Disarikan dari buku:
"The Treasured Writings of Kahlil Gibran vol. III"
Tulisan yang tercetak miring adalah buah karya: Joni Delima
(Sebuah kolaborasi antara Sang Maestro dan Si Pengagum)
Wahai jiwa...............
Apabila aku tidak mendambakan keabadian,
takkan pernah aku mempelajari nyanyian yang disenandungkan sepanjang masa.
Namun,
aku akan membunuh diriku,
tak ada lagi yang tersisa dari diriku,
kecuali debu yang tersembunyi di dalam kuburku.
Hai jiwa yang mendambakan keabadian,
hal itu hanyalah mungkin jika keakuan terbenam ditelan perut bumi,
kedirian yang melahirkan keangkuhan dihanyutkan hingga tenggelam di dasar samudera,
yang tersisa hanyalah kekosongan jiwa dari seorang yang dimabuk cinta,
berharap dia yang dirindu mengisi relung batin yang haus kasih sayang.
Tetapi hai jiwa........
Bagaimana mungkin engkau dicintai jika kau tetap berkacak pinggang dalam kepongahanmu?
Bilakah engkau dikasihi jika seluruh tubuhmu masih berbajusirahkan kesombonganmu?.
Jika engkau merindukan keabadian,
matikanlah egomu dan singkirkanlah keakuanmu,
sebab lebih mulia engkau dibinasakan oleh cinta,
dibanding engkau binasa oleh keangkuhanmu.
Sebab cinta akan mengantar engkau ke keabadian jiwamu,
dan di tempat yang engkau tuju, senandung cinta akan berkumandang selamanya.
Wahai jiwa........................
Apabila aku tidak dibaptiskan dengan air mata,
dan kedua mataku tidak hitam oleh penyakit,
aku melihat hidup seolah-olah melalui hijab yang gelap.
Hai jiwa............................
jalan hidup ini tidaklah seperti permainan petak umpet,
di mana seorang anak menutup mata,
dan yang lain terpencar mencari tempat yang sunyi,
lalu dalam hitungan yang disepakati, ia kemudian membuka mata,
ia mencari dan saat bertemu, terdengar ucapan: KENA.
Saat semua telah ketemu, maka terdengarlah tepik sorak kemenangan.
Jalan hidup ini penuh onak dan duri
Terkadang engkau sejenak berhenti untuk mencabut duri dari telapakmu,
sembari merintih engkau tak akan berhenti untuk terus berjalan,
karena di depanmu ada mahkota keabadian,
yang hanya mungkin diraih dengan airmata.
Jika tidak demikian,
engkau tidak lebih dari seorang pecundang,
mahkota itu hanyalah mimpi bagimu,
dan pada titik kejenuhan engkau akan meratapi kebodohanmu,
mata jiwamu hanya menatap kepekatan sekeliling,
tangan terulur menggapai titik cahaya,
namun semua hanyalah fatamorgana di tengah kegelapan jiwamu.
Wahai jiwa.................
Hidup adalah kegelapan yang berujung seperti terbitnya matahari pagi.
Kerinduan hatiku membisikkan bahwa ada kedamaian di alam kubur.
Hai jiwa yang merindu seberkas cahaya....
engkau akan terbenam dalam kuburmu,
jika raga ini masih dikafani oleh egomu.
Buanglah rasa angkuhmu,
lapangkanlah batinmu,
menjadi kemah bagi Roh Keabadian buat jiwamu,
hingga dari alam kubur,
mata jiwamu akan memandang Cahya Keabadian,
ragamu akan berselimutkan kemuliaan,
dan nirwana pun akan penuh dengan senandung cinta menyambut kedatanganmu.
Wahai jiwa............
Apabila beberapa orang bodoh memberitahumu,
bahwa jiwa hancur seperti tubuh,
dan jiwa yang mati tidak pernah kembali,
katakan kepadanya bahwa bunga-bunga musnah,
tetapi benih-benihnya tetap ada,
dan berada di hadapan kita sebagai rahasia hidup abadi.
Hai jiwa......
Inilah rahasia yang tidak mungkin kau dapat dari egomu,
sebuah pengajaran yang tidak lahir dari kepandaianmu.
Materaikan di loh hatimu bahwa:
Keyakinan pada Sang Ilahi akan menumbuhkan benih keabadianmu,
walau raga ini penuh dengan noda kenistaan,
tetapi cintaNya akan menaklukkan rasa dendam terhadapmu,
dan kasihNya akan memulihkan rasa sakit hati karenamu,
serta kelapangan hatiNya menjauhkan laknat dari padamu,
karena di mataNya engkau lebih mulia dari segalanya,
maka dari kegelapan alam kubur,
akan terpancar cahaya kemenangan jiwamu.
"The Treasured Writings of Kahlil Gibran vol. III"
Tulisan yang tercetak miring adalah buah karya: Joni Delima
(Sebuah kolaborasi antara Sang Maestro dan Si Pengagum)
Wahai jiwa...............
Apabila aku tidak mendambakan keabadian,
takkan pernah aku mempelajari nyanyian yang disenandungkan sepanjang masa.
Namun,
aku akan membunuh diriku,
tak ada lagi yang tersisa dari diriku,
kecuali debu yang tersembunyi di dalam kuburku.
Hai jiwa yang mendambakan keabadian,
hal itu hanyalah mungkin jika keakuan terbenam ditelan perut bumi,
kedirian yang melahirkan keangkuhan dihanyutkan hingga tenggelam di dasar samudera,
yang tersisa hanyalah kekosongan jiwa dari seorang yang dimabuk cinta,
berharap dia yang dirindu mengisi relung batin yang haus kasih sayang.
Tetapi hai jiwa........
Bagaimana mungkin engkau dicintai jika kau tetap berkacak pinggang dalam kepongahanmu?
Bilakah engkau dikasihi jika seluruh tubuhmu masih berbajusirahkan kesombonganmu?.
Jika engkau merindukan keabadian,
matikanlah egomu dan singkirkanlah keakuanmu,
sebab lebih mulia engkau dibinasakan oleh cinta,
dibanding engkau binasa oleh keangkuhanmu.
Sebab cinta akan mengantar engkau ke keabadian jiwamu,
dan di tempat yang engkau tuju, senandung cinta akan berkumandang selamanya.
Wahai jiwa........................
Apabila aku tidak dibaptiskan dengan air mata,
dan kedua mataku tidak hitam oleh penyakit,
aku melihat hidup seolah-olah melalui hijab yang gelap.
Hai jiwa............................
jalan hidup ini tidaklah seperti permainan petak umpet,
di mana seorang anak menutup mata,
dan yang lain terpencar mencari tempat yang sunyi,
lalu dalam hitungan yang disepakati, ia kemudian membuka mata,
ia mencari dan saat bertemu, terdengar ucapan: KENA.
Saat semua telah ketemu, maka terdengarlah tepik sorak kemenangan.
Jalan hidup ini penuh onak dan duri
Terkadang engkau sejenak berhenti untuk mencabut duri dari telapakmu,
sembari merintih engkau tak akan berhenti untuk terus berjalan,
karena di depanmu ada mahkota keabadian,
yang hanya mungkin diraih dengan airmata.
Jika tidak demikian,
engkau tidak lebih dari seorang pecundang,
mahkota itu hanyalah mimpi bagimu,
dan pada titik kejenuhan engkau akan meratapi kebodohanmu,
mata jiwamu hanya menatap kepekatan sekeliling,
tangan terulur menggapai titik cahaya,
namun semua hanyalah fatamorgana di tengah kegelapan jiwamu.
Wahai jiwa.................
Hidup adalah kegelapan yang berujung seperti terbitnya matahari pagi.
Kerinduan hatiku membisikkan bahwa ada kedamaian di alam kubur.
Hai jiwa yang merindu seberkas cahaya....
engkau akan terbenam dalam kuburmu,
jika raga ini masih dikafani oleh egomu.
Buanglah rasa angkuhmu,
lapangkanlah batinmu,
menjadi kemah bagi Roh Keabadian buat jiwamu,
hingga dari alam kubur,
mata jiwamu akan memandang Cahya Keabadian,
ragamu akan berselimutkan kemuliaan,
dan nirwana pun akan penuh dengan senandung cinta menyambut kedatanganmu.
Wahai jiwa............
Apabila beberapa orang bodoh memberitahumu,
bahwa jiwa hancur seperti tubuh,
dan jiwa yang mati tidak pernah kembali,
katakan kepadanya bahwa bunga-bunga musnah,
tetapi benih-benihnya tetap ada,
dan berada di hadapan kita sebagai rahasia hidup abadi.
Hai jiwa......
Inilah rahasia yang tidak mungkin kau dapat dari egomu,
sebuah pengajaran yang tidak lahir dari kepandaianmu.
Materaikan di loh hatimu bahwa:
Keyakinan pada Sang Ilahi akan menumbuhkan benih keabadianmu,
walau raga ini penuh dengan noda kenistaan,
tetapi cintaNya akan menaklukkan rasa dendam terhadapmu,
dan kasihNya akan memulihkan rasa sakit hati karenamu,
serta kelapangan hatiNya menjauhkan laknat dari padamu,
karena di mataNya engkau lebih mulia dari segalanya,
maka dari kegelapan alam kubur,
akan terpancar cahaya kemenangan jiwamu.
No comments:
Post a Comment