaman ketika kisah-kisah tersebut lagi trend dituangkan dalam bentuk buku. Setiap orang kini dapat mengakses cerita-cerita tersebut dengan mudah dan cepat sehingga tidak perlu mendengar lagi dari orang lain atau dari orangtuanya.
3). Masing-masing anggota keluarga (ayah-ibu-anak) sibuk dengan urusannya; sibuk mengurus kepentingannya sendiri, sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga rasa-rasanya tidak ada lagi waktu untuk bertemu dan duduk bersama. Jangankan duduk bersama, kebiasaan untuk makan bersama juga sangat sulit diwujudkan.
Dalam kondisi seperti ini, rasa peduli satu dengan yang lainnya menjadi terkikis dan hal ini turut mempengaruhi karakter iman seseorang sehingga ia tidak lagi mempunyai waktu untuk bersekutu dengan Tuhan secara bersama-sama (membaca dan mendengarkan Firman Tuhan dan berdoa bersama-sama). Dan jika hal ini tidak disikapi dengan baik dan benar, maka ada ancaman bagi orangtua akan kehilangan generasi yang santun dan hormat kepada orangtuanya serta hilangnya generasi yang takut akan Tuhan.
Moment Pekan Anak Gereja Toraja kiranya menjadi kesempatan bagi setiap orangtua untuk merenungkan kembali perannya sebagai Penganyom, Pendidik, Pembimbing dan Teman Main bagi anak-anaknya. Pekan Anak Gereja Toraja diharapkan menjadi kesempatan bagi setiap orangtua untuk melakukan pembaharuan komitmen (Re-comitment) akan perannya sebagai "Imam bagi keluarganya khususnya bagi anak-anaknya" sama seperti peran yang dimainkan oleh Ayub (Ayub 1:5).
Mazmur 78 merupakan nyanyian pengajaran dari Bani Asaf yang mengisahkan tentang sejarah perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan. Hitam-Putihnya kehidupan bangsa Israel tidak disembunyikan dalam perikop bacaan ini. Sebaliknya, semua itu diungkapkan secara lugas, namun di balik semua itu sang pemazmur tidak berhenti mengungkapkan betapa besarnya kasih dan kuasa Tuhan menyertai dan melindungi Israel. Mazmur ini dilantunkan sebagai ingatan yang disampaikan secara turun-temurun kepada anak-cucu Israel, dengan maksud agar mereka dapat belajar dari kegagalan-kegagalan yang dialami oleh nenek motang mereka dan mereka berusaha untuk tidak melakukan hal tersebut jika mereka mengharapkan kehidupan yang lebih baik. Penuturan ulang tentang kisah masa lalu Israel dimaksudkan agar generasi pelanjut (anak-cucu Israel) tidak jatuh dalam perbuatan yang sama seperti nenek moyang mereka; tindakan yang senantiasa mendurhaka dan memberontak terhadap Tuhan. Generasi pelanjut (anak-cucu Israel) diharapkan untuk tetap setia untuk berpegang teguh pada Firman Tuhan. Jika hal ini menjadi warna kehidupan mereka, maka tidak akan ada lagi generasi yang hilang sama seperti generasi pertama bangsa Israel yang keluar dari Mesir. Ya....tidak akan ada generasi yang tidak percaya kepada Allah dan tidak akan ada lagi generasi yang tidak mengenal Allahnya.
II. Refleksi Diri/Ruang Kesaksian
1). Adakah perbuatan-perbuatan Allah yang menjadi pengalaman iman dalam kehidupan anda yang anda anggap penting dan tepat untuk menjadi sebuah kisah yang harus dituturkan kepada anak-cucu, sehingga lewat kisah itu karakter mereka akan terbentuk menjadi pribadi yang beriman dan yang setia sampai akhir untuk melakukan firman Tuhan.
2). Upaya-upaya apa saja yang dapat kita lakukan dalam keluarga/rumahtangga agar kita terhindar dari bahaya kehilangan generasi yang santun dan hormat pada orangtua serta generasi yang takut akan Tuhan?
No comments:
Post a Comment