Laman

Monday, March 27, 2017

Sang Raja dan Tangisan Putri Yerusalem

Sebuah Refleksi Pribadi
Hari Ke-23 Masa Pra Paskah
Bacaan : Lukas 23:27-31
(Masale, 27 Maret 2017 - Pdt. Joni Delima)


Selamat pagi dan Shalom bagimu.
Teriring salam dan doa dariku, semoga hari ini anda dipenuhi damai sejahtera dalam memulai rutinitas keseharian anda.

Saudaraku...
Saya sangat terkesan dengan ungkapan dari Oswald Chambers dalam bukunya "The Love of God". Ia mengatakan demikian:
"Kita harus tetap benar di hadapan Allah di tengah segala sesuatu seperti apa adanya dan membiarkan segala sesuatu mengubah kita. Kita harus hidup dalam dunia yang kotor ini, di antara manusia-manusia yang tidak lagi peduli akan kehidupan imannya. Di tempat yang seperti inilah kita harus menjalankan kehidupan yang Indah dan yang Kudus, yang Tuhan telah berikan bagi kita. Keindahan dan Kekudusan Hidup dalam diri kita hanya dapat dinyatakan dengan adanya pertentangan bahkan penolakan, dan kita harus belajar untuk tetap tegak berdiri menghadapinya. Kehidupan yang Indah dan Kudus merupakan sikap menegakkan bahu lalu melangkah dengan tegap, pasti dan lurus, sampai kita mengerti jalan-jalan Tuhan".

Saudaraku...
Memang rada-rada aneh ketika Yesus Sang Raja Agung sedang tertatih-tatih memikul salibNya dan ada sekelompok orang yang merasa prihatin dengan hal tersebut, namun justru Ia merespons dengan berkata kepada mereka: "jangan kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu". Sekiranya anda yang mendapat teguran seperti ini, bisa jadi anda akan berkata dalam hati kecil anda: "ini orang tidak tahu bersyukur dan berterima kasih! Lah...orang lain merasa prihatin dan mau turut merasakan deritanya, orang lain mau memberikan motivasi dan penguatan kepadanya, koq malah marah-marah!".

Saudaraku...
Yesus sesungguhnya tahu bahwa tangisan perempuan-perempuan Yerusalem adalah tanda dari keprihatinan di tengah-tengah kondisi Yesus Sang Raja Agung yang sangat membutuhkan pendampingan namun semua muridNya bahkan semua orang yang selama ini dekat denganNya justru meninggalkanNya.
Tangisan perempuan-perempuan Yerusalem itu adalah tanda tanya: "di manakah orang-orang yang telah mengalami kasih dan mendapatkan berkat dari Dia selama ini? Ke manakah mereka di saat Dia sangat membutuhkan pertolongan?".

Tangisan perempuan-perempuan Yerusalem itu adalah tangisan di tengah-tengah gemuruh kebencian, kemarahan dan cemoohan dari para penentang yang menolak tatanan dunia yang baru yang ditawarkan oleh Yesus Sang Raja Agung. Tangisan untuk memberi semangat bahwa ternyata masih ada orang yang berempati dalam kondisiNya yang terpuruk.

Tangisan perempuan-perempuan Yerusalem itu adalah tan gisan di tengah-tengah desiran cambuk, tendangan dan pukulan yang bertubi-tubi menghantam tubuh Yesus Sang Raja, dan tidak ada satu pun orang yang dapat menghentikan perlakuan yang diterimaNya. Tangisan itu adalah tanda bahwa mereka turut merasakan sakitnya tubuh Yesus Sang Raja Agung.

Namun bagi Yesus Sang Raja Agung, tangisan di tengah perjuangan menuju kemenangan adalah sebuah tanda dari KEKALAHAN.

Bukankah genderang perang itu mulai ditabuhkan, saat Yesus Sang Raja Agung memasuki Gerbang Yerusalem dan menangisi kota itu. Namun Ia sadar bahwa tangisan tak akan memberi kemenangan kepadaNya dan kemenangan itu adalah kemenangan dalam menghancurkan KEBATILAN. Karena itu, Ia bangkit dan mengobrak-abrik segala kebusukan dan kebejatan yang sedang terjadi dan berlangsung dalam Bait Allah.

Ya...Yesus Sang Raja Agung tak perlu ditangisi, justru Dialah yang menangisi anda dan saya. Ia sangat prihatin dengan keselamatan kita. Karena begitu kejamnya ancaman maut, sehingga Ia tegak berdiri menghadapinya seorang diri dan salib itulah yang harus diterimaNya.

Saudaraku...
Yesus Sang Raja Agung tidak butuh untuk ditangisi, tetapi Ia berharap anda menangisi dosa-dosa anda, dosa suami anda, dosa-dosa isteri anda, dosa-dosa anak-anak anda, dosa-dosa cucu-cucu anda, dosa-dosa masyarakat anda dan dosa-dosa dunia kerja anda. Ketika kita sadari akan keadaan keberdosaan itu, maka kita siap untuk tegak berdiri menghadapinya dengan Iman pada SALIB. SALIB itulah tanda kemenangan dalam menghancurkan kuasa DOSA. Karena itu, SALIB tak perlu ditangisi melainkan disyukuri.

Hal inilah yang dimaksudkan Oswald Chambers. Penolakan, cacian serta makian, tidak dianggap ada padahal kita ada, dilecehkan, difitnah, dianiaya bahkan dicampakkan ke dalam penjara; itulah VIA DOLOROSA yang harus kita hadapi dan jalani menuju ke puncak KEMENANGAN. Tetapi jika di tengah perjuangan itu kita menangis dan tak kuasa untuk berdiri tegak; maka itulah tanda KEKALAHAN sehingga kemenangan hanyalah sebuah MIMPI.

Karena itu saudaraku...
Tetaplah tegak berdiri dalam imanmu di tengah berbagai tantangan dan kesulitan hidup. Mungkin sekarang anda sedang memandang awan pekat dan hujan badai akan segera turun. Biarkanlah hal itu dan hadapilah. Yang pasti bahwa Sang Surya tidak akan hilang karenanya. Saatnya akan tiba di mana Sang Surya akan kembali memancarkan sirnarnya, sehingga anda akan memandang indanya PELANGI yang membusur menghiasi langit cerah.

Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.

(Catatan: Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love