Laman

Sunday, August 13, 2017

Giat Dalam Rencana Allah

Khotbah Untuk Ibadah Raya Jemaat
Gereja Toraja Jemaat Masale
Minggu, 13 Agustus 2017
.

THE INVISIBLE HAND

Bacaan Alkitab :
(1). 1 Raja-raja 19:9-18 (Bahan Utama Khotbah)
(2). Roma 10:5-15
(3). Matius 14:22-33.

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kamu sekalian.
Satu harapan yang begitu besar dalam hati saya, yakni semoga Tuhan terus memberkati kehidupan anda dan menganugerahkan ketenangan batin untuk anda di dalam menikmati segala berkat dan karuniaNya. Sebab apalah artinya hidup berkelimpahan dengan kebutuhan jasmani namun batin anda gersang dan hampa.

Tema khotbah minggu ini sesuai dengan buku Membangun Jemaat adalah: "Giat Dalam Rencana Allah Bagi Semua", tetapi saudara-saudara, saya mau mengangkat tema khusus di balik 3 bacaan Firman Tuhan hari ini, yakni: "The Invisible Hand = Tangan Yang Tersembunyi".

Saudara-saudara yang kekasih dan sepengharapan di dalam Tuhan!
Sekuat apapun kita dalam menjalani hidup, dalam mengangkat tugas dan pekerjaan, selalu ada masa atau waktu di mana kita merasa tak berdaya. Ada waktu di mana kita merasa kehilangan kemampuan dan kehilangan kekuatan untuk menghadapi dan mengatasi problem/masalah.
Saudara-saudara mungkin mempunyai daya ingat yang begitu kuat dibandingkan saya ketika kita sedang membicarakan sosok nabi Elia. Saya hanya mengenal nabi yang satu ini dari Alkitab sebagai sosok "Pemberani" bahkan "Sangat Berani" dalam hal menegakkan kekudusan penyembahan kepada Tuhan. Dan hal itu dapat kita baca sebelum perikop bacaan kita, khususnya Kisah Gunung Karmel (1 Raja-raja 19:20-40).

Elia menyaksikan bagaimana hati umat Israel telah menyimpang jauh dari "Jalan Tuhan" karena Raja Ahab dan Ratu Izebel tidak menampilkan sosok sebagai seorang pemimpin umat yang takut akan Tuhan. Dan bagi Elia, realita ini tidak boleh berlangsung terus; harus diputuskan. Melalui nabi Elia, Allah hendak menyampaikan pesan-pesan moral. Agar umat Tuhan tetap mengalami keselamatan dan atau mengalami damai sejahtera, maka mereka harus meletakkan seluruh pengharapan mereka hanya di dalam Tuhan. Ya...hanya di dalam Tuhan, hidup mereka terpelihara, dan hanya dengan menyembah Tuhan (Yahweh) sajalah maka keselamatan yang dari Tuhan akan terus dialami.. Tetapi jika tidak, maka, firman Tuhan menyatakan hal ini: "Tetapi jika engkau sama sekali melupakan Tuhan Allahmu, dan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya, aku memperingatkan kepadamu hari ini, bahwa kamu PASTI BINASA (Ul. 8:19)". Dan untuk memulai pesan moral ini, maka Tuhan melalui nabi Elia, mendatangkan kelaparan besar atas seluruh negeri Israel dan daerah-daerah di sekitarnya, dan masa kelaparan ini akan berhenti jika nabi Elia menyatakan hal itu berhenti (1 Raj. 17:1).

Inilah cara yang ditempuh Tuhan untuk menyadarkan Israel, bahwa hanya dengan menyembah Tuhan (Yahweh), hidup umat akan terjamin dan keselamatan yang dari padaNya akan terus dinyatakan. Tetapi semua cara ini tidak membuat bangsa itu berbalik dari jalan yang salah lalu menempuh jalan Tuhan. Kedahsyatan kuasa Tuhan dalam mendatangkan bala kelaparan di seluruh wilayah Israel dan daerah-daerah sekitarnya, tidak membuat hati umat Israel berbalik kepada Tuhan. Mereka justru merasa nyaman dengan penyembahan mereka terhadap Baal. Dan karena itu, Elia berani menantang Izebel untuk mendemonstrasikan atau mempertontonkan kekuasaan dari yang mereka sembah; apakah yang perkasa dan berkuasa itu adalah Baal, ataukah justru Yahweh. Logika manusia tidak bisa menerima bahwa dengan seorang diri Elia dapat memenangkan perlombaan menghadapi 450 nabi Baal. Apalagi dalam konteks kehidupan berbangsa sekarang ini di mana berlaku hukum: "Suara Mayoritas itu adalah suara Tuhan. Vox populi vox Dei - Suara masyarakat umum atau suara rakyat banyak itu adalah suara Tuhan". Dan dalam kondisi seperti ini, kebenaran dan kemenangan tidak akan pernah berpihak pada kelompok minoritas, apalagi jika anda seorang diri. Itulah logika manusia secara umum bahwa 1 lawan 450 adalah sebuah kekonyolan. Tetapi dalam hal ini, Elia begitu yakin: 1000 bahkan sejuta bahkan berlaksa-laksa allah lain tidak akan pernah mampu menandingi  Allah yang disembahnya, yakni Yahweh, Allah Israel. Elia sungguh yakin apa yang pada Allah yang disembahnya, Allah yang dahsyat dan Maha-Sanggup, seperti apa yang tercatat dalam Ul. 32:39..."Lihatlah sekarang, bahwa AKU, AKU-lah Dia. Tidak ada allah kecuali AKU. AKU-lah yang mematikan dan yang menghidupkan, AKU yang telah meremukkan, tetapi AKU-lah yang menyembuhkan, dan seorang pun tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKU".

Sehingga saudara-saudara, hanya kekuatan iman seperti yang dimiliki Elia akan memutar-balikkan fakta berdasarkan logika berpikir manusia. Apa yang mustahil bagi manusia, tetapi bagi Allah tidak ada yang mustahil; dan bagi orang yang percaya pun, semua hal yang tidak mungkin berubah menjadi mungkin.

Saudara-saudaraku....
Apa yang dilakukan oleh Elia pada peristiwa Gunung Karmel, pastilah melahirkan kegemparan atau kehebohan di kalangan umat Israel terlebih khusus bagi raja Ahab dan isterinya, Izebel. Tetapi semua hal yang terjadi, tidak membuat bangsa Israel kembali ke jalan Tuhan, bahkan raja Ahab tidak mau bertobat. Bangsa itu tetap mengeraskan hatinya, bahkan Izebel mengatakan: "beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu seperti nyawa salah seorang dari mereka itu". Ya...Izebel begitu geram bercampur murka, melontarkan ancaman yang bagi Elia, hal tersebut sangat mengerikan. Secara tidak langsung, Izebel mengatakan hal ini kepada nabi Elia: "jangan lagi sebut namaku Izebel jika aku tidak berhasil mencabut nyawamu". Coba bayangkan saudara-saudara, begitu banyak tontonan tentang kemaha-kuasaan Allah yang dinyatakan melalui nabi Elia, namun semua itu tidak membuat Israel, Ahab dan Izebel berbalik ke jalan yang benar. Justru sebaliknya, mereka semakin berani melawan Allah dan nabiNya. Apa yang dipertontonkan Israel, raja Ahab dan Izebel dalam hal kekerasan hati untuk tidak mau bertobat, membuat nyali nabi Elia menjadi ciut. Justru ancaman itu membuat nabi Elia melarikan diri, dan di padang gurun, ia menyatakan di hadapan Allah: "...Cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku (1 Ra. 19:4)".

Mengapa seketika terjadi penurunan semangat juang nabi Elia dalam peperangan imannya?
Ya...karena kekerasan hati bangsa itu yang tidak mau bertobat, sehingga nabi Elia berkesimpulan bahwa semua hal yang dia sudah lakukan ternyata tidak ada gunanya. Ternyata semua hal yang dia sudah kerjakan hanya berakhir pada kesia-siaan. Secara tidak langsung, nabi Elia hendak mengatakan hal ini kepada Tuhan: "Tuhan, cukuplah! Jangan buat hidupku susah dan bermasalah dengan mereka. Sebab apa pun yang hendak kukatakan tentang Engkau, semuanya ternyata menemui jalan buntu. Apa yang Engkau suruhkan itu adalah Mission Impossible (sebuah misi yang percuma)".

Saudara-saudara yg sama dikasihi di dalam Tuhan!
Ini adalah gambaran umum dari realita kehidupan kita. Kondisi batin nabi Elia yang menyerah karena merasa percuma menyampaikan kebenaran di tengah-tengah kekerasan hati umat, adalah persis sama dengan yang sering kita alami. Dalam kehidupan keluarga, khususnya dalam membimbing kehidupan anak-anak, terkadang kita diperhadapkan dengan kondisi batin Elia. Ketika kita sudah berusaha dengan berbagai cara untuk menasehatkan anak-anak kita agar tidak memilih jalan yang salah, namun hati mereka cenderung memilih yang salah; kita lalu berteriak: "Tuhan...berapa lama lagi aku harus berhadapan dengan keadaan seperti ini. Tuhan...mengapa Engkau memberikan kepadaku, anak-anak yang keras kepala, anak-anak yang tidak mau dengar-dengaran, anak-anak yang menganggap remeh ajaran Tuhan dan anak-anak yang tidak mau beribadah. Mengapa saya harus melahirkan anak-anak seperti ini, Tuhan?". Dalam persekutuan hidup bersama selaku jemaat, banyak di antara hamba-hamba Tuhan bahkan anggota jemaat yang lurus hatinya, terkadang berada pada kondisi batin Elia: "Mengapa anggota jemaat seperti ini; tahu yang baik tapi tidak mau melakukan yang baik? Mengapa dalam jemaat di mana saya beranggota, masih saja ada warga yang mengeraskan hati pada firman Tuhan, bahkan menganggap remeh pekerjaan pelayanan?".

Ketika kita tidak mampu mengelolah konflik batin seperti itu, kita akan berucap: "Cukuplah, Tuhan! tidak mungkin lagi mereka bisa disadarkan? Cukuplah apa yang aku kerjakan. Aku sudah tidak mampu lagi. Tuhan sendiri sajalah yang menyadarkan mereka?".

Dan yang paling aneh saudara-saudara...
Ketika kita dikondisikan seperti itu, kita berusaha mencari pembenaran diri. Dan itulah yang terjadi dalam diri Elia yang merupakan gambaran real dari kehidupan kita. Ketika Tuhan menanyakan A, kita menjawab B. Ketika Tuhan bertanya: "Apa kerjamu di sini?". Jawaban Elia tidak nyambung dengan pertanyaan Tuhan. Harusnya ia menjawab dengan jujur bahwa ia lari untuk menyelamatkan diri dari kejaran Izebel. Namun ia menjawab dengan menumpahkan uneg-uneg batinnya: "Aku bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan...karena orang Israel meninggalkan perjanjianMu, meruntuhkan mezbah-mezbahMu dan membunuh nabi-nabiMu dengan pedang; hanya aku seorang diri yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku".
Perhatikan pertanyaan Tuhan dan jawaban nabi Elia! Nyambung, tidak?
Tidak nyambung!
Lain yang gatal, lain yang digaruk.
Lain yang diminta, lain yang diberikan.
Inilah gambaran orang yang sudah nyata-nyata salah, namun berusaha membenarkan diri dari rasa bersalahnya. Kecenderungan ini sudah ada sejak manusia yang pertama. Di tanya: apa yang sudah engkau lakukan. Dijawab dengan menunjuk dan mempersalahkan orang lain.

Coba kita sedikit berefleksi dengan bacaan kita.
Bagaimana cara Tuhan menjumpai Elia dalam keadaannya yang terpuruk dan yang tak berpengharapan. Tuhan mau menyadarkan Elia, bahwa ada "The Invesible Hand" yang tidak kau lihat, sebuah tangan yang tersembunyi yang menjaga nyawamu, yang memelihara hidupmu, yang menopang segala perjalananmu bahkan yang terus berkarya untuk memberi hasil dari segala jerih lelahmu. Itu yang mau dikatakan di sini. The Invisible Hand yang tidak mungkin engkau bisa temukan dalam hal-hal yang spektakuler seperti kekuatan angin besar dan yang kuat dengan membela gunung-gunung dan memecah bukit-bukit batu. Bisa jadi engkau tidak akan menemukanNya dalam gempa dan dalam api. Bisa jadi Tuhan engkau temukan dalam hal-hal yang biasa dan bahkan Tuhan engkau temukan dalam hal-hal yang mungkin sering engkau sepelekan. KekuatanNya dan kedigjayaanNya dinyatakan pula dalam angin sepoi-sepoi.

Apa yang hendak dikatakan dari firman Tuhan hari ini?
Tuhan bertanya: "apa kerjamu di sini?".
Pertanyaan ini hendak menyadarkan kita bahwa hidup kita selalu berhadapan dengan masalah. Tetapi menyelesaikan bukan dengan cara "Melarikan Diri dari Masalah", tetapi hadapi masalah dengan iman. Saya mau menegaskan hal ini kepada anda: jika anda beranggapan bahwa dengan melarikan diri dari masalah maka anda akan merasa aman, tetapi justru ini yang akan terjadi. Permasalahan akan bertambah panjang sejauh pelarian hidup anda dan pada akhirnya hidup anda binasa dalam penyesalan. Tetapi jika anda percaya (dan itulah iman) bahwa ada Tuhan dalam setiap persoalanmu, maka dengan itu, masalah akan tuntas; sebab Tuhan ada besertamu. Karena itu, mari kita ubah cara berpikir kita dan kita ubah sudut pandang kita.

Saudaraku...
Untuk hal ini, saya ingat sebuah ilustrasi tentang diskusi yang terjadi di antara angin badai, angin taufan dan angin puting beliung. Mereka ingin mendemonstrasikan kehebatan mereka dan melihat siapa yang terhebat dari ketiganya. Kebetulan ada monyet di sebuah pohon yang sedang beristirahat. Ketiga angin ini sefakat untuk mengadu kehebatan mereka untuk menjatuhkan monyet tersebut. Maka majulah angin badai. Seketika itu terdengar bunyi hembusan yang hebat yang membuat pohon-pohon dalam hutan itu bergoncang hebat. Merasa bahwa ada angin badai mengoncangkan tempat di mana ia berada, monyet itupun memeluk dahan pohon sekuat-kuatnya. Menyaksikan pemandangan itu, angin badai pun menyerah sebab begitu hebatnya ia mengoncang pohon itu, namun monyet itu tidak jatuh juga. Lalu majulah angin taufan. Ia pun melakukan sama seperti angin badai itu, namun sang monyet semakin mempererat pegangannya pada dahan pohon itu. Angin taufan pun menyerah, lalu angin puting beliung pun maju. Tetapi monyet tidak juga berhasil dijatuhkan.

Tidak lama, lewatlah angin sepoi-sepoi. Ia pun meminta diri untuk terlibat dalam kompetisi itu. Ketiga angin itu pun menertawakan angin sepoi-sepoi, karena mereka merasa bahwa begitu kuatnya mereka namun mereka tidak bisa menjatuhkan monyet itu, apa lagi angin sepoi-sopoi. Dalam pikiran ketiganya, hanya ada satu kata untuk menilai kedigjayaan angin sepoi-sepoi, yakni: "IMPOSSIBLE".

Merasa diremehkan, tidak menciutkan nyali angin sepoi-sepoi untuk membuktikan kemampuannya. Ia pun berhembus dengan pelannya...wuzzzzz.....wuzzzzzz....wuzzzzz. Merasa ada angin sejeuk menerpa wajahnya, si monyet merasa nyaman dan ia pun melepaskan pegangannya. Tak lama ia pun terlelap dan tanpa sadar, terjatuhlah dia dari pohon itu.

Apa yang mau saya katakan sekaitan dengan ilustrasi ini?
Kalau tidak bisa dengan cara keras, maka Tuhan juga akan menampilkan kuasaNya dengan cara yang lembut atau dengan cara yang halus. Batu yang begitu keras akan membuat tenaga anda habis dengan memukulnya pakai martil, tetapi hanya dengan meneteskan air sedikit demi sedikit tanpa henti (terus-menerus), sekeras apa pun batu itu, pada akhirnya berlubah bahkan pecah juga.

Nah...saudara-saudara yang kekasih.
Ini adalah cara kerja Tuhan untuk menyatakan kemahakuasaanNya. Jika kita memperhatikan rentetan bacaan kita, maka kepada Elia diperintahkan untuk mempersiapkan Elisa untuk menjadi penggantinya. Dan jika kita membaca kisah Elisa, maka akan nampak gambaran yang bertolak belakang dengan kisah nabi Elia. Kisah nabi Elisa lebih menonjolkan kelembutan hati. Contohnya saja dalam kisah panglima raja Aram yang bernama Naaman. Jika Elisa mengeraskan hatinya untuk tidak menolong Naaman, tentu tidak ada satu pun bangsa Israel yang akan mempersalahkan dan mempermasalahkan tindakannya. Logika manusia: "Buat apa menolong musuh. Buat apa menolong orang yang sudah menyakiti kita. Musuh tetap musuh, tidak patut untuk dijadikan kawan dan tidak pantas untuk ditolong". Tetapi Elisa menunjukkan kelembutan hatinya untuk menolong Namaan, dan dengan itu, dari mulut Naaman keluarlah pengakuan ini: "Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel (2 Raj. 5:15)".

Banyak hal yang dilakukan Elisa dengan hati.
Mengapa ia melakukan itu?
Saudara dapat membaca kelanjutan kisahnya: "Karena Elisa sebelum mengikuti Elia untuk mempersiapkan diri menjadi nabi Tuhan, Elisa telah memutuskan mata-rantai kehidupan masa lalunya. Ia mengambil pasangan lembu yang dipakai untuk membajak lalu menyembelihnya. Pun bajak itu dipotong-potong dan dibelah lalu dijadikan kayu bakar untuk memasak daging lembu yang disembelih itu, lalu ia membagi-bagikan kepada orang-orangnya, dan ia meninggalkan mereka. Elisa memutuskan semua mata-rantai hidup yang menjadi andalannya, dan sekarang ia mengikuti Tuhan dalam kepasrahan. Sekarang Elisa meletakkan seluruh harapannya hanya kepada Tuhan. Hatinya diserahkan kepada Tuhan; Elisa mempersilahkan Tuhan untuk memakai kehidupannya menurut rencana dan kehendakNya".

Saudara-saudara...
Untuk menyadarkan hati kita  dalam menghadapi banyak hal yang membuat kita dongkol, marah dan kesal; ketika kita melakukan sesuatu dengan harapan untuk mendapatkan hasil yang baik tetapi yang terjadi justru sebaliknya, sekarang ubah sudut pandang anda. Sebab di balik apa yang kita lakukan dan hasilnya tidak maksimal; mungkin ada sesuatu yang Tuhan masih inginkan untuk kita perbaiki; mungkin kita masih terlalu menonjolkan kekuatan kita, mungkin kita masih terlalu menonjolkan pertimbangan dan akal budi kita, lalu kita lupa diri bahwa ada Tuhan yang melebihi kekuatan dan akal budi kita namun Ia kita pinggirkan. Bisa jadi setiap pencapaian yang tidak maksimal adalah teguran dari Tuhan, agar kita lebih fokus lagi dalam karya dan pelayanan kita dengan lebih mengedepankan iman dan hati yang penuh kelembutan.

Mari kita ubah sudut pandang kita dengan berusaha untuk menenangkan batin di tengah berbagai gejolak dan badai kehidupan; sama seperti Simon Petrus ketika pandangannya tertuju kepada Tuhan, maka badai dan gelombang tidak menghentikan langkahnya untuk datang menjumpai Yesus. Ketika ia tahu bahwa yang ada itu adalah Tuhan, maka ia berusaha menenangkan hatinya di tengah kerasnya badai dan gelombang, sehingga yang tidak mungkin menjadi mungkin. Simon Petrus hanya menggeser sedikit saja posisi huruf yang menakutkan itu, dari IMPOSSIBLE menjadi I'M POSSIBLE: dari TIDAK BISA menjadi SAYA BISA. Tetapi ketika pandangannya tertuju pada masalah yang terjadi, maka permasalahan itu menarik ia ke bawah dan ia pun tenggelam.

Jadi sekali lagi saudara-saudara....
Pikiran kita terkadang terkungkung oleh persoalan "IMPOSSIBLE". Saya hanya meminta anda untuk menggeser sedikit saja dua huruf yang ada dalam kata itu, maka maknanya akan berbalik, dari "Tidak Bisa atau Tidak Mungkin" menjadi "Saya Pasti Bisa". Dan pergeseran itu hanya mungkin jika anda percaya bahwa ada THE INVISIBLE HAND; ada tangan Tuhan yang tersembunyi untuk membuat semua yang anda lakukan mencapai hasil yang maksimal. Sebab bagi Tuhan tak ada yang mustahil dan bagi yang percaya pun, tidak ada yang tidak mungkin.

Selamat hari minggu.
Tuhan Yesus memberkati.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love