Sebuah Refleksi Pribadi
Hari Ke-28 Masa Pra Paskah
Bacaan : Lukas 23:32-33
(Masale, 1 April 2017 - Pdt. Joni Delima)
Selamat pagi dan Shabbat Shalom bagimu.
Semoga hari ini hidup anda diliputi rasa syukur atas kasih dan pemeliharaanNya serta sukacita besar menguasai hati anda untuk menyongsong Minggu V Masa Pra Paskah.
Saudaraku...
Saya sangat tertarik untuk membicarakan secara khusus tentang fakta Yesus Sang Raja Agung yang tersalib di antara 2 orang penjahat. Dan fakta ini bukanlah hal yang kebetulan, tetapi ratusan tahun sebelum penyaliban itu terjadi, para nabi telah menubuatkannya. Saya kutip saja salah satu dari nubuatan tersebut, yakni Yesaya 53:12b..."Ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekali pun Ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak".
Okelah...jika saudara dan saya mempunyai pandangan yang sama bahwa Allah memilih jalan itu sebagai pembuktian dari Cinta-KasihNya yang tulus kepada kita yang berdosa. Ya...berdasarkan nubuatan nabi, kita mengamini bahwa Yesus Sang Raja Agung itu, telah ditentukan dari semula bahwa dosa kita yang ditanggungNya dan oleh bilur-bilurNya kita menjadi sembuh. Namun demikian, hati saya tidak menjadi tenang hanya sampai di situ.
Inilah yang muncul dalam benak saya saat saya bermeditasi:
Mengapa para nabi menubuatkan hal yang demikian?.
Mengapa harus 2 orang penjahat yang mendampingiNya atau yang mengapitNya?.
Mengapa Dia harus diposisikan di tengah, bukan di pinggir?.
Mengapa bukan 2 orang muridNya saja yang turut tersalib supaya ada kesan kematianNya sedikit terhormat?.
Di manakah Yakobus dan Yohanes, -(anak-anak Zebedeus)-, yang dahulu mengajukan permohonan untuk yang seorang ada di sebelah kanan Yesus Sang Raja Agung dan yang seorang lagi di sebelah kiriNya (Mark. 10:37)?.
Di manakah Simon bin Yunus yang disebut Petrus itu, -(yang sebelumnya penyaliban)-, dengan suara lantang berkata: Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau (Lukas 22:33)?.
Di manakah Thomas yang disebut Didimus, -(Putra halilintar)-, yang dengan merani untuk mengajak murid-murid yang lainnya dengan perkataan ini: marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia (Yohanes 11:16)?.
Di manakah para murid yang seharusnya bergotong royong untuk bahu-membahu memikul salib itu. Ya..., di manakah mereka, supaya Simon dari Kirene yang notabene orang asing itu dapat terhindar dari pemaksaan untuk mengambil alih memikul salib itu?.
Saudaraku...
Saya tidak tahu apakah anda juga sedang bergumul dengan pertanyaan yang sama. Saya sendiri tidak mau untuk mencari tahu hal tersebut pada diri anda. Saya hanya berusaha untuk mengungkapkan tabir atau menyingkapkan rahasia di balik keberadaan Yesus Sang Raja Agung yang diapit oleh 2 orang penjahat yang turut tersalib bersamaNya, dan saya berusaha untuk melihat fakta itu dalam konteks kekinian.
Bisa jadi, anda dan saya memiliki karakter yang sama seperti murid-murid Yesus Sang Raja Agung itu sebelum kisah penyaliban terjadi.
Bisa jadi anda dan saya adalah orang-orang yang hanya memikirkan jabatan atau kedudukan dalam jemaat namun tidak siap untuk berkorban demi pelayanan.
Bisa jadi anda dan saya adalah Petrus-Petrus modern yang hanya lantang bersuara dalam pertemuan-pertemua Gerejawi, tetapi action dalam pelayanan sama sekali nol.
Bisa jadi kita hanya tahu memerintah orang lain untuk berkorban waktu, tenaga, pikiran bahkan harta benda, namun kita sendiri pelit bahkan sama sekali tidak mau terlibat di dalam mendukung dan membiayai pelayanan Gerejawi.
Bisa jadi anda dan saya hanya orang-orang yang lantang bersuara dari atas mimbar untuk menyatakan kesiapan memerangi segala bentuk kuasa yang menindas kemanusiaan dan menginjak-injak hukum, kebenaran serta keadilan; namun ketika berhadapan dengan kenyataan, justru kita mencari jalan aman, bahkan mencari kambing hitam dan mengorbankan orang lain.
Saudaraku...
Saya mau mengatakan bahwa sungguh tragis kematian Yesus Sang Raja Agung. Ia ada di tengah dari para pemberontak. Dan anda harus tahu bahwa posisi tengah bukanlah posisi tanpa makna. Orang yang diapit sebelah-menyebelah, -(orang yang berada di tengah)-, menunjukkan bahwa kejahatan yang dilakukannya sangat besar dibanding penjahat yang lainnya. Ya...Yesus Sang Raja Agung dianggap perbuatanNya lebih jahat dibandingkan kedua pemberontak itu.
Sungguh posisi di tengah dari Yesus Sang Raja Agung sangat memalukan, bukan?.
Tapi itulah yang harus diterimaNya dan kenyataan itu tak dapat Dia tolak. Sehingga persoalannya sekarang ialah:
Apakah kita harus memperlakukan Yesus Sang Raja Agung terus-menerus seperti itu?.
Haruskah Dia terus diapit oleh para pemberontak itu?.
Haruskah kita mempermalukan Dia terus-menerus dengan sikap kita yang acuh tak acuh pada opanggilan untuk Bersekutu, Bersaksi dan Melayani?.
Silahkan anda renungkan!.
Saya ucapkan buat anda, selamat berkontemplasi!.
Selamat mempersiapkan diri memasuki Minggu V Masa Pra Paskah!.
Tuhan Yesus memberkatimu.
(Catatan : Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).
Hari Ke-28 Masa Pra Paskah
Bacaan : Lukas 23:32-33
(Masale, 1 April 2017 - Pdt. Joni Delima)
Selamat pagi dan Shabbat Shalom bagimu.
Semoga hari ini hidup anda diliputi rasa syukur atas kasih dan pemeliharaanNya serta sukacita besar menguasai hati anda untuk menyongsong Minggu V Masa Pra Paskah.
Saudaraku...
Saya sangat tertarik untuk membicarakan secara khusus tentang fakta Yesus Sang Raja Agung yang tersalib di antara 2 orang penjahat. Dan fakta ini bukanlah hal yang kebetulan, tetapi ratusan tahun sebelum penyaliban itu terjadi, para nabi telah menubuatkannya. Saya kutip saja salah satu dari nubuatan tersebut, yakni Yesaya 53:12b..."Ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekali pun Ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak".
Okelah...jika saudara dan saya mempunyai pandangan yang sama bahwa Allah memilih jalan itu sebagai pembuktian dari Cinta-KasihNya yang tulus kepada kita yang berdosa. Ya...berdasarkan nubuatan nabi, kita mengamini bahwa Yesus Sang Raja Agung itu, telah ditentukan dari semula bahwa dosa kita yang ditanggungNya dan oleh bilur-bilurNya kita menjadi sembuh. Namun demikian, hati saya tidak menjadi tenang hanya sampai di situ.
Inilah yang muncul dalam benak saya saat saya bermeditasi:
Mengapa para nabi menubuatkan hal yang demikian?.
Mengapa harus 2 orang penjahat yang mendampingiNya atau yang mengapitNya?.
Mengapa Dia harus diposisikan di tengah, bukan di pinggir?.
Mengapa bukan 2 orang muridNya saja yang turut tersalib supaya ada kesan kematianNya sedikit terhormat?.
Di manakah Yakobus dan Yohanes, -(anak-anak Zebedeus)-, yang dahulu mengajukan permohonan untuk yang seorang ada di sebelah kanan Yesus Sang Raja Agung dan yang seorang lagi di sebelah kiriNya (Mark. 10:37)?.
Di manakah Simon bin Yunus yang disebut Petrus itu, -(yang sebelumnya penyaliban)-, dengan suara lantang berkata: Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau (Lukas 22:33)?.
Di manakah Thomas yang disebut Didimus, -(Putra halilintar)-, yang dengan merani untuk mengajak murid-murid yang lainnya dengan perkataan ini: marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia (Yohanes 11:16)?.
Di manakah para murid yang seharusnya bergotong royong untuk bahu-membahu memikul salib itu. Ya..., di manakah mereka, supaya Simon dari Kirene yang notabene orang asing itu dapat terhindar dari pemaksaan untuk mengambil alih memikul salib itu?.
Saudaraku...
Saya tidak tahu apakah anda juga sedang bergumul dengan pertanyaan yang sama. Saya sendiri tidak mau untuk mencari tahu hal tersebut pada diri anda. Saya hanya berusaha untuk mengungkapkan tabir atau menyingkapkan rahasia di balik keberadaan Yesus Sang Raja Agung yang diapit oleh 2 orang penjahat yang turut tersalib bersamaNya, dan saya berusaha untuk melihat fakta itu dalam konteks kekinian.
Bisa jadi, anda dan saya memiliki karakter yang sama seperti murid-murid Yesus Sang Raja Agung itu sebelum kisah penyaliban terjadi.
Bisa jadi anda dan saya adalah orang-orang yang hanya memikirkan jabatan atau kedudukan dalam jemaat namun tidak siap untuk berkorban demi pelayanan.
Bisa jadi anda dan saya adalah Petrus-Petrus modern yang hanya lantang bersuara dalam pertemuan-pertemua Gerejawi, tetapi action dalam pelayanan sama sekali nol.
Bisa jadi kita hanya tahu memerintah orang lain untuk berkorban waktu, tenaga, pikiran bahkan harta benda, namun kita sendiri pelit bahkan sama sekali tidak mau terlibat di dalam mendukung dan membiayai pelayanan Gerejawi.
Bisa jadi anda dan saya hanya orang-orang yang lantang bersuara dari atas mimbar untuk menyatakan kesiapan memerangi segala bentuk kuasa yang menindas kemanusiaan dan menginjak-injak hukum, kebenaran serta keadilan; namun ketika berhadapan dengan kenyataan, justru kita mencari jalan aman, bahkan mencari kambing hitam dan mengorbankan orang lain.
Saudaraku...
Saya mau mengatakan bahwa sungguh tragis kematian Yesus Sang Raja Agung. Ia ada di tengah dari para pemberontak. Dan anda harus tahu bahwa posisi tengah bukanlah posisi tanpa makna. Orang yang diapit sebelah-menyebelah, -(orang yang berada di tengah)-, menunjukkan bahwa kejahatan yang dilakukannya sangat besar dibanding penjahat yang lainnya. Ya...Yesus Sang Raja Agung dianggap perbuatanNya lebih jahat dibandingkan kedua pemberontak itu.
Sungguh posisi di tengah dari Yesus Sang Raja Agung sangat memalukan, bukan?.
Tapi itulah yang harus diterimaNya dan kenyataan itu tak dapat Dia tolak. Sehingga persoalannya sekarang ialah:
Apakah kita harus memperlakukan Yesus Sang Raja Agung terus-menerus seperti itu?.
Haruskah Dia terus diapit oleh para pemberontak itu?.
Haruskah kita mempermalukan Dia terus-menerus dengan sikap kita yang acuh tak acuh pada opanggilan untuk Bersekutu, Bersaksi dan Melayani?.
Silahkan anda renungkan!.
Saya ucapkan buat anda, selamat berkontemplasi!.
Selamat mempersiapkan diri memasuki Minggu V Masa Pra Paskah!.
Tuhan Yesus memberkatimu.
(Catatan : Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).
No comments:
Post a Comment