Sebuah Refleksi Pribadi
(Berlian Di Dalam Kotoran Manusia)
Bacaan : Amsal 3:21-23
(Masale, 10 Mei 2017 - Pdt. Joni Delima)
Selamat pagi dan Shalom bagimu.
Mohon maaf jika hari ini refleksi saya sarat dengan emosional terkait dengan peristiwa hari kemarin. Namun saya berdoa semoga semua dapat berjalan baik dan normal dan anda terus diberkati.
Saudaraku...
Jujur saya mau mengatakan bahwa sesungguhnya saya berusaha untuk tidak lagi berniat menulis hal-hal yang berhubungan dengan seorang yang bernama BASUKI TJAHAYA PURNAMA alias AHOK. Terlalu sulit dan terlampau rumit untuk menuding bahwa ia adalah seorang PENISTA AGAMA sedangkan fakta mengatakan adalah dia itu seorang yang sangat concern dengan KEHIDUPAN BERAGAMA bahkan menfasilitasi pembangunan Rumah Ibadah serta mengumrohkan begitu banyak orang, dan bahkan dia diambil sebagai anak angkat dari keluarga yang taat beragama yang tidak seagama dengannya: "Keluarga ANDI BASO AMIR". Namun juga kita tidak dapat mengklaim bahwa dia BUKAN PENISTA AGAMA, karena dari mulutnya sendiri keluar ucapan yang menyinggung RASA KEAGAMAAN orang lain.
Jadi saya berusaha menahan diri untuk tidak menulis, apalagi jika hal itu berhubungan dengan keputusan yang telah ditetapkan Majelis Hakim PN Jakarta Utara tgl. 9 Mei 2017 dalam kasus yang ditudingkan: PENISTAAN AGAMA. Saya berusaha menahan diri untuk tidak masuk ke ranah itu, sekalipun nurani saya tidak pernah berhenti berharap agar Sang Ratu Adil menyatakan dirinya untuk berpihak pada FAKTA KEBENARAN, bukan pada RASA KEAKUAN yang berjuang untuk mempertahankan STATUS QUO.
Namun demikian, saya tak dapat menahan gejolak batin saya yang memaksa tangan ini menuliskankan refleksi ini. Kenangan Mei 1998 mendorong saya untuk melakukannya.
Mei 1998 masih segar dalam ingatan saya, bagaimana massa menuntut REFORMASI dengan menggelar "Parlemen Jalanan". Massa tumpah-ruah dan pada akhirnya tak terkendali. Tuntutan Reformasi berubah menjadi tindakan anarkis: beringas dan brutal, dengan melakukan penghancuran, pembakaran, penjarahan, perampokan, pemerkosaan bahkan pembunuhan. Tuntutan Reformasi yang diboncengi oleh kepentingan kelompok atau golongan justru berubah menjadi Kerusuhan Rasial terhadap Etnis Tionghoa 13-15 Mei 1998, bukan hanya di Jakarta, tetapi juga merambah ke beberapa daerah lain di persada ini.
Saudaraku...
Siapa pun anda yang dikondisikan atau mengkondisikan diri sebagai kaum minoritas akan merasa was-was ketika AROMA KEBENCIAN mulai merambah dan menyengat indera rasa keagamaan pihak lain. Apalagi hal tersebut disulut oleh seorang yang bernama AHOK, -(si mata sipit dan dicap KAFIR)-, yang oleh dia telah mengangkat atau menyinggung Surah Al-Maidah 51 dalam pidatonya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Tgl. 27 September 2016). Hal ini kemudian dipelintir oleh seorang Buni Yani dan dianggap sebagai Penodaan Agama dan Menista Ulama. Ya...Buni Yani melalui akun facebooknya "Si Buni Yani (SBY)" telah mengunggah sebuah vidio singkat yang berdurasi 31 detik pada tengah malam tgl. 6 Oktober 2016 dan menyertakan kalimat: "PENISTA TERHADAP AGAMA". Vidio asli yang berdurasi 1 jam 40 menit dipotong dengan durasi 31 detik, telah menimbulkan kegaduhan di seantero negeri.
Aroma Kebencian bagaikan jamur di musim penghujan. Vidio 31 detik telah menyulut aksi besar-besaran dan berjilid-jilid yang dikemas dalam bingkai "Aksi Bela Islam".
Mulailah saudara-saudara saya yang Islam turun ke jalan, Jumat tgl. 14 Oktober 2016, -(8 hari setelah vidio editan diunggah)-, dan inilah Aksi Bela Islam Jilid I.
Tak puas dengan permohonan maaf Ahok, aksi yang lebih besar pun terjadi pada hari Jumat, tgl. 4 November 2016 yang kemudian dikenal dengan istilah Aksi 411 yang merupakan Aksi Bela Islam Jilid II.
Merasa bahwa orang nomor satu di negeri ini bungkam bahkan dianggap cenderung membela sang penista, maka pada hari Jumat, tgl. 2 Desember 2016 terjadilah Aksi Bela Islam Jilid III yang terkenal dengan julukan Aksi 212 (pertama).
Masih tidak puas dengan jalannya persidangan maka Jumat tgl. 2 Pebruari 2017 terjadilah Aksi Bela Islas Jilid IV dengan istilah Aksi 212 (kedua).
Masih juga belum puas maka dicetuskanlah Aksi Bela Islam Jilid V pada hari Jumat, tgl. 31 Maret 2017 dengan label Aksi 313.
Gelombang aksi terus dilakukan dalam mengawal persidangan AHOK, dan tidak akan berhenti sebelum AHOK dinyatakan bersala dan dicobloskan ke dalam jeruji besi.
Saudaraku...
Saya secara pribadi mau melihat perjalanan kasus ini sebagai bentuk pembelajaran yang sangat berharga bagi setiap orang yang menyebut dirinya sebagai anak-anak Tuhan. Dan dari sudut pandang positif, saya menyaksikan fakta terbaru di mana umat Kristiani berupaya untuk memandang kasus ini dari apa yang tercatat dalam Alkitab. Geraka Cinta Alkitab (GCA) yang beberapa tahun terakhir ini didengung-dengungkan seolah-olah mendapat angin segar melalui kasus AHOK Sang Fenomenal di persada ini. Mulailah ramai ayat-ayat Alkitab dikutip dan diphosting ke dunia maya. Dan ayat Alkitab yang paling heboh adalah: Habakuk 1:2-4..."Berapa lama lagi Tuhan, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepadaMu: "Penistaan!" tetapi tidak Kau tolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar, itulah sebabnya keadilan muncul terbalik".
Bahkan kasus AHOK mulai disejajarkan dengan kisah Yusuf bin Yakub yang dicobloskan ke dalam penjara dan juga diselaraskan dengan kasus persidangan Tuhan Yesus oleh Pontius Pilatus atas tuduhan atau dakwaan yang sama: "Penistaan Agama".
Saudaraku...
Jujur saya mau mengatakan bahwa saya sangat bangga dengan AHOK bahkan ketegarannya melawan arus dunia yang cenderung korup dan mudah memutar-balikkan kebenaran hanya karena uang atau karena desakan kelompok mayoritas atau kaum penguasa, serta karakternya yang sangat keras melawan ketimpangan hukum yang cenderung berpihak hanya kepada kaum berada saja; saya sangat mengapresiasi hal-hal tersebut dan mengacungkan 2 jempol saya.
Demikian juga rasa bangga saya dengan jiwa sosialnya yang sangat tinggi yang dilakukan dengan tidak memandang muka, tentu patut diteladani.
Namun satu hal, -(yang menurut saya)-, terlupakan olehnya, yakni "Pertimbangan dan Kebijaksanaan dalam membaca tanda-tanda zaman". Bisa jadi dia tidak menyadari dan bahkan dia menganggap sebagai hal yang lumrah, tapi itulah yang sudah terjadi, bahwa karena ketidak sadaran tersebut dengan mengucapkan sepenggal kalimat yang menyentuh rasa keagamaan orang lain, telah menulut kemarahan banyak orang. Sungguh fatal yang dialaminya, namun hal ini menjadi warning buat saudara dan saya, bahwa: "hati-hatilah dengan perkataanmu, sebab mulutmu adalah harimaumu". Dan untuk tidak mengalami hal yang fatal seperti AHOK, maka ingatlah akan hal ini: "Upah dari Pertimbangan dan Kebijaksanaan adalah jalan lurus dan aman".
Saya percaya, walaupun ada sisi gelap dari Sang Fenomenal, kelak TJAHAYA PURNAMA-nya akan bersinar terang. AHOK adalah BERLIAN yang walau pun jatuh di lumpur, nilainya tidak akan pernah berkurang atau pun harganya menyusut. AHOK TETAP BERLIAN. Dan jika semua persoalan ini berlalu dan AHOK tetap tegar menjalani proses pemurniannya di tangan Tuhan, maka ia akan tetap menjadi Sang Fenomenal: ia tidak akan menjadi ekor, melainkan menjadi KEPALA.
Selamat beraktivitas.
Dukunglah di dalam doamu, saudara Basuki Tjahaya Purnama, agar keadilan dan kebenaran berpihak kepadanya.
Tuhan memberkatimu.
(Catatan: Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).
(Berlian Di Dalam Kotoran Manusia)
Bacaan : Amsal 3:21-23
(Masale, 10 Mei 2017 - Pdt. Joni Delima)
Selamat pagi dan Shalom bagimu.
Mohon maaf jika hari ini refleksi saya sarat dengan emosional terkait dengan peristiwa hari kemarin. Namun saya berdoa semoga semua dapat berjalan baik dan normal dan anda terus diberkati.
Saudaraku...
Jujur saya mau mengatakan bahwa sesungguhnya saya berusaha untuk tidak lagi berniat menulis hal-hal yang berhubungan dengan seorang yang bernama BASUKI TJAHAYA PURNAMA alias AHOK. Terlalu sulit dan terlampau rumit untuk menuding bahwa ia adalah seorang PENISTA AGAMA sedangkan fakta mengatakan adalah dia itu seorang yang sangat concern dengan KEHIDUPAN BERAGAMA bahkan menfasilitasi pembangunan Rumah Ibadah serta mengumrohkan begitu banyak orang, dan bahkan dia diambil sebagai anak angkat dari keluarga yang taat beragama yang tidak seagama dengannya: "Keluarga ANDI BASO AMIR". Namun juga kita tidak dapat mengklaim bahwa dia BUKAN PENISTA AGAMA, karena dari mulutnya sendiri keluar ucapan yang menyinggung RASA KEAGAMAAN orang lain.
Jadi saya berusaha menahan diri untuk tidak menulis, apalagi jika hal itu berhubungan dengan keputusan yang telah ditetapkan Majelis Hakim PN Jakarta Utara tgl. 9 Mei 2017 dalam kasus yang ditudingkan: PENISTAAN AGAMA. Saya berusaha menahan diri untuk tidak masuk ke ranah itu, sekalipun nurani saya tidak pernah berhenti berharap agar Sang Ratu Adil menyatakan dirinya untuk berpihak pada FAKTA KEBENARAN, bukan pada RASA KEAKUAN yang berjuang untuk mempertahankan STATUS QUO.
Namun demikian, saya tak dapat menahan gejolak batin saya yang memaksa tangan ini menuliskankan refleksi ini. Kenangan Mei 1998 mendorong saya untuk melakukannya.
Mei 1998 masih segar dalam ingatan saya, bagaimana massa menuntut REFORMASI dengan menggelar "Parlemen Jalanan". Massa tumpah-ruah dan pada akhirnya tak terkendali. Tuntutan Reformasi berubah menjadi tindakan anarkis: beringas dan brutal, dengan melakukan penghancuran, pembakaran, penjarahan, perampokan, pemerkosaan bahkan pembunuhan. Tuntutan Reformasi yang diboncengi oleh kepentingan kelompok atau golongan justru berubah menjadi Kerusuhan Rasial terhadap Etnis Tionghoa 13-15 Mei 1998, bukan hanya di Jakarta, tetapi juga merambah ke beberapa daerah lain di persada ini.
Saudaraku...
Siapa pun anda yang dikondisikan atau mengkondisikan diri sebagai kaum minoritas akan merasa was-was ketika AROMA KEBENCIAN mulai merambah dan menyengat indera rasa keagamaan pihak lain. Apalagi hal tersebut disulut oleh seorang yang bernama AHOK, -(si mata sipit dan dicap KAFIR)-, yang oleh dia telah mengangkat atau menyinggung Surah Al-Maidah 51 dalam pidatonya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Tgl. 27 September 2016). Hal ini kemudian dipelintir oleh seorang Buni Yani dan dianggap sebagai Penodaan Agama dan Menista Ulama. Ya...Buni Yani melalui akun facebooknya "Si Buni Yani (SBY)" telah mengunggah sebuah vidio singkat yang berdurasi 31 detik pada tengah malam tgl. 6 Oktober 2016 dan menyertakan kalimat: "PENISTA TERHADAP AGAMA". Vidio asli yang berdurasi 1 jam 40 menit dipotong dengan durasi 31 detik, telah menimbulkan kegaduhan di seantero negeri.
Aroma Kebencian bagaikan jamur di musim penghujan. Vidio 31 detik telah menyulut aksi besar-besaran dan berjilid-jilid yang dikemas dalam bingkai "Aksi Bela Islam".
Mulailah saudara-saudara saya yang Islam turun ke jalan, Jumat tgl. 14 Oktober 2016, -(8 hari setelah vidio editan diunggah)-, dan inilah Aksi Bela Islam Jilid I.
Tak puas dengan permohonan maaf Ahok, aksi yang lebih besar pun terjadi pada hari Jumat, tgl. 4 November 2016 yang kemudian dikenal dengan istilah Aksi 411 yang merupakan Aksi Bela Islam Jilid II.
Merasa bahwa orang nomor satu di negeri ini bungkam bahkan dianggap cenderung membela sang penista, maka pada hari Jumat, tgl. 2 Desember 2016 terjadilah Aksi Bela Islam Jilid III yang terkenal dengan julukan Aksi 212 (pertama).
Masih tidak puas dengan jalannya persidangan maka Jumat tgl. 2 Pebruari 2017 terjadilah Aksi Bela Islas Jilid IV dengan istilah Aksi 212 (kedua).
Masih juga belum puas maka dicetuskanlah Aksi Bela Islam Jilid V pada hari Jumat, tgl. 31 Maret 2017 dengan label Aksi 313.
Gelombang aksi terus dilakukan dalam mengawal persidangan AHOK, dan tidak akan berhenti sebelum AHOK dinyatakan bersala dan dicobloskan ke dalam jeruji besi.
Saudaraku...
Saya secara pribadi mau melihat perjalanan kasus ini sebagai bentuk pembelajaran yang sangat berharga bagi setiap orang yang menyebut dirinya sebagai anak-anak Tuhan. Dan dari sudut pandang positif, saya menyaksikan fakta terbaru di mana umat Kristiani berupaya untuk memandang kasus ini dari apa yang tercatat dalam Alkitab. Geraka Cinta Alkitab (GCA) yang beberapa tahun terakhir ini didengung-dengungkan seolah-olah mendapat angin segar melalui kasus AHOK Sang Fenomenal di persada ini. Mulailah ramai ayat-ayat Alkitab dikutip dan diphosting ke dunia maya. Dan ayat Alkitab yang paling heboh adalah: Habakuk 1:2-4..."Berapa lama lagi Tuhan, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepadaMu: "Penistaan!" tetapi tidak Kau tolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar, itulah sebabnya keadilan muncul terbalik".
Bahkan kasus AHOK mulai disejajarkan dengan kisah Yusuf bin Yakub yang dicobloskan ke dalam penjara dan juga diselaraskan dengan kasus persidangan Tuhan Yesus oleh Pontius Pilatus atas tuduhan atau dakwaan yang sama: "Penistaan Agama".
Saudaraku...
Jujur saya mau mengatakan bahwa saya sangat bangga dengan AHOK bahkan ketegarannya melawan arus dunia yang cenderung korup dan mudah memutar-balikkan kebenaran hanya karena uang atau karena desakan kelompok mayoritas atau kaum penguasa, serta karakternya yang sangat keras melawan ketimpangan hukum yang cenderung berpihak hanya kepada kaum berada saja; saya sangat mengapresiasi hal-hal tersebut dan mengacungkan 2 jempol saya.
Demikian juga rasa bangga saya dengan jiwa sosialnya yang sangat tinggi yang dilakukan dengan tidak memandang muka, tentu patut diteladani.
Namun satu hal, -(yang menurut saya)-, terlupakan olehnya, yakni "Pertimbangan dan Kebijaksanaan dalam membaca tanda-tanda zaman". Bisa jadi dia tidak menyadari dan bahkan dia menganggap sebagai hal yang lumrah, tapi itulah yang sudah terjadi, bahwa karena ketidak sadaran tersebut dengan mengucapkan sepenggal kalimat yang menyentuh rasa keagamaan orang lain, telah menulut kemarahan banyak orang. Sungguh fatal yang dialaminya, namun hal ini menjadi warning buat saudara dan saya, bahwa: "hati-hatilah dengan perkataanmu, sebab mulutmu adalah harimaumu". Dan untuk tidak mengalami hal yang fatal seperti AHOK, maka ingatlah akan hal ini: "Upah dari Pertimbangan dan Kebijaksanaan adalah jalan lurus dan aman".
Saya percaya, walaupun ada sisi gelap dari Sang Fenomenal, kelak TJAHAYA PURNAMA-nya akan bersinar terang. AHOK adalah BERLIAN yang walau pun jatuh di lumpur, nilainya tidak akan pernah berkurang atau pun harganya menyusut. AHOK TETAP BERLIAN. Dan jika semua persoalan ini berlalu dan AHOK tetap tegar menjalani proses pemurniannya di tangan Tuhan, maka ia akan tetap menjadi Sang Fenomenal: ia tidak akan menjadi ekor, melainkan menjadi KEPALA.
Selamat beraktivitas.
Dukunglah di dalam doamu, saudara Basuki Tjahaya Purnama, agar keadilan dan kebenaran berpihak kepadanya.
Tuhan memberkatimu.
(Catatan: Refleksi ini telah di-Share ke WA Jemaat Masale).
No comments:
Post a Comment