Renungan Malam - Jumat, 24 Juli 2015
Sebuah Refleksi Pribadi
Bacaan Alkitab : 2 Samuel 9 : 1 - 13
"Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku"
Pada renungan malam yang lalu telah ditegaskan bahwa sisi ekstrem yang pertama adalah sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan Tuhan tidak mau kita terjebak serta terbelenggu oleh rasa "SOMBONG". Dan sekarang, sisi ekstrem yang kedua (walau sekilas telah dijelaskan pada renungan malam yang lalu), namun saya hendak menuangkannya dalam bentuk tulisan sebagai refleksi hidup saya, di mana saya juga sering terperangkap olehnya; yakni rasa "RENDAH DIRI". Dan bisa jadi hal ini kita anggap biasa-biasa saja sehingga kita berkesimpulan bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan, lalu kita bermasa-bodoh dan tidak berusaha untuk mematikannya.
Jujur saya mau katakan bahwa terkadang saya berkesimpulan bahwa rasa "RENDAH DIRI" adalah bawahan sejak lahir atau sesuatu yang diturunkan oleh orangtua kepada anaknya.
Lalu saya bertanya:
apakah memang Tuhan menciptakan manusia yang penuh dengan kelemahan pada satu pihak dan pada pihak yang lain ia menciptakan manusia yang kuat?
Kalau demikian, maka Tuhan itu tidak adil; sebab Ia menciptakan manusia yang seumur hidupnya akan menjadi pecundang sedangkan yang lainnya menjadi penindas karena merasa dirinya menang atau berkuasa bagi yang lainnya. lalu mereka yang berkuasa dengan semena-mena memperlakukan orang lain tidak lebih dari binatang.
Tetapi suara hati saya mengatakan bahwa Tuhan itu baik, dan tidak ada sedikit pun rencana jahat di hatiNya bagi saya (Yer. 29:11).
Saya percaya apa yang telah tertulis dalam Alkitab, bahwa saya adalah ciptaanNya yang paling berharga. Allah membentuk saya dengan tanganNya sendiri dan Ia menjadikan diriNya sebagai type (patron) yang ideal untuk menjadikan saya sebagai manusia. Ia tidak menciptakan saya menurut gambar dan rupa binatang atau gambar dan rupa apa pun yang ada dalam alam ini; tetapi Ia menciptakan saya menurut Gambar dan RupaNya (Kej 1:26). Karena itu, mengapa saya harus merasa "RENDAH DIRI" jikalau Tuhan sendiri mengatakan bahwa nilai hidup saya Excellent?
Jika saya menilai diri saya "RENDAH" maka saya menyangkali hakekat saya sendiri sebagai Demuth (Gambar) dan Tselem (Rupa) dari Sang Khalik. Tidakkah ini sebuah pemberontakan, sebab secara tidak langsung saya menghina Sang Khalik?
Lalu saya bertanya:
Jika demikian, mengapa saya dan bisa jadi saudara juga merasa "RENDAH DIRI"?
Seseorang merasa "RENDAH DIRI" karena ia kehilangan fokus tentang arah dan arti kehidupannya. Ia hanya memperhatikan kekurangan-kekurangan yang melekat pada dirinya lalu membanding-bandingkan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Akibatnya, dia menghakimi dirinya sendiri: mengapa saya jelek? Mengapa saya ini goblok? Mengapa saya miskin? Mengapa saya ini sakit-sakitan? Mengapa saya tidak bisa apa-apa? Pada titik kulminasi, seorang akan menarik kesimpulan bahwa dirinya tidak memiliki arti lagi, semangatnya hilang lalu menutup diri dari komunitasnya. Dalam bahasa psikologi, karakter orang yang demikian disebut Inferior.
Saya merasa bersyukur, karena Tuhan tidak ingin saya dan juga saudara menjadi seorang yang Inferior. Itulah sebabnya, Alkitab mengangkat sebuah pengalaman hidup dari seorang yang merasa Inferior atau"RENDAH DIRI" untuk membuka Tabir atau Rahasia Ilahi bahwa seburuk-buruknya kita memberi nilai pada diri sendiri, namun di situ Tuhan meletakkan mutiara yang tak ternilai harganya. Anda bisa menilai diri anda bahwa anda tidak berarti apa-apa, namun Tuhan mempunyai penilaian yang lain: "engkau berharga di mataKu dan mulia, dan AKU ini mengasihi engkau (Yes. 43:4)".
Siapa yang menyangka bahwa masa lalu keluarga Saul yang hitam dan pekat, akan terang benderang ketika seorang yang dipandang atau dianggap sebagai musuh oleh Saul justru menjadi seorang raja? Cucu Saul sendiri (anak dari Yonatan) yang bernama Mefiboset menarik kesimpulan bahwa masa kelam keluarganya tidak akan pernah berubah: Hitam tetap hitam, tidak akan pernah menjadi putih. Itulah sebabnya ia berkata kepada Daud: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?". Masa lalu yang kelam sering mematahkan semangat hidup; kegagalan-kegagalan yang beruntun sering memupuskan harapan; sakit penyakit yang menahun dan serasa tidak ada lagi obatnya, membuat muka murung dan tak ada gairah hidup. Hal-hal inilah yang membuat kita berkesimpulan bahwa kita tidak lebih dari pada anjing yang sudah mati. Lalu apa yang bisa anda perbuat jika anda sudah menarik kesimpulan yang demikian?
Dan inilah yang saya mau katakan kepada diri saya dan juga kepada anda, bahwa benar apa yang dikatakan Amsal 17:22b ...semangat yang patah mengeringkan tulang".
Ya....ketika anda terjebak dan terbelenggu dengan rasa "RENDAH DIRI" maka anda tidak lebih dari seekor anjing yang sudah mati. Hidup anda akan terasa hampa.
Tapi Tuhan adalah Tuhan; bukan manusia. Tuhan tidak mau ambil pusing; seberapa buruknya anda menilai hidup anda sendiri atau anda dinilai buruk oleh orang lain; yang pasti bahwa Ia tidak mau anda merasa "RENDAH DIRI" dan Ia tidak mau "me-RENDAH-kan DIRI" anda. Ia mau supaya anda tetap menjadi seorang manusia yang diciptakan sesuai dengan rencana dan rancanganNya yang semula: diciptakan se-Gambar dan se-Rupa dengan Sang Khalik. Itulah yang harus menjadi fokus hidup anda: diri anda sangat berharga di mataNya.
Karena itu, saya tegaskan bahwa: jika anda senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan, maka anda akan dimampukan untuk menepis penilaian buruk atas diri anda sendiri. Anda tidak akan menilai diri anda SAMPAH, tetapi anda akan menemukan diri anda sebagai HARTA yang mulia di dalam pemandangan Tuhan.
Selamat beristirahat, Tuhan Yesus memberkati.
Sebuah Refleksi Pribadi
Bacaan Alkitab : 2 Samuel 9 : 1 - 13
"Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku"
Pada renungan malam yang lalu telah ditegaskan bahwa sisi ekstrem yang pertama adalah sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan Tuhan tidak mau kita terjebak serta terbelenggu oleh rasa "SOMBONG". Dan sekarang, sisi ekstrem yang kedua (walau sekilas telah dijelaskan pada renungan malam yang lalu), namun saya hendak menuangkannya dalam bentuk tulisan sebagai refleksi hidup saya, di mana saya juga sering terperangkap olehnya; yakni rasa "RENDAH DIRI". Dan bisa jadi hal ini kita anggap biasa-biasa saja sehingga kita berkesimpulan bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan, lalu kita bermasa-bodoh dan tidak berusaha untuk mematikannya.
Jujur saya mau katakan bahwa terkadang saya berkesimpulan bahwa rasa "RENDAH DIRI" adalah bawahan sejak lahir atau sesuatu yang diturunkan oleh orangtua kepada anaknya.
Lalu saya bertanya:
apakah memang Tuhan menciptakan manusia yang penuh dengan kelemahan pada satu pihak dan pada pihak yang lain ia menciptakan manusia yang kuat?
Kalau demikian, maka Tuhan itu tidak adil; sebab Ia menciptakan manusia yang seumur hidupnya akan menjadi pecundang sedangkan yang lainnya menjadi penindas karena merasa dirinya menang atau berkuasa bagi yang lainnya. lalu mereka yang berkuasa dengan semena-mena memperlakukan orang lain tidak lebih dari binatang.
Tetapi suara hati saya mengatakan bahwa Tuhan itu baik, dan tidak ada sedikit pun rencana jahat di hatiNya bagi saya (Yer. 29:11).
Saya percaya apa yang telah tertulis dalam Alkitab, bahwa saya adalah ciptaanNya yang paling berharga. Allah membentuk saya dengan tanganNya sendiri dan Ia menjadikan diriNya sebagai type (patron) yang ideal untuk menjadikan saya sebagai manusia. Ia tidak menciptakan saya menurut gambar dan rupa binatang atau gambar dan rupa apa pun yang ada dalam alam ini; tetapi Ia menciptakan saya menurut Gambar dan RupaNya (Kej 1:26). Karena itu, mengapa saya harus merasa "RENDAH DIRI" jikalau Tuhan sendiri mengatakan bahwa nilai hidup saya Excellent?
Jika saya menilai diri saya "RENDAH" maka saya menyangkali hakekat saya sendiri sebagai Demuth (Gambar) dan Tselem (Rupa) dari Sang Khalik. Tidakkah ini sebuah pemberontakan, sebab secara tidak langsung saya menghina Sang Khalik?
Lalu saya bertanya:
Jika demikian, mengapa saya dan bisa jadi saudara juga merasa "RENDAH DIRI"?
Seseorang merasa "RENDAH DIRI" karena ia kehilangan fokus tentang arah dan arti kehidupannya. Ia hanya memperhatikan kekurangan-kekurangan yang melekat pada dirinya lalu membanding-bandingkan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Akibatnya, dia menghakimi dirinya sendiri: mengapa saya jelek? Mengapa saya ini goblok? Mengapa saya miskin? Mengapa saya ini sakit-sakitan? Mengapa saya tidak bisa apa-apa? Pada titik kulminasi, seorang akan menarik kesimpulan bahwa dirinya tidak memiliki arti lagi, semangatnya hilang lalu menutup diri dari komunitasnya. Dalam bahasa psikologi, karakter orang yang demikian disebut Inferior.
Saya merasa bersyukur, karena Tuhan tidak ingin saya dan juga saudara menjadi seorang yang Inferior. Itulah sebabnya, Alkitab mengangkat sebuah pengalaman hidup dari seorang yang merasa Inferior atau"RENDAH DIRI" untuk membuka Tabir atau Rahasia Ilahi bahwa seburuk-buruknya kita memberi nilai pada diri sendiri, namun di situ Tuhan meletakkan mutiara yang tak ternilai harganya. Anda bisa menilai diri anda bahwa anda tidak berarti apa-apa, namun Tuhan mempunyai penilaian yang lain: "engkau berharga di mataKu dan mulia, dan AKU ini mengasihi engkau (Yes. 43:4)".
Siapa yang menyangka bahwa masa lalu keluarga Saul yang hitam dan pekat, akan terang benderang ketika seorang yang dipandang atau dianggap sebagai musuh oleh Saul justru menjadi seorang raja? Cucu Saul sendiri (anak dari Yonatan) yang bernama Mefiboset menarik kesimpulan bahwa masa kelam keluarganya tidak akan pernah berubah: Hitam tetap hitam, tidak akan pernah menjadi putih. Itulah sebabnya ia berkata kepada Daud: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?". Masa lalu yang kelam sering mematahkan semangat hidup; kegagalan-kegagalan yang beruntun sering memupuskan harapan; sakit penyakit yang menahun dan serasa tidak ada lagi obatnya, membuat muka murung dan tak ada gairah hidup. Hal-hal inilah yang membuat kita berkesimpulan bahwa kita tidak lebih dari pada anjing yang sudah mati. Lalu apa yang bisa anda perbuat jika anda sudah menarik kesimpulan yang demikian?
Dan inilah yang saya mau katakan kepada diri saya dan juga kepada anda, bahwa benar apa yang dikatakan Amsal 17:22b ...semangat yang patah mengeringkan tulang".
Ya....ketika anda terjebak dan terbelenggu dengan rasa "RENDAH DIRI" maka anda tidak lebih dari seekor anjing yang sudah mati. Hidup anda akan terasa hampa.
Tapi Tuhan adalah Tuhan; bukan manusia. Tuhan tidak mau ambil pusing; seberapa buruknya anda menilai hidup anda sendiri atau anda dinilai buruk oleh orang lain; yang pasti bahwa Ia tidak mau anda merasa "RENDAH DIRI" dan Ia tidak mau "me-RENDAH-kan DIRI" anda. Ia mau supaya anda tetap menjadi seorang manusia yang diciptakan sesuai dengan rencana dan rancanganNya yang semula: diciptakan se-Gambar dan se-Rupa dengan Sang Khalik. Itulah yang harus menjadi fokus hidup anda: diri anda sangat berharga di mataNya.
Karena itu, saya tegaskan bahwa: jika anda senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan, maka anda akan dimampukan untuk menepis penilaian buruk atas diri anda sendiri. Anda tidak akan menilai diri anda SAMPAH, tetapi anda akan menemukan diri anda sebagai HARTA yang mulia di dalam pemandangan Tuhan.
Selamat beristirahat, Tuhan Yesus memberkati.
No comments:
Post a Comment