Bahan Khotbah Untuk Ibadah Hari Minggu
Disampaikan di Gereja Toraja Jemaat Samarinda
Minggu, 19 April 2015
Bacaan : Lukas 24 : 36 - 49
Pengantar
Apa pun agama anda yang pasti bahwa anda adalah saksi dari apa yang anda yakini. Dan dalam posisi inilah maka anda akan berjuang untuk mempertahankan kesaksian anda sebagai sebuah kebenaran. Tak heran jika anda merasa terhina jikalau keyakinan atau agama anda dilecehkan dan karena itu anda rela melakukan apapun juga untuk membela keyakinan atau agama anda. Ya...setiap orang adalah saksi dari agamanya. Tanpa ber-PI atau ber-Dakwah, identitas diri seseorang menjadi kesaksian hidup bagi lingkungan di mana ia berada.
Kata yang dipergunakan dalam bahasa Yunani untuk merujuk pada arti kata "SAKSI" adalah "MARTYR" dan untuk arti kata "KESAKSIAN atau BERSAKSI" adalah "MARTURIA". Untuk kata "Martyr", kemudian mengalami pengembangan pemaknaan yakni orang-orang yang rela mati demi mempertahankan keyakinannya, dan Martyr yang pertama pasca kebangkitan Kristus adalah Stefanus (Kis. ).
Kedua kata dalam bahasa Yunani tersebut (Matryr dan Marturia) memiliki padanan kata dalam bahasa Arab, yakni "SYAHADAT" dan "SYUHADA". Arti kata Syahadat adalah Kesaksian seseorang tentang Tahuid yaitu hal-hal yang berhubungan dengan iman kepada Allah Yang Esa (tiada Tuhan selain Allah) yang kemudian ditambahkan dengan pengakuan bahwa Muhammad SAW adalah Rasul Allah. Seorang Muslim bertaruh nyawa untuk mempertahankan keyakinannya itu, dan ketika mereka harus mati karenanya maka mereka disebut "SYUHADA", yakni orang-orang yang mati di jalan Allah (Syahid).
Dalam sejarah perkembangan Gereja mula-mula (zaman penghambatan) di bawah rezim kaisar-kaisar Romawi, tidak sedikit umat Kristen bertahan pada keyakinannya dan mereka harus membayarnya dengan nyawa. Sekali pun demikian kerasnya tekanan, namun pertumbuhan dan perkembangan Gereja tidak bisa dibendung atau dihambat. Setiap saat (dalam hitungan hari maupun bulan), selalu saja ada anak-anak Tuhan meregang nyawa karena mempertahankan imannya kepada Tuhan Yesus, namun setiap saat pula bilangan umat Kristen bertambah-tambah. Dan benar ungkapan seorang Bapa Gereja Mula-mula (Flavius Yustinus, 103-165) bahwa "Meski kami orang Kristen dibunuh dengan pedang, disalibkan atau dibuang ke moncong-moncong binatang buas, atau pun disiksa dengan belenggu api, kami tidak akan murtad dari iman kami. Sebaliknya, semakin hebat penyiksaan yang kami alami akan semakin banyak orang demi nama Yesus yang akan bertobat dan menjadi saleh. Sebab darah para Martyr adalah persemaian yang subur bagi tumbuhnya benih Injil".
Pendalaman dan Pengembangan Perikop
Kubur Yesus yang kosong menjadi titik awal bagi para murid untuk melaksanakan tugas pemberitaan Injil. Inilah inti dari pemberitaan itu: "Mengapa kamu mencari DIA yang hidup di antara orang mati? IA tidak ada di sini, IA telah bangkit (Luk. 24:5b-6)". Dari titik inilah maka Tuhan Yesus memberikan perintah kepada para wanita Yerusalem yang menjadi saksi dari kubur yang kosong itu, Yesus yang bangkit bersabda: "Jangan takut, pergi dan katakanlah kepada saudara-saudaraKU, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat AKU (Mat. 28:10)".
Untuk menjadi seorang saksi (Martyr atau Syuhada) maka hal yang pertama harus dituntaskan adalah perasaan "TAKUT". Kepada Perempuan-perempuan Yerusalem, hal ini menjadi perigatan yang pertama. Seorang saksi harus menaklukkan perasaan takut, agar mereka mampu untuk memperkatakan sebuah kebenaran. Mereka tidak boleh sama seperti penjaga-penjaga kubur itu ketika menyaksikan peristiwa kubur kosong itu: "Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan, dan menjadi seperti orang-orang mati (Mat. 28:4)".
Perasaan takut akan mematikan semangat orang untuk mengatakan sebuah kebenaran. Dan karena perasaan takut tersebut maka kebenaran dapat diputar-balikkan menjadi sebuah ketidak-benaran (baca: Mat. 28:11-15). Katakanlah bahwa anda menjadi saksi tunggal dari sebuah peristiwa pembunuhan, namun tiba-tiba sang pembunuh mengancam anda bahwa jika anda membocorkan apa yang anda saksikan maka nyawa taruhannya. Tidakkah pada saat itu anda diliputi oleh perasaan takut? Anda mau mengatakan yang sebenarnya, namun nyawa anda terancam! Bisa jadi anda akan menyangkal lalu mengatakan bahwa anda tidak menyaksikan pembunuhan tersebut, bukan?
Ya...perasaan takut akan mematikan semangat seseorang untuk menyatakan ya di atas ya dan tidak di atas tidak. Karena takut kehilangan orang yang dicintai maka seseorang menganggap remeh kehidupan berimannya. Karena takut kehilangan pekerjaan sehingga seseorang mengorbankan kepercayaannya kepada Tuhan Yesus. Karena takut jenjang karier terhambat sehingga merasa malu untuk mengakui identitas dirinya sebagai seorang Kristen. Dan ingat akan hal ini: barang siapa yang masih takut (khususnya dalam hal menyatakan kebenaran) maka sesungguhnya mereka adalah budak dosa.
Perasaan "TAKUT" adalah masalah yang serius, dan karena itu kebangkitan harus terjadi. Tuhan Yesus tidak mau semua orang yang percaya kepadaNya masih diperbudak oleh perasaan takut. Karena itu, IA datang menjumpai para murid dengan ucapan ini: "Damai sejahtera bagi kamu". Yesus mau agar hati para murid dipenuhi dengan damai (Syalom). Hanya dengan hati yang dipenuhi SYALOM maka seseorang akan menolak segala bentuk ketidakbenaran dan juga segala bentuk godaan yang hanya memberikan kenikmatan sesaat.
Hal yang kedua yang harus dituntaskan dengan peristiwa kubur yang kosong adalah: "KEBIMBANGAN atau KERAGU-RAGUAN". Pertanyaan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya sesungguhnya juga ditujukan kepada Gereja sepanjang masa: "Apa sebabnya timbul keraguan-raguan di dalam hatimu. Kebimbangan atau keragu-raguan membutakan mata iman untuk melihat kehadiran Tuhan dalam hidup, teristimewa ketika hidup sedang diliputi rasa takut dan gentar. Tidakkah ini tergambar dengan jelas di antara murid Yesus pasca peristiwa penyaliban. Salib itu telah menjadi momok yang menakutkan dan menggentarkan hati para murid. Itulah sebabnya mereka mengisolasi diri demi mencari rasa aman dan damai. Segala pintu dan jendela tertutup bagi dunia luar. Karena perasaan mereka telah dibungkus dan diselimuti rasa takut, sehingga hati mereka bimbang dan ragu saat Yesus yang bangkit itu ada di tengah-tengah mereka. Keragu-raguan membuat seseorang sulit untuk bertindak dan sekaligus sangsi pada kemampuannya untuk menjadi saksi. Dan hal ini bagi Tuhan Yesus merupakan hal yang sangat serius sehingga harus diselesaikan. Karena itu dengan serius Tuhan Yesus memperlihatkan semua tanda-tanda yang ada pada tubuhNya ("Stigma") sebagai akibat dari penyaliban itu: "Lihatlah tanganKu dan kakiKu, Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaKu. Sambil berkata, Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya kepada mereka (ay. 39, 40)".
Peristiwa Salib yang menimbulkan keragu-raguan di hati para murid tentang keyakinan mereka selama bersama-sama dengan Tuhan Yesus bahwa Tuhan Yesus adalah "Mesias, Anak Allah yang hidup", persoalan ini hanya bisa dituntaskan dengan peristiwa kebangkitanNya. Itulah sebabnya Paulus mengatakan : "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu........ Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah bangkit dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1 Kor. 15:17, 20)".
Melalui perikop ini, Sang Tabib Lukas menegaskan bahwa Tuhan Yesus tidak mau melihat murid-muridNya masih diliputi kesangsian tentang fakta kebangkitanNya. Sebab bagaimana mungkin mereka dapat memberi kesaksian tentang kebangkitan itu jika mereka sendiri masih sangsi. Dan untuk hal inilah maka Tuhan Yesus memerintahkan mereka untuk tetap tinggal di Yerusalem. Ini adalah perintah yang penuh dengan resiko. Sebab bagi para murid, Yerusalem bukan lagi tempat yang nyaman bagi mereka, karena itu mereka mengisolasi diri. Namun sekarang setelah perjumpaan itu, mereka diperintahkan untuk tidak meninggalkan kota tersebut. Jika kita ada pada posisi para murid yang diliputi ketakutan bahkan kepanikan, tentu kita akan menilai perintah ini sebagai perintah yang gila. Tapi itulah cara Tuhan dalam memproses para murid untuk menjadi saksi kebangkitanNya. Mereka harus mengalahkan ketakutan dan kesangsian itu bukan berdasarkan kekuatan dan kemampuan yang mereka miliki, tetapi berdasarkan perintah dan kehendak Tuhan. Dan jika mereka siap untuk hal tersebut, maka Tuhan akan mencurahkan Roh KudusNya atas mereka; Roh yang akan memampukan mereka untuk bersaksi tentang kebenaran dan kesaksian mereka akan mengantar setiap orang yang mendengarkan datang pada pertobatan.
1. Setiap pribadi adalah saksi dari keyakinannya
Pada bagian awal sudah ditegaskan bahwa setiap pribadi tidak dapat mengelak dari tanggungjawab kesaksian karena apa yang diyakininya menjadi kesaksian yang hidup bagi orang lain. Ketika anda menyebut diri anda Kristen, maka orang akan mengalami perjumpaan dengan iman anda melalui peri hidup anda setiap hari. Baik buruknya kehidupan anda akan turut mempengaruhi penilaian orang terhadap keyakinan anda. Itulah sebabnya Paulus menyebut setiap orang percaya sebagai "Surat-surat Kristus". Jadi hitam putihnya kehidupan anda akan menjadi gambaran dari penilaian orang terhadap iman anda. Karena itu, katakan bahwa "Kami adalah saksi-saksi Kristus melalui kehidupan kami yang berpadanan dengan Injil".
2. Gereja (semua orang percaya) bertanggung jawab atas pemberitaan Injil
Gaung dari berita keselamatan harus menembus sekat suku dan bangsa, bahasa dan budaya. Untuk hal ini, Tuhan Yesus yang bangkit itu memproses para murid agar mereka tidak sangsi dan juga tidak takut dan memperlengkapi mereka dengan kuasa Roh Kudus. Para murid harus tunduk pada arahan Tuhan Yesus dan memberi diri untuk diutus untuk menjadi pewarta keselamatan. Panggilan untuk menjadi saksi Kristus sampai ke ujung dunia menjadi amanat agung yang ditinggalkan bagi para murid dan semua orang yang telah menerima berita tersebut, termasuk saudara dan saya. Jadi tanggung jawab pemberitaan Injil bukan hanya diletakkan di pundak para hamba-hamba Tuhan (Pendeta, Penatua, dan Diaken) tetapi tanggung jawab umat Tuhan secara universal (Imamat Am orang percaya). Karena itu, mari kita katakan kepada dunia: "kami adalah utusan-utusan Kristus, seolah-olah Allah berbicara melalui kami kepada kamu, karena itu serahkanlah dirimu untuk didamaikan dengan Allah".
3. Berita Injil akan mengantar orang pada pertobatan.
Berita Injil bukanlah bahasa retorika dengan mengandalkan akal pikiran manusia (ratio), tetapi bahasa Injil adalah bahasa iman dan bahasa jiwa yang mengantar setiap orang untuk menentukan sikap: "percaya - bertobat - hidup berpadanan dengan Injil". Jadi ketika seseorang mendengarkan berita tentang keselamatan yang telah dikerjakan oleh Allah melalui kematian dan kebangkitan Kristus, maka mereka harus dituntun untuk menyatakan keyakinannya atau imannya itu dengan mengatakan pengakuan secara pribadi bahwa: "Yesus itulah Tuhan dan Juruselamat", dan kemudian menyadari akan keadaan dirinya sebagai manusia pendosa sehingga dengan kerendahan hati ia menyatakan "pertobatannya" dan pada akhirnya berkomitment untuk menjalani suatu kehidupan yang baru yakni "kehidupan yang berpadanan dengan berita Injil".
Karena itu, untuk mengantar setiap orang pada pertobatan, maka kita sebagai "saksi kebangkitan Kristus" harus memperlihatkan keteladanan hidup berdasarkan Firman Allah. Inilah yang disebut dengan "pemuridan", dan perkara ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Roh memang penurut, tetapi daging lemah. Tetapi mintalah pada Tuhan, maka ia akan menuntun kita dengan kuasa Roh Kudus sehingga kita berani berkata : "Kami adalah saksiNya", dan karena itu kita dengan yakin dapat berkata kepada semua orang "bertobatlah dan percayalah pada Injil".
Selamat menjadi Syuhada, Tuhan Yesus yang bangkit itu akan memberi kekuatan kepada anda.
Disampaikan di Gereja Toraja Jemaat Samarinda
Minggu, 19 April 2015
Bacaan : Lukas 24 : 36 - 49
Pengantar
Apa pun agama anda yang pasti bahwa anda adalah saksi dari apa yang anda yakini. Dan dalam posisi inilah maka anda akan berjuang untuk mempertahankan kesaksian anda sebagai sebuah kebenaran. Tak heran jika anda merasa terhina jikalau keyakinan atau agama anda dilecehkan dan karena itu anda rela melakukan apapun juga untuk membela keyakinan atau agama anda. Ya...setiap orang adalah saksi dari agamanya. Tanpa ber-PI atau ber-Dakwah, identitas diri seseorang menjadi kesaksian hidup bagi lingkungan di mana ia berada.
Kata yang dipergunakan dalam bahasa Yunani untuk merujuk pada arti kata "SAKSI" adalah "MARTYR" dan untuk arti kata "KESAKSIAN atau BERSAKSI" adalah "MARTURIA". Untuk kata "Martyr", kemudian mengalami pengembangan pemaknaan yakni orang-orang yang rela mati demi mempertahankan keyakinannya, dan Martyr yang pertama pasca kebangkitan Kristus adalah Stefanus (Kis. ).
Kedua kata dalam bahasa Yunani tersebut (Matryr dan Marturia) memiliki padanan kata dalam bahasa Arab, yakni "SYAHADAT" dan "SYUHADA". Arti kata Syahadat adalah Kesaksian seseorang tentang Tahuid yaitu hal-hal yang berhubungan dengan iman kepada Allah Yang Esa (tiada Tuhan selain Allah) yang kemudian ditambahkan dengan pengakuan bahwa Muhammad SAW adalah Rasul Allah. Seorang Muslim bertaruh nyawa untuk mempertahankan keyakinannya itu, dan ketika mereka harus mati karenanya maka mereka disebut "SYUHADA", yakni orang-orang yang mati di jalan Allah (Syahid).
Dalam sejarah perkembangan Gereja mula-mula (zaman penghambatan) di bawah rezim kaisar-kaisar Romawi, tidak sedikit umat Kristen bertahan pada keyakinannya dan mereka harus membayarnya dengan nyawa. Sekali pun demikian kerasnya tekanan, namun pertumbuhan dan perkembangan Gereja tidak bisa dibendung atau dihambat. Setiap saat (dalam hitungan hari maupun bulan), selalu saja ada anak-anak Tuhan meregang nyawa karena mempertahankan imannya kepada Tuhan Yesus, namun setiap saat pula bilangan umat Kristen bertambah-tambah. Dan benar ungkapan seorang Bapa Gereja Mula-mula (Flavius Yustinus, 103-165) bahwa "Meski kami orang Kristen dibunuh dengan pedang, disalibkan atau dibuang ke moncong-moncong binatang buas, atau pun disiksa dengan belenggu api, kami tidak akan murtad dari iman kami. Sebaliknya, semakin hebat penyiksaan yang kami alami akan semakin banyak orang demi nama Yesus yang akan bertobat dan menjadi saleh. Sebab darah para Martyr adalah persemaian yang subur bagi tumbuhnya benih Injil".
Pendalaman dan Pengembangan Perikop
Kubur Yesus yang kosong menjadi titik awal bagi para murid untuk melaksanakan tugas pemberitaan Injil. Inilah inti dari pemberitaan itu: "Mengapa kamu mencari DIA yang hidup di antara orang mati? IA tidak ada di sini, IA telah bangkit (Luk. 24:5b-6)". Dari titik inilah maka Tuhan Yesus memberikan perintah kepada para wanita Yerusalem yang menjadi saksi dari kubur yang kosong itu, Yesus yang bangkit bersabda: "Jangan takut, pergi dan katakanlah kepada saudara-saudaraKU, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat AKU (Mat. 28:10)".
Untuk menjadi seorang saksi (Martyr atau Syuhada) maka hal yang pertama harus dituntaskan adalah perasaan "TAKUT". Kepada Perempuan-perempuan Yerusalem, hal ini menjadi perigatan yang pertama. Seorang saksi harus menaklukkan perasaan takut, agar mereka mampu untuk memperkatakan sebuah kebenaran. Mereka tidak boleh sama seperti penjaga-penjaga kubur itu ketika menyaksikan peristiwa kubur kosong itu: "Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan, dan menjadi seperti orang-orang mati (Mat. 28:4)".
Perasaan takut akan mematikan semangat orang untuk mengatakan sebuah kebenaran. Dan karena perasaan takut tersebut maka kebenaran dapat diputar-balikkan menjadi sebuah ketidak-benaran (baca: Mat. 28:11-15). Katakanlah bahwa anda menjadi saksi tunggal dari sebuah peristiwa pembunuhan, namun tiba-tiba sang pembunuh mengancam anda bahwa jika anda membocorkan apa yang anda saksikan maka nyawa taruhannya. Tidakkah pada saat itu anda diliputi oleh perasaan takut? Anda mau mengatakan yang sebenarnya, namun nyawa anda terancam! Bisa jadi anda akan menyangkal lalu mengatakan bahwa anda tidak menyaksikan pembunuhan tersebut, bukan?
Ya...perasaan takut akan mematikan semangat seseorang untuk menyatakan ya di atas ya dan tidak di atas tidak. Karena takut kehilangan orang yang dicintai maka seseorang menganggap remeh kehidupan berimannya. Karena takut kehilangan pekerjaan sehingga seseorang mengorbankan kepercayaannya kepada Tuhan Yesus. Karena takut jenjang karier terhambat sehingga merasa malu untuk mengakui identitas dirinya sebagai seorang Kristen. Dan ingat akan hal ini: barang siapa yang masih takut (khususnya dalam hal menyatakan kebenaran) maka sesungguhnya mereka adalah budak dosa.
Perasaan "TAKUT" adalah masalah yang serius, dan karena itu kebangkitan harus terjadi. Tuhan Yesus tidak mau semua orang yang percaya kepadaNya masih diperbudak oleh perasaan takut. Karena itu, IA datang menjumpai para murid dengan ucapan ini: "Damai sejahtera bagi kamu". Yesus mau agar hati para murid dipenuhi dengan damai (Syalom). Hanya dengan hati yang dipenuhi SYALOM maka seseorang akan menolak segala bentuk ketidakbenaran dan juga segala bentuk godaan yang hanya memberikan kenikmatan sesaat.
Hal yang kedua yang harus dituntaskan dengan peristiwa kubur yang kosong adalah: "KEBIMBANGAN atau KERAGU-RAGUAN". Pertanyaan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya sesungguhnya juga ditujukan kepada Gereja sepanjang masa: "Apa sebabnya timbul keraguan-raguan di dalam hatimu. Kebimbangan atau keragu-raguan membutakan mata iman untuk melihat kehadiran Tuhan dalam hidup, teristimewa ketika hidup sedang diliputi rasa takut dan gentar. Tidakkah ini tergambar dengan jelas di antara murid Yesus pasca peristiwa penyaliban. Salib itu telah menjadi momok yang menakutkan dan menggentarkan hati para murid. Itulah sebabnya mereka mengisolasi diri demi mencari rasa aman dan damai. Segala pintu dan jendela tertutup bagi dunia luar. Karena perasaan mereka telah dibungkus dan diselimuti rasa takut, sehingga hati mereka bimbang dan ragu saat Yesus yang bangkit itu ada di tengah-tengah mereka. Keragu-raguan membuat seseorang sulit untuk bertindak dan sekaligus sangsi pada kemampuannya untuk menjadi saksi. Dan hal ini bagi Tuhan Yesus merupakan hal yang sangat serius sehingga harus diselesaikan. Karena itu dengan serius Tuhan Yesus memperlihatkan semua tanda-tanda yang ada pada tubuhNya ("Stigma") sebagai akibat dari penyaliban itu: "Lihatlah tanganKu dan kakiKu, Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaKu. Sambil berkata, Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya kepada mereka (ay. 39, 40)".
Peristiwa Salib yang menimbulkan keragu-raguan di hati para murid tentang keyakinan mereka selama bersama-sama dengan Tuhan Yesus bahwa Tuhan Yesus adalah "Mesias, Anak Allah yang hidup", persoalan ini hanya bisa dituntaskan dengan peristiwa kebangkitanNya. Itulah sebabnya Paulus mengatakan : "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu........ Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah bangkit dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1 Kor. 15:17, 20)".
Melalui perikop ini, Sang Tabib Lukas menegaskan bahwa Tuhan Yesus tidak mau melihat murid-muridNya masih diliputi kesangsian tentang fakta kebangkitanNya. Sebab bagaimana mungkin mereka dapat memberi kesaksian tentang kebangkitan itu jika mereka sendiri masih sangsi. Dan untuk hal inilah maka Tuhan Yesus memerintahkan mereka untuk tetap tinggal di Yerusalem. Ini adalah perintah yang penuh dengan resiko. Sebab bagi para murid, Yerusalem bukan lagi tempat yang nyaman bagi mereka, karena itu mereka mengisolasi diri. Namun sekarang setelah perjumpaan itu, mereka diperintahkan untuk tidak meninggalkan kota tersebut. Jika kita ada pada posisi para murid yang diliputi ketakutan bahkan kepanikan, tentu kita akan menilai perintah ini sebagai perintah yang gila. Tapi itulah cara Tuhan dalam memproses para murid untuk menjadi saksi kebangkitanNya. Mereka harus mengalahkan ketakutan dan kesangsian itu bukan berdasarkan kekuatan dan kemampuan yang mereka miliki, tetapi berdasarkan perintah dan kehendak Tuhan. Dan jika mereka siap untuk hal tersebut, maka Tuhan akan mencurahkan Roh KudusNya atas mereka; Roh yang akan memampukan mereka untuk bersaksi tentang kebenaran dan kesaksian mereka akan mengantar setiap orang yang mendengarkan datang pada pertobatan.
Aplikasi:
1. Setiap pribadi adalah saksi dari keyakinannya
Pada bagian awal sudah ditegaskan bahwa setiap pribadi tidak dapat mengelak dari tanggungjawab kesaksian karena apa yang diyakininya menjadi kesaksian yang hidup bagi orang lain. Ketika anda menyebut diri anda Kristen, maka orang akan mengalami perjumpaan dengan iman anda melalui peri hidup anda setiap hari. Baik buruknya kehidupan anda akan turut mempengaruhi penilaian orang terhadap keyakinan anda. Itulah sebabnya Paulus menyebut setiap orang percaya sebagai "Surat-surat Kristus". Jadi hitam putihnya kehidupan anda akan menjadi gambaran dari penilaian orang terhadap iman anda. Karena itu, katakan bahwa "Kami adalah saksi-saksi Kristus melalui kehidupan kami yang berpadanan dengan Injil".
2. Gereja (semua orang percaya) bertanggung jawab atas pemberitaan Injil
Gaung dari berita keselamatan harus menembus sekat suku dan bangsa, bahasa dan budaya. Untuk hal ini, Tuhan Yesus yang bangkit itu memproses para murid agar mereka tidak sangsi dan juga tidak takut dan memperlengkapi mereka dengan kuasa Roh Kudus. Para murid harus tunduk pada arahan Tuhan Yesus dan memberi diri untuk diutus untuk menjadi pewarta keselamatan. Panggilan untuk menjadi saksi Kristus sampai ke ujung dunia menjadi amanat agung yang ditinggalkan bagi para murid dan semua orang yang telah menerima berita tersebut, termasuk saudara dan saya. Jadi tanggung jawab pemberitaan Injil bukan hanya diletakkan di pundak para hamba-hamba Tuhan (Pendeta, Penatua, dan Diaken) tetapi tanggung jawab umat Tuhan secara universal (Imamat Am orang percaya). Karena itu, mari kita katakan kepada dunia: "kami adalah utusan-utusan Kristus, seolah-olah Allah berbicara melalui kami kepada kamu, karena itu serahkanlah dirimu untuk didamaikan dengan Allah".
3. Berita Injil akan mengantar orang pada pertobatan.
Berita Injil bukanlah bahasa retorika dengan mengandalkan akal pikiran manusia (ratio), tetapi bahasa Injil adalah bahasa iman dan bahasa jiwa yang mengantar setiap orang untuk menentukan sikap: "percaya - bertobat - hidup berpadanan dengan Injil". Jadi ketika seseorang mendengarkan berita tentang keselamatan yang telah dikerjakan oleh Allah melalui kematian dan kebangkitan Kristus, maka mereka harus dituntun untuk menyatakan keyakinannya atau imannya itu dengan mengatakan pengakuan secara pribadi bahwa: "Yesus itulah Tuhan dan Juruselamat", dan kemudian menyadari akan keadaan dirinya sebagai manusia pendosa sehingga dengan kerendahan hati ia menyatakan "pertobatannya" dan pada akhirnya berkomitment untuk menjalani suatu kehidupan yang baru yakni "kehidupan yang berpadanan dengan berita Injil".
Karena itu, untuk mengantar setiap orang pada pertobatan, maka kita sebagai "saksi kebangkitan Kristus" harus memperlihatkan keteladanan hidup berdasarkan Firman Allah. Inilah yang disebut dengan "pemuridan", dan perkara ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Roh memang penurut, tetapi daging lemah. Tetapi mintalah pada Tuhan, maka ia akan menuntun kita dengan kuasa Roh Kudus sehingga kita berani berkata : "Kami adalah saksiNya", dan karena itu kita dengan yakin dapat berkata kepada semua orang "bertobatlah dan percayalah pada Injil".
Selamat menjadi Syuhada, Tuhan Yesus yang bangkit itu akan memberi kekuatan kepada anda.
No comments:
Post a Comment