Sebuah Refleksi Pribadi
Hari Ke-27 Masa Pra Paskah
Bacaan : Yohanes 19:13
(Masale, 31 Maret 2017 - Pdt. Joni Delima)
Selamat pagi dan Shalom bagimu.
Semoga kasih Yesus Sang Raja Agung melingkupi kehidupan anda.
Saudara...
GABATA.
Tentunya perkataan ini sangat asing di pendengaran anda, bukan?
Dan bagi saya, ini adalah area yang baru, -(anda suka atau tidak suka)-, area ini harus diterobos sekali pun sangat beresiko.
Mengapa?.
Karena sangat minim referensi yang mengulas area ini, dan mungkin karena itu juga sehingga banyak pelayan yang tidak menjadikannya sebagai bahan khotbah, atau bahan renungan, atau bahan refleksi, atau bahan diskusi/PA. Rasanya area ini sangat angker, -(atau tepatnya: sangat TABU)-, sehingga tidak ada yang berani untuk mendekatinya atau menerobosnya. Berbeda dengan 2 area lainnya yang memakai huruf awal yang sama, yakni GETSEMANI dan GOLGUTA. Bahkan karena sangking kesohornya kedua area ini sehingga dijadikan identitas jemaat; ada namanya Jemaat Getsemani, seperti GKPII Jemaat Getsemani Jakarta, GPIB Jemaat Getsemani Cirebon, GKI-IRJA Jemaat Getsemani Nabire, GPM Jemaat Getsemani Ambon, GPI Jemaat Getsemani Papua GPIB Jemaat Getsemani Balikpapan, GKPB Jemaat Getsemani Bali, Gereja Toraja Jemaat Mahkota Getsemani Samarinda, dan masih banyak yang lainnya.
Demikian juga dengan penggunaan nama Jemaat Golguta, seperti GKI Jemaat Golguta Tondangow - Tomohon, GKLB Jemaat Golguta Pagimana - Sulteng, GKI Jemaat Golguta - Timika, Gereja Toraja Jemaat Golguta - Lemo, dan masih banyak yang lainnya.
Tapi tidak pernah saya temukan papan plang yang bertuliskan Jemaat GABATA.
Tapi....okelah!
Saya tidak mau berasumsi tentang keangkeran Gabata sehingga tidak ada yang berani memperkatakannya. Namun bagi saya, ini sangat menarik dan tidak serta merta muncul begitu saja sekali pun hanya kitab Injil Yohanes saja yang mencatatnya. Alur pemikiran saya: dari Getsemani ke Gabata dan puncaknya di Golguta adalah sebuah benang merah untuk mengungkapkan realitas karya penyelamatan Allah yang sempurna dan sekaligus mengungkapkan kebobrokan moral dan kepicikan manusia dalam penegakan hukum dan kebenaran.
Untuk mempermudah alur pemikiran saya itu maka saya sebut saja ketiga area ini dengan istilah: 3G. Jadi bagi saya, fakta Gabata melengkapi realita Getsemani dan realita Golguta. Dan jika Gabata kita cabut dari 3G sehingga menjadi 2G, maka kisah penyaliban Yesus Sang Raja Agung itu akan kehilangan pemaknaan.
Pertanyaannya sekarang adalah:
"Apakah itu Gabata?".
Akar kata "Gabata" berasal dari bahasa Aramic yang kemudian dibakukan dalam bahasa Ibrani yang mengandung arti "Tempat Yang Tertinggi". Namun Gabata diparalelkan dengan bahasa Yunani Lithostroton atau Lithostrotos yang mengandung arti "Hamparan Batu atau Jalan Yang Dikeraskan Dengan Batu".
Nampak bahwa perkataan Gabata dan Lithostrotos sama sekali tidak nyambung, sebab yang satu berbicara tentang Tempat Yang Tertinggi, sedang yang satu berbicara tentang Hamparan Batu atau Jalan Berbatu yang tentunya menunjuk pada Tempat Yang Rendah. Tapi saat anda telusuri fakta sejarah tentang penggunaan kata Lithostrotos maka akan menjadi jelas bahwa kedua kata itu, -(Gabata dan Lithostrotos)-, tidak mengandung makna yang bertentangan.
Dalam catatan sejarah (vit. Div. Jul. 46) sebagaimana diuraikan dengan singkat dalam buku Ensiklopedia Alkitab Masa Kini 1, Soetonius menceritakan: Julius Caesar, -(Sang Kaisar pertama dalam sejarah Imperium Romawi)-, dalam urusan kemiliteran, selalu membawa ubin-ubin (batu) warna-warni dan meletakkannya di setiap daerah taklukkannya untuk menandai bahwa tempat itu adalah Wilayah Kekuasaan Romawi dan Hukum Romawi harus diberlakukan di tempat itu.
Jadi jelaslah bahwa Lithostrotos bukanlah kata yang berkaitan dengan nama tempat atau daerah, tetapi kata itu dipakai dalam arti SIMBOLIS (Symbolicum) untuk sebuah "KEKUASAAN" yang harus ditaati dan ditakuti. Karena itu penggunaan kata Gabata dalam bahasa Ibrani sudah tepat untuk menunjukkan rasa Superioritas Romawi (Triumfalisme Romanum) atau seluruh wilayah taklukkannya, termasuk wilayah Israel. Dan inilah yang menjadi senjata buat massa yang berteriak "Salibkan Dia", untuk mengancam Pilatus jika ia membebaskan Yesus: "Jika engkau membebaskan dia, engkau bukanlah sahabat kaisar (Yoh. 19:12)".
Tetapi satu hal yang justru saya pahami bahwa di hadapan Yesus Sang Raja Agung, Superioritas Romawi dilucuti dan dipermalukan. Hukum dunia tidak mempunyai kuasa sama sekali untuk membatalkan rencana Allah dalam mewujudkan penyelamatanNya terhadap dunia. Semua yang dinubuatkan oleh para nabi harus digenapi, bahwa Ia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan matiNya pun Ia ada di antara orang berdosa. Dan inilah yang terbukti dilakukan Pilatus: kekuasaan Romawi dilucuti dan dipermalukan sehingga ia menyuruh orang banyak itu keluar lalu ia duduk di atas Gabata.
Ini juga adalah tindakan simbolis yang menyatakan: Apalah arti kekuasaan jika ia tidak lagi bertaring. Apalah arti seekor singa ganas jika ia sudah ompong dan cakarnya sudah tumpul bahkan tercabut. Ya... ternyata di hadapan Yesus Sang Raja Agung, kekuasaan Romawi yang ditaati dan ditakuti selama ini menjadi tak berarti. Di hadapan Yesus Sang Raja Agung, kekuasaan manusia tidak berarti apa-apa.
Saudaraku...
Inilah yang saya maksudkan dengan 3G. Getsemani adalah natur kita yang lemah, namun sangat sulit untuk kita akui dengan jujur. Roh kita tahu tentang apa yang baik dan kita berniat untuk melakukannya, tetapi nafsu kedagingan melemahkan segalanya. Gabata adalah gambaran dari rasa percaya diri yang berlebihan, namun tanpa menyadari bahwa kita manusia tidak mempunyai kekuatan di hadapan kedaulatan Allah. Golguta adalah gambaran dari akhir hidup kita; sebuah bukit kesombongan yang menjulang tinggi, namun di situ hanya ada kematian.
Namun pada pihak Allah, 3G adalah bukti cinta-kasihNya yang tak terselami. Ia rela untuk bergumul seorang diri di Getsemani di saat kita lemah. Di hadapan Gabata, Ia siap mengorbankan kehormatanNya di saat hukum dunia menginjak-injak nilai kemanusiaan kita. Di Golguta, Ia ditinggikan...ya, ditinggikan di tempat kematian, agar kita dibebaskan dari kematian kekal dan Dia meninggikan kita dalam kehormatan dan kemuliaanNya.
Karena itu saudaraku...
Banggalah karena memiliki Yesus Sang Raja Agung.
Belajarlah untuk taat selalu kepadaNya.
Yakinilah bahwa semua hal yang tak mungkin kita lakukan, semuanya sudah diselesaikanNya dan itu sempurna adanya.
Selamat beraktivitas.
Tuhan Yesus memberkati.
(Catatan: Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).
Hari Ke-27 Masa Pra Paskah
Bacaan : Yohanes 19:13
(Masale, 31 Maret 2017 - Pdt. Joni Delima)
Selamat pagi dan Shalom bagimu.
Semoga kasih Yesus Sang Raja Agung melingkupi kehidupan anda.
Saudara...
GABATA.
Tentunya perkataan ini sangat asing di pendengaran anda, bukan?
Dan bagi saya, ini adalah area yang baru, -(anda suka atau tidak suka)-, area ini harus diterobos sekali pun sangat beresiko.
Mengapa?.
Karena sangat minim referensi yang mengulas area ini, dan mungkin karena itu juga sehingga banyak pelayan yang tidak menjadikannya sebagai bahan khotbah, atau bahan renungan, atau bahan refleksi, atau bahan diskusi/PA. Rasanya area ini sangat angker, -(atau tepatnya: sangat TABU)-, sehingga tidak ada yang berani untuk mendekatinya atau menerobosnya. Berbeda dengan 2 area lainnya yang memakai huruf awal yang sama, yakni GETSEMANI dan GOLGUTA. Bahkan karena sangking kesohornya kedua area ini sehingga dijadikan identitas jemaat; ada namanya Jemaat Getsemani, seperti GKPII Jemaat Getsemani Jakarta, GPIB Jemaat Getsemani Cirebon, GKI-IRJA Jemaat Getsemani Nabire, GPM Jemaat Getsemani Ambon, GPI Jemaat Getsemani Papua GPIB Jemaat Getsemani Balikpapan, GKPB Jemaat Getsemani Bali, Gereja Toraja Jemaat Mahkota Getsemani Samarinda, dan masih banyak yang lainnya.
Demikian juga dengan penggunaan nama Jemaat Golguta, seperti GKI Jemaat Golguta Tondangow - Tomohon, GKLB Jemaat Golguta Pagimana - Sulteng, GKI Jemaat Golguta - Timika, Gereja Toraja Jemaat Golguta - Lemo, dan masih banyak yang lainnya.
Tapi tidak pernah saya temukan papan plang yang bertuliskan Jemaat GABATA.
Tapi....okelah!
Saya tidak mau berasumsi tentang keangkeran Gabata sehingga tidak ada yang berani memperkatakannya. Namun bagi saya, ini sangat menarik dan tidak serta merta muncul begitu saja sekali pun hanya kitab Injil Yohanes saja yang mencatatnya. Alur pemikiran saya: dari Getsemani ke Gabata dan puncaknya di Golguta adalah sebuah benang merah untuk mengungkapkan realitas karya penyelamatan Allah yang sempurna dan sekaligus mengungkapkan kebobrokan moral dan kepicikan manusia dalam penegakan hukum dan kebenaran.
Untuk mempermudah alur pemikiran saya itu maka saya sebut saja ketiga area ini dengan istilah: 3G. Jadi bagi saya, fakta Gabata melengkapi realita Getsemani dan realita Golguta. Dan jika Gabata kita cabut dari 3G sehingga menjadi 2G, maka kisah penyaliban Yesus Sang Raja Agung itu akan kehilangan pemaknaan.
Pertanyaannya sekarang adalah:
"Apakah itu Gabata?".
Akar kata "Gabata" berasal dari bahasa Aramic yang kemudian dibakukan dalam bahasa Ibrani yang mengandung arti "Tempat Yang Tertinggi". Namun Gabata diparalelkan dengan bahasa Yunani Lithostroton atau Lithostrotos yang mengandung arti "Hamparan Batu atau Jalan Yang Dikeraskan Dengan Batu".
Nampak bahwa perkataan Gabata dan Lithostrotos sama sekali tidak nyambung, sebab yang satu berbicara tentang Tempat Yang Tertinggi, sedang yang satu berbicara tentang Hamparan Batu atau Jalan Berbatu yang tentunya menunjuk pada Tempat Yang Rendah. Tapi saat anda telusuri fakta sejarah tentang penggunaan kata Lithostrotos maka akan menjadi jelas bahwa kedua kata itu, -(Gabata dan Lithostrotos)-, tidak mengandung makna yang bertentangan.
Dalam catatan sejarah (vit. Div. Jul. 46) sebagaimana diuraikan dengan singkat dalam buku Ensiklopedia Alkitab Masa Kini 1, Soetonius menceritakan: Julius Caesar, -(Sang Kaisar pertama dalam sejarah Imperium Romawi)-, dalam urusan kemiliteran, selalu membawa ubin-ubin (batu) warna-warni dan meletakkannya di setiap daerah taklukkannya untuk menandai bahwa tempat itu adalah Wilayah Kekuasaan Romawi dan Hukum Romawi harus diberlakukan di tempat itu.
Jadi jelaslah bahwa Lithostrotos bukanlah kata yang berkaitan dengan nama tempat atau daerah, tetapi kata itu dipakai dalam arti SIMBOLIS (Symbolicum) untuk sebuah "KEKUASAAN" yang harus ditaati dan ditakuti. Karena itu penggunaan kata Gabata dalam bahasa Ibrani sudah tepat untuk menunjukkan rasa Superioritas Romawi (Triumfalisme Romanum) atau seluruh wilayah taklukkannya, termasuk wilayah Israel. Dan inilah yang menjadi senjata buat massa yang berteriak "Salibkan Dia", untuk mengancam Pilatus jika ia membebaskan Yesus: "Jika engkau membebaskan dia, engkau bukanlah sahabat kaisar (Yoh. 19:12)".
Tetapi satu hal yang justru saya pahami bahwa di hadapan Yesus Sang Raja Agung, Superioritas Romawi dilucuti dan dipermalukan. Hukum dunia tidak mempunyai kuasa sama sekali untuk membatalkan rencana Allah dalam mewujudkan penyelamatanNya terhadap dunia. Semua yang dinubuatkan oleh para nabi harus digenapi, bahwa Ia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan matiNya pun Ia ada di antara orang berdosa. Dan inilah yang terbukti dilakukan Pilatus: kekuasaan Romawi dilucuti dan dipermalukan sehingga ia menyuruh orang banyak itu keluar lalu ia duduk di atas Gabata.
Ini juga adalah tindakan simbolis yang menyatakan: Apalah arti kekuasaan jika ia tidak lagi bertaring. Apalah arti seekor singa ganas jika ia sudah ompong dan cakarnya sudah tumpul bahkan tercabut. Ya... ternyata di hadapan Yesus Sang Raja Agung, kekuasaan Romawi yang ditaati dan ditakuti selama ini menjadi tak berarti. Di hadapan Yesus Sang Raja Agung, kekuasaan manusia tidak berarti apa-apa.
Saudaraku...
Inilah yang saya maksudkan dengan 3G. Getsemani adalah natur kita yang lemah, namun sangat sulit untuk kita akui dengan jujur. Roh kita tahu tentang apa yang baik dan kita berniat untuk melakukannya, tetapi nafsu kedagingan melemahkan segalanya. Gabata adalah gambaran dari rasa percaya diri yang berlebihan, namun tanpa menyadari bahwa kita manusia tidak mempunyai kekuatan di hadapan kedaulatan Allah. Golguta adalah gambaran dari akhir hidup kita; sebuah bukit kesombongan yang menjulang tinggi, namun di situ hanya ada kematian.
Namun pada pihak Allah, 3G adalah bukti cinta-kasihNya yang tak terselami. Ia rela untuk bergumul seorang diri di Getsemani di saat kita lemah. Di hadapan Gabata, Ia siap mengorbankan kehormatanNya di saat hukum dunia menginjak-injak nilai kemanusiaan kita. Di Golguta, Ia ditinggikan...ya, ditinggikan di tempat kematian, agar kita dibebaskan dari kematian kekal dan Dia meninggikan kita dalam kehormatan dan kemuliaanNya.
Karena itu saudaraku...
Banggalah karena memiliki Yesus Sang Raja Agung.
Belajarlah untuk taat selalu kepadaNya.
Yakinilah bahwa semua hal yang tak mungkin kita lakukan, semuanya sudah diselesaikanNya dan itu sempurna adanya.
Selamat beraktivitas.
Tuhan Yesus memberkati.
(Catatan: Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).
No comments:
Post a Comment