Laman

Wednesday, September 10, 2014

Wahana Apresiasi Kasih

Disarikan dari buku: "Maukah Kau Memandangku"
Buah karya: Bambang Untoro

MAUKAH KAU MEMANDANGKU


Kulihat dirimu.........
Pucat pasi di bawah matahari
Dari waktu ke waktu tiada henti
Membasuh peluh luruh dari sekujur tubuh
Menahan deraian airmata.......
Yang menyembul dari dalam jiwa
Tertatih-tatih kau meniti waktu.....
Yang seakan tanpa iba atas dirimu
Hanya luka dalam kepedihan
Juga duka dalam kekecewaan
Serta kehampaan dan kengerian
diberikannya siang dan malam pada dirimu

Semua luka di matamu....
Pancaran duka dan kepedihan di hatimu
Atas semua kenangan masa lalu
Yang tak pernah jemu datang mengganggu
Juga atas kenyataan.....
Yang sedang asyik mencumbu dirimu

Tawamu......
Hanyalah tirai dari segala kepedihan
Yang hendak kau sembunyikan
Nyanyianmu hanyalah kehampaan
Tarianmu tak lebih kedukaan
Yang juga ingin kau samarkan

Aku lihat dirimu......
Terseok-seok berusaha melaju
Berusaha mencapai sebuah jarak
Yang selalu terhapus.....
Hanya oleh embusan angin sepoi-sepoi
Atau oleh gerimis rintik-rintik

Saat kau tertunduk lesu......
Tiada bermakna semua daya yang ada
Juga setiap bentuk segala upaya
Seakan hanya mengejar titik cahaya
Yang lajunya tiada terhampiri
Yang juga tak pernah mau berhenti
Kau tampak kehilangan asa
Yang tampak dari mata, kaki dan suara
Meniadakan makna kepala dan dada
Bahkan memperdalam semua luka
Yang dengan gembira dan sukarela
Membuatmu kian merasa tak berdaya

Kau kini terdiam......
Berusaha keras mengasihani diri
Dengan jeritan-jeritan di tengah malam
Dengan kemarahan-kemarahan tanpa alasan
Mengutuk diri sendiri
Menghujat Dia Yang Abadi
Kau menyangka....
Itulah inti dari segala penyelesaian
Atas panasnya sinar mentari
Atas bekunya cahaya rembulan
Atas embusah angin sepoi-sepoi
Juga turunnya gerimis rintik-rintik

Aku sedih melihatmu begitu......
Begitu kuat namun merasa tak berdaya
Begitu kaya namun merasa tak punya apa-apa
Begitu indah namun merasa buruk rupa
Hanya karena salah mengartikan
Sinar mentari, angin sepoi-sepoi dan gerimis rintik-rintik

Mentari memberimu makna
Atas tiap jejak kaki yang kau pahat di bebatuan
Sinarnya memberimu terang dan pesona
Dia hanya terus dan terus memberi
Dan tiada mau peduli......
Dipuji atau dikutuki

Angin sepoi-sepoi........
Bukanlah embusan badai prahara
Ia hanyalah sebuah keanggunan pergerakan
Yang menyamarkan tajam sinar mentari
Yang memberimu kekuatan dan penghiburan
Dan membawakanmu kegembiraan serta harapan

Gerimis rintik-rintik....
Bukanlah hujan deras awal banjir bah
Yang dibuatNya untuk membuatmu binasa
Mengapa engkau takut....
Atas keindahan karuniaNya
Dan didikan kebijaksanaanNya

Barangkali saja.......
Semua akan jadi jauh berbeda
Jika kau anggap tak sepi diriku
Yang senantiasa bersamamu setiap waktu
Yang juga ingin kau pandang
Agar jiwamu menjadi lebih tenang
Aku adalah rasa keindahanmu
Dan merupakan pancaran kasih Ilahi
Agar senantiasa bersamamu
Mengajakmu untuk berusaha menghitung
Kasih yang telah diberikanNya kepadamu
Tiada henti dari waktu ke waktu
Akulah yang mengajakmu mengagumi
Keindahan tiap-tiap warna pelangi
Yang tersusun begitu indah dan pasti
Satukan gerimis dan sinar mentari
Dalam harmoni tak tertandingi
Dalam kemilau tak tersaingi
Akulah yang mengajakmu terpesona atas kemurnian
Keindahan anak rusa yang sedang berjalan di savana
Demikian indah penuh keanggunan
Demikian polos penuh kemurnian
Demikian damai penuh kepastian
Juga gembira penuh harapan

Aku akan memberitahumu.....
Atas semua pesona dan keindahanmu
Hingga kau akan bersyukur kepadaNya
Atas segala yang telah ada
Juga malu berkeluh-kesah
Dan tak ingin mengasihani diri lagi
Matahari adalah kegemaranku
Panasnya hasratku
Kan kunikmati setiap pancaran sinarnya
Kan kuterima teriknya dengan penuh gembira

Karena aku tahu....
Dia memang untukku
Saat malam pun juga diciptakanNya buatku
Agar pesona rembulan menjadi gairahku
Yang memudarkan lolongan panjang serigala
Serta bekunya tiupan angin laut
Dan membuatku tetap berharap
Akan datangnya hari yang baru untukku

Betapa lama aku menunggu sentuhanmu
Apakah kau tak merasakan kerinduanku?
Mungkinkah kau tak tahu keberadaanku?
Sehingga kau tak merasa mengabaikanku
Maka dengarlah aku bertanya.....
Maukah kau memandangku?
Dan selalu.....
Maukah kau memandangku?


(Didedikasikan buat semua warga jemaat yang mengalami dukacita karena kehilangan orang-orang yang dikasihi).
Dari
Ketulusan hati kuucapkan: "Turut Berdukacita".
Semoga hari esok berganti ceria.
Doaku menopang hidup kamu: "Tuhan Memberkatimu"

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love