Khotbah Ibadah Raya Jemaat
Minggu, 27 Agustus 2017
"Bersama Allah: Impossible menjadi I'm Possible".
Pelayanan Pdt. Joni Delima:
Jam 07.00 di Jemaat Tallo
Jam 17.00 di Jemaat Masale (Peneguhan Sidi sdr. Sumantri Tuluran)
Bacaan Alkitab :
(1). Yesaya 51 : 1 - 6 (Bahan Utama Khotbah).
(2). Roma 12 : 1 - 8.
(3). Matius 16 : 13 - 20.
Saudaraku yang terkasih di dalam Kristus Yesus.
Tema hari ini berdasarkan Buku Membangun Jemaat adalah: "Menjadi Bagian Dari Rencana Allah Yang Pasti".
Tetapi jika kita merujuk pada tiga bagian dari bacaan firman Tuhan hari ini, maka saya hendak memberi pokok perenungan: "Bersama Allah: Yang Impossible menjadi I'm Possible".
Saudaraku...
Mungkin sudah tidak asing lagi di pendengaran anda tentang perikop dari Injil Matius 16:13-20 yang berbicara tentang "Pengakuan Petrus: Tu es Christus, Filius Dei vivi (bhs. Latin) = Su ei o Kristos o Uios tou Theou tou Zontos (bhs. Yunani) = Thou art the Christ, the Son of the living God (bhs. Inggris) = Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup".
Bahkan sudah begitu banyak hamba-hamba Tuhan mengulas dalam khotbah dan pengajarannya. Tetapi saya mau mengajak anda untuk melihat dari sisi yang lain: "mengapa Tuhan Yesus membawa para muridNya ke Kaisarea Filipi cuma untuk satu hal, yakni meminta pengakuan mereka tentang siapa Dia sesungguhnya".
Jadi persoalannya ialah:
Ada maksud apa sehingga para murid ini harus di bawah ke tempat itu hanya dengan satu maksud, untuk mengetahui apa yang ada dalam hati mereka tentang siapa Yesus sesungguhnya?.
Mengapa bukan di Yerusalem saja atau di Kapernaum saja?.
Mengapa harus di Kaisarea Filipi?.
Saudara-saudaraku...
Kaisarea Filipi atau yang juga dikenal dengan nama Caisarea Paneas, adalah sebuah kota Romawi kuno yang terletak di daerah barat daya Gunung Hermon, dekat dengan suatu sumber mata air, Grotto yang menjadi hulu dari sungai Yordan. Tepatnya, daerah ini berada di Dataran Tinggi Golan.
Pada abad ke-3 sebelum kelahiran Yesus, raja Ptolomeus menaklukkan kota ini. Setelah Kaisar Agustus berkuasa, daerah ini dihadiahkan kepada Herodes Agung. Di kemudian hari, Herodes mendirikan sebuah kuil untuk menghormati Sang Kaisar. Anak Herodes yang bernama Herodes Filipus membangun dan memperindah dan mendesain kota ini dan diberi nama Kaisarea yang mana Filipus mendedikasikan kota ini untuk Kaisar Agustus, dan kemudian untuk membedakannya dengan kota Kaisarea yang ada di pesisir pantai laut Meditarania yang sering dikenal dengan nama Caisarea Maritima, maka ditambahkanlah nama Filipus di situ sehingga dikenal dengan nama Kaisarea Filipi.
Wilayah ini adalah daerah yang pantang bagi seorang Yahudi untuk menyebut nama Tuhan, sebab wilayah ini masuk dalam kategori wilayah KAFIR. Demikian pula sebaliknya, karena wilayah ini di bangun dan ditata atau didesain dalam kebudayaan Romawi-Hellenistis, maka haram hukumnya untuk menyebut nama lain atau menyembah allah lain selain allah yang disembah oleh penduduk yang bermukim di situ. Karena kota ini dibangun dan didedikasikan buat kaisar, maka hanya kaisar yang patut ditaati dan bahkan disembah. Dan karena hukum Romawi menyatakan bahwa hanya kaisarlah yang pantas disebut "KRISTUS" dan bangsa Romawi menganggap kaisar sebagai "Anak Dewa atau Anak Allah", maka siapa pun yang melanggar atau menentang hukum ini akan menerima konsekwensi yang begitu berat. Karena itu, seluruh penyembahan harus diarahkan kepada kaisar dan hal ini adalah wajib hukumnya. Itulah sebabnya kita memaklumi ancaman orang banyak kepada Pontius Pilatus ketika Yesus diadili: "Jika engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan kaisar (Yoh. 19:12)". Ya...tuduhan orang banyak kepada Tuhan Yesus yakni, "Yesus menyebut dirinya RAJA dan Yesus menyebut dirinya ANAK ALLAH". Tidakkah hal ini telah menjadi bukti yang sah bahwa Yesus telah menentang atau melanggar Hukum Romawi dan hal itu berarti ia telah menentang Sang Kaisar sehingga hukuman yang pantas baginya adalah "MATI".
Saudaraku...
Inilah konteks atau kondisi yang tidak nyaman bagi seseorang untuk menyatakan imannya. Saya hendak mengatakan demikian; Tuhan Yesus memilih konteks yang demikian sebab hanya dengan konteks seperti inilah kesungguhan beriman dapat dipertontonkan. Tuhan Yesus membawa para murid dari zona yang nyaman ke zona yang tidak nyaman untuk membuktikan kesungguhan iman mereka yang siap mempertaruhkan segalanya demi Tuhan Yesus, atau mereka hanya ikut-ikutan atau turut rame ketika orang berbondong-bondong mengikuti Yesus namun ketika tantangan tiba maka satu per satu mengambil langkah seribu meninggalkan Yesus.
Coba perhatikan dialog yang terjadi antara Tuhan Yesus dan murid-muridNya. Bukankah sangat jelas apa yang Tuhan Yesus inginkan dari para murid. Tuhan Yesus mengajak para muridNya untuk menganalisasi pandangan orang banyak tentang siapa diriNya. Tetapi tiba-tiba Tuhan Yesus mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak mereka sangka-sangka. Pertanyaan ini seperti guntur mengglegar di kala hari cerah: "Tetapi apa katamu, Siapakah AKU?". Tuhan Yesus sekarang meminta jawaban secara pribadi, bukan lagi "menurut kata orang". Tentu dalam konteks yang tidak nyaman, jawaban yang hendak mereka kemukakan mengandung konsekwensi. Saya sendiri dapat merasakan suasana tegang menyelimuti batin para murid akibat pertanyaan tersebut. Untuk beberapa menit, keadaan menjadi hening. Tak ada yang berani bersuara.
Mengapa?
Sekali lagi!
Jawaban mereka sangat berisiko ketika mereka menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias atau Kristus, dan sekaligus Yesus adalah Anak Allah. Tidakkah hal ini akan memposisikan mereka sebagai pelanggar hukum, terlebih karena mereka menyatakan hal itu di zona yang tidak boleh ada Mesias lain selain Sang Kaisar dan juga tidak boleh menyebut seseorang itu Anak Allah selain Sang Kaisar. Tidakkah kondisi ini sangat riskan bagi keselamatan para murid. Sudah pasti ada sanksi ketika mereka tidak mengikuti apa yang sudah berlaku.
Oleh karena itu saudaraku...
Seseorang tidak akan mampu menyatakan pengakuan imannya di tengah kondisi yang sangat beresiko jika ia tidak memiliki keyakinan yang begitu kuat bahwa kuasa Tuhan yang disembahnya itu lebih dahsyat dan perkasa dari pada ancaman yang ada di hadapannya. Itulah sebabnya ketika Simon bin Yunus berkata: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah Yang Hidup", maka Tuhan Yesus merespon ucapan Simon bin Yunus dengan kata-kata ini: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus, sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu yang di sorga".
Apa yang terjadi selanjutnya ketika pengakuan itu diucapkan oleh Simon bin Yunus?
Simon bin Yunus diberi kekuatan untuk menembus segala ketidak-mungkinan baginya untuk luput dari bahaya maut. Ia diberi kuasa untuk menerobos keadaan yang Impossible, sehingga karena pengakuan yang lahir dari iman, maka yang Impossible = mustahil atau tidak mungkin bisa, berubah menjadi I'm Possible = Ternyata saya bisa.
Pengakuan itu telah membuat Simon bin Yunus menjadi manusia baru; manusia yang kuat dan tegar, sekuat dan setegar "Batu Karang = Petrus". Dan Tuhan Yesus berkata: "et super hanc petram aedificabo Ecclesiam meam...Et quodcumque ligaveris super terram, erit ligatum et in caelis; et quodcumque solveris super terram, erit solutum et in caelis = dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya...Apa yang kau ikat di duia ini, akan terikat di sorga; apa yang kau buka di dunia ini, akan terbuka di sorga".
Saudaraku...
Jika kita memperhatikan kitab Yesaya 51, sebenarnya ini adalah pengulangan awal ucapan sang nabi yang tercatat dalam Yes. 40 yang merupakan bagian pembuka dari kitab Yesaya jilid II (Psl. 40 - Psl. 55). Umat yang kepadanya Sang Nabi menyampaikan firman Tuhan, sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk. Mereka berada dalam keadaan yang tidak nyaman, penuh ketakutan, kekuatiran dan kebimbangan. Umat merasa dirinya sedang berada dalam bayang-bayang kematian. Dan dalam kondisi seperti itu, mereka kehilangan harapan hidup. Gambaran keadaan umat dalam Yesaya 40 - 55 tampak jelas dalam Mazmur 42 - 43, ketika umat berkata: "mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh...lawanku mencela aku...di manakah Allahmu (Mzm. 42:10-11)...mengapa Engkau tidur ya Tuhan. Bangunlah! Janganlah membuang kami terus menerus. Mengapa Engkau menyembunyikan wajahMu dan melupakan penindasan dan impitan terhadap kami? (Mzm. 43:24-25)".
Ya...dalam pandangan bangsa-bangsa purba khususnya di Timur Tengah berlaku hukum: "ketika satu bangsa ditaklukkan oleh bangsa lain, maka Allah mereka pun turut ditaklukkan; ketika bangsa itu dapat dikalahkan, maka Allah mereka pun turut mengalami kekalahan". Jadi tak heran, ketika bangsa Israel ditaklukkan, bangsa yang menaklukkannya bahkan bangsa-bangsa lain yang ada di sekitar Israel pun bertanya dalam nada yang mengejek: "Di manakah Allahmu?".
Betapa sangat menyakitkan kondisi seperti ini. Dan mau tidak mau, keadaan ini turut mempengaruhi keyakinan bangsa Israel. Bangunan iman mereka mulai goyang ketika hati mereka bertanya: "di manakah Engkau, Tuhan? Jika benar Engkau adalah Tuhan yang Perkasa, mengapa kami harus menderita seperti ini?".
Saudaraku...
Adakah Tuhan membiarkan keadaan seperti itu?
Ternyata tidak!
Karena itu, di tengah keadaan umat yang sudah kehilangan asa; terdengar berita penghiburan bahwa Tuhan akan menyatakan kelepasan dan pembebasan bagi bangsa Israel. Dan cara Tuhan menyatakan kelepasan dan pembebasan bagi bangsa itu tak dapat dijangkau oleh akal budi manusia. Sang Nabi mengulang cara kerja Tuhan yang menembus segala kemustahilan dengan mengajak bangsa Israel kembali memandang kepada Abraham dan Sara. Abraham digambarkan sebagai "Gunung Batu" yang dari padanya, bangsa Israel terpahat. Dan Sara yang mandul itu digambarkan sebagai lubang tambang yang dalam, dari dari lubang inilah bangsa Israel tergali dan terangkat ke permukaan. Benar bahwa Abraham dan Sara telah melewati masa subur, dan fakta bahwa mereka tidak mendapatkan keturunan dalam masa-masa kesuburannya. Jadi adalah sebuah kemustahilan bagi Abraham dan Sara untuk mendapatkan keturunan, bukan?
Namun realitanya tidak demikian.
Bagi Allah, tidak ada hal yang mustahil; sedangkan bagi Abraham yang sangat percaya akan janji Allah itu, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin baginya.
Roma 4:18-21 mencatat demikian: "sebab sekali pun tidak dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: demikian banyaknya nanti keturunanmu. Imannya tidak menjadi lemah, walau pun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan".
Jadi ketika bangsa itu kembali diajak mengingat atau memandang kepada kisah nenek moyang mereka (Abraham), maka serempak dengan itu, iman mereka kembali terpacu sehingga mereka mampu memandang segala kemustahilan dengan mata iman lalu berkata: "Tuhan itu dahsyat, sehingga berjalan bersama dengan Tuhan, tidak ada yang tidak mungkin; segala kemustahilan itu menjadi mungkin bagi yang percaya".
Belajar dari kenyataan ini, maka sebagai anak-anak Tuhan; kita pun harus memiliki iman yang tangguh, iman yang kuat dan iman yang dahsyat; sekali pun kita harus diperhadapkan dengan berbagai tantangan dan kesulitan bahkan kemustahilan dalam menjalani kehidupan. Kita harus percaya dengan siapa kita berjalan dan bersama siapa kita melangkah. Tidakkah kita berjalan bersama dengan Tuhan, dan tidakkah kita sedang melangkah bersama dengan Yesus yang telah menang atas kuasa maut? Mari kita membangun iman yang dahsyat seperti Abraham, bahwa Tuhan tidak akan pernah lupa akan janjiNya.
Saudaraku...
Bacaan kita dari Roma 12:1-8 adalah impliukasi moral dar sikap iman kita.
Apa yang harus kita lakukan atau apa yang harus kita perbuat jikalau Tuhan sudah sedemikian rupa mengasihi kita dan telah menyatakan dan memberikan keselamatan kepada kita?
Tidak ada hal lain yang diminta Tuhan, dan itulah yang menjadi pokok penekanan Rasul Paulus, yaitu: "Demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati". Persembahan tubuh mengandung makna: "menaklukkan diri di bawah otoritas Tuhan atau menyerahkan seluruh kehidupan untuk diatur dan ditata menurut yang Tuhan mau".
Saudaraku...
Banyak hal dalam kehidupan kita, yang terkadang membuat kita berputus-asa; kita kehilangan gairah hidup karena tekanan dan berbagai-bagai pergumulan. Banyak di antara anak-anak Tuhan begitu mudah menyerah dengan keadaan sehingga tak mampu memandang bahwa di balik setiap masalah itu; kuasa Tuhan yang lebih besar dan dahsyat sedang bekerja untuk menghadirkan damai sejahteraNya bagi yang tetap berharap. Saya sering mengatakan bahwa tidak semua hal dalam dunia ini mampu dihadapi dan diatasi dengan mengandalkan hikmat dan akal budi manusia; tetapi tidak ada satu pun masalah dalam kehidupan ini yang tidak bisa diatasi dengan iman. Akal budi manusia terbatas sifatnya, namun iman menembus keterbatasan itu sehingga hal-hal yang tidak mungkin menurut akal budi, tetapi menurut iman menjadi mungkin.
Jadi firman Tuhan hari ini kembali mau menyemangati kita bahwa Tuhan itu ada dan kuasaNya terus berkerja untuk kebaikan anak-anakNya. Allah kita itu adalah IMANUEL dan juga EL-SHADDAI. Tuhan itu ada beserta kita dan kuasaNya melampaui segala keterbatasan kita. Tuhan itu Akbar...ya, Tuhan itu kuasaNya lebih besar dari masalah anda dan saya. Tuhan hanya meminta satu hal dari pada kita, yaitu: "Dengarkan dan lakukanlah perintahNya; maka yang Impossible akan membuat anda berkata: I'm Possible".
Ingat:
Banyak hal dalam hidup ini yang mustahil kita hadapi dan selesaikan dengan kekuatan dan akal budi kita, tetapi jika kita berjalan atau melangkah bersama Tuhan semuanya akan menjadi mungkin, sebab bagi Tuhan tak ada yang mustahil dan bagi yang percaya tak ada yang tak mungkin.
Selamat menjalani hidupmu.
Tuhan memberkati anda.
Minggu, 27 Agustus 2017
"Bersama Allah: Impossible menjadi I'm Possible".
Pelayanan Pdt. Joni Delima:
Jam 07.00 di Jemaat Tallo
Jam 17.00 di Jemaat Masale (Peneguhan Sidi sdr. Sumantri Tuluran)
Bacaan Alkitab :
(1). Yesaya 51 : 1 - 6 (Bahan Utama Khotbah).
(2). Roma 12 : 1 - 8.
(3). Matius 16 : 13 - 20.
Saudaraku yang terkasih di dalam Kristus Yesus.
Tema hari ini berdasarkan Buku Membangun Jemaat adalah: "Menjadi Bagian Dari Rencana Allah Yang Pasti".
Tetapi jika kita merujuk pada tiga bagian dari bacaan firman Tuhan hari ini, maka saya hendak memberi pokok perenungan: "Bersama Allah: Yang Impossible menjadi I'm Possible".
Saudaraku...
Mungkin sudah tidak asing lagi di pendengaran anda tentang perikop dari Injil Matius 16:13-20 yang berbicara tentang "Pengakuan Petrus: Tu es Christus, Filius Dei vivi (bhs. Latin) = Su ei o Kristos o Uios tou Theou tou Zontos (bhs. Yunani) = Thou art the Christ, the Son of the living God (bhs. Inggris) = Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup".
Bahkan sudah begitu banyak hamba-hamba Tuhan mengulas dalam khotbah dan pengajarannya. Tetapi saya mau mengajak anda untuk melihat dari sisi yang lain: "mengapa Tuhan Yesus membawa para muridNya ke Kaisarea Filipi cuma untuk satu hal, yakni meminta pengakuan mereka tentang siapa Dia sesungguhnya".
Jadi persoalannya ialah:
Ada maksud apa sehingga para murid ini harus di bawah ke tempat itu hanya dengan satu maksud, untuk mengetahui apa yang ada dalam hati mereka tentang siapa Yesus sesungguhnya?.
Mengapa bukan di Yerusalem saja atau di Kapernaum saja?.
Mengapa harus di Kaisarea Filipi?.
Saudara-saudaraku...
Kaisarea Filipi atau yang juga dikenal dengan nama Caisarea Paneas, adalah sebuah kota Romawi kuno yang terletak di daerah barat daya Gunung Hermon, dekat dengan suatu sumber mata air, Grotto yang menjadi hulu dari sungai Yordan. Tepatnya, daerah ini berada di Dataran Tinggi Golan.
Pada abad ke-3 sebelum kelahiran Yesus, raja Ptolomeus menaklukkan kota ini. Setelah Kaisar Agustus berkuasa, daerah ini dihadiahkan kepada Herodes Agung. Di kemudian hari, Herodes mendirikan sebuah kuil untuk menghormati Sang Kaisar. Anak Herodes yang bernama Herodes Filipus membangun dan memperindah dan mendesain kota ini dan diberi nama Kaisarea yang mana Filipus mendedikasikan kota ini untuk Kaisar Agustus, dan kemudian untuk membedakannya dengan kota Kaisarea yang ada di pesisir pantai laut Meditarania yang sering dikenal dengan nama Caisarea Maritima, maka ditambahkanlah nama Filipus di situ sehingga dikenal dengan nama Kaisarea Filipi.
Wilayah ini adalah daerah yang pantang bagi seorang Yahudi untuk menyebut nama Tuhan, sebab wilayah ini masuk dalam kategori wilayah KAFIR. Demikian pula sebaliknya, karena wilayah ini di bangun dan ditata atau didesain dalam kebudayaan Romawi-Hellenistis, maka haram hukumnya untuk menyebut nama lain atau menyembah allah lain selain allah yang disembah oleh penduduk yang bermukim di situ. Karena kota ini dibangun dan didedikasikan buat kaisar, maka hanya kaisar yang patut ditaati dan bahkan disembah. Dan karena hukum Romawi menyatakan bahwa hanya kaisarlah yang pantas disebut "KRISTUS" dan bangsa Romawi menganggap kaisar sebagai "Anak Dewa atau Anak Allah", maka siapa pun yang melanggar atau menentang hukum ini akan menerima konsekwensi yang begitu berat. Karena itu, seluruh penyembahan harus diarahkan kepada kaisar dan hal ini adalah wajib hukumnya. Itulah sebabnya kita memaklumi ancaman orang banyak kepada Pontius Pilatus ketika Yesus diadili: "Jika engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan kaisar (Yoh. 19:12)". Ya...tuduhan orang banyak kepada Tuhan Yesus yakni, "Yesus menyebut dirinya RAJA dan Yesus menyebut dirinya ANAK ALLAH". Tidakkah hal ini telah menjadi bukti yang sah bahwa Yesus telah menentang atau melanggar Hukum Romawi dan hal itu berarti ia telah menentang Sang Kaisar sehingga hukuman yang pantas baginya adalah "MATI".
Saudaraku...
Inilah konteks atau kondisi yang tidak nyaman bagi seseorang untuk menyatakan imannya. Saya hendak mengatakan demikian; Tuhan Yesus memilih konteks yang demikian sebab hanya dengan konteks seperti inilah kesungguhan beriman dapat dipertontonkan. Tuhan Yesus membawa para murid dari zona yang nyaman ke zona yang tidak nyaman untuk membuktikan kesungguhan iman mereka yang siap mempertaruhkan segalanya demi Tuhan Yesus, atau mereka hanya ikut-ikutan atau turut rame ketika orang berbondong-bondong mengikuti Yesus namun ketika tantangan tiba maka satu per satu mengambil langkah seribu meninggalkan Yesus.
Coba perhatikan dialog yang terjadi antara Tuhan Yesus dan murid-muridNya. Bukankah sangat jelas apa yang Tuhan Yesus inginkan dari para murid. Tuhan Yesus mengajak para muridNya untuk menganalisasi pandangan orang banyak tentang siapa diriNya. Tetapi tiba-tiba Tuhan Yesus mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak mereka sangka-sangka. Pertanyaan ini seperti guntur mengglegar di kala hari cerah: "Tetapi apa katamu, Siapakah AKU?". Tuhan Yesus sekarang meminta jawaban secara pribadi, bukan lagi "menurut kata orang". Tentu dalam konteks yang tidak nyaman, jawaban yang hendak mereka kemukakan mengandung konsekwensi. Saya sendiri dapat merasakan suasana tegang menyelimuti batin para murid akibat pertanyaan tersebut. Untuk beberapa menit, keadaan menjadi hening. Tak ada yang berani bersuara.
Mengapa?
Sekali lagi!
Jawaban mereka sangat berisiko ketika mereka menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias atau Kristus, dan sekaligus Yesus adalah Anak Allah. Tidakkah hal ini akan memposisikan mereka sebagai pelanggar hukum, terlebih karena mereka menyatakan hal itu di zona yang tidak boleh ada Mesias lain selain Sang Kaisar dan juga tidak boleh menyebut seseorang itu Anak Allah selain Sang Kaisar. Tidakkah kondisi ini sangat riskan bagi keselamatan para murid. Sudah pasti ada sanksi ketika mereka tidak mengikuti apa yang sudah berlaku.
Oleh karena itu saudaraku...
Seseorang tidak akan mampu menyatakan pengakuan imannya di tengah kondisi yang sangat beresiko jika ia tidak memiliki keyakinan yang begitu kuat bahwa kuasa Tuhan yang disembahnya itu lebih dahsyat dan perkasa dari pada ancaman yang ada di hadapannya. Itulah sebabnya ketika Simon bin Yunus berkata: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah Yang Hidup", maka Tuhan Yesus merespon ucapan Simon bin Yunus dengan kata-kata ini: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus, sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu yang di sorga".
Apa yang terjadi selanjutnya ketika pengakuan itu diucapkan oleh Simon bin Yunus?
Simon bin Yunus diberi kekuatan untuk menembus segala ketidak-mungkinan baginya untuk luput dari bahaya maut. Ia diberi kuasa untuk menerobos keadaan yang Impossible, sehingga karena pengakuan yang lahir dari iman, maka yang Impossible = mustahil atau tidak mungkin bisa, berubah menjadi I'm Possible = Ternyata saya bisa.
Pengakuan itu telah membuat Simon bin Yunus menjadi manusia baru; manusia yang kuat dan tegar, sekuat dan setegar "Batu Karang = Petrus". Dan Tuhan Yesus berkata: "et super hanc petram aedificabo Ecclesiam meam...Et quodcumque ligaveris super terram, erit ligatum et in caelis; et quodcumque solveris super terram, erit solutum et in caelis = dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya...Apa yang kau ikat di duia ini, akan terikat di sorga; apa yang kau buka di dunia ini, akan terbuka di sorga".
Saudaraku...
Jika kita memperhatikan kitab Yesaya 51, sebenarnya ini adalah pengulangan awal ucapan sang nabi yang tercatat dalam Yes. 40 yang merupakan bagian pembuka dari kitab Yesaya jilid II (Psl. 40 - Psl. 55). Umat yang kepadanya Sang Nabi menyampaikan firman Tuhan, sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk. Mereka berada dalam keadaan yang tidak nyaman, penuh ketakutan, kekuatiran dan kebimbangan. Umat merasa dirinya sedang berada dalam bayang-bayang kematian. Dan dalam kondisi seperti itu, mereka kehilangan harapan hidup. Gambaran keadaan umat dalam Yesaya 40 - 55 tampak jelas dalam Mazmur 42 - 43, ketika umat berkata: "mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh...lawanku mencela aku...di manakah Allahmu (Mzm. 42:10-11)...mengapa Engkau tidur ya Tuhan. Bangunlah! Janganlah membuang kami terus menerus. Mengapa Engkau menyembunyikan wajahMu dan melupakan penindasan dan impitan terhadap kami? (Mzm. 43:24-25)".
Ya...dalam pandangan bangsa-bangsa purba khususnya di Timur Tengah berlaku hukum: "ketika satu bangsa ditaklukkan oleh bangsa lain, maka Allah mereka pun turut ditaklukkan; ketika bangsa itu dapat dikalahkan, maka Allah mereka pun turut mengalami kekalahan". Jadi tak heran, ketika bangsa Israel ditaklukkan, bangsa yang menaklukkannya bahkan bangsa-bangsa lain yang ada di sekitar Israel pun bertanya dalam nada yang mengejek: "Di manakah Allahmu?".
Betapa sangat menyakitkan kondisi seperti ini. Dan mau tidak mau, keadaan ini turut mempengaruhi keyakinan bangsa Israel. Bangunan iman mereka mulai goyang ketika hati mereka bertanya: "di manakah Engkau, Tuhan? Jika benar Engkau adalah Tuhan yang Perkasa, mengapa kami harus menderita seperti ini?".
Saudaraku...
Adakah Tuhan membiarkan keadaan seperti itu?
Ternyata tidak!
Karena itu, di tengah keadaan umat yang sudah kehilangan asa; terdengar berita penghiburan bahwa Tuhan akan menyatakan kelepasan dan pembebasan bagi bangsa Israel. Dan cara Tuhan menyatakan kelepasan dan pembebasan bagi bangsa itu tak dapat dijangkau oleh akal budi manusia. Sang Nabi mengulang cara kerja Tuhan yang menembus segala kemustahilan dengan mengajak bangsa Israel kembali memandang kepada Abraham dan Sara. Abraham digambarkan sebagai "Gunung Batu" yang dari padanya, bangsa Israel terpahat. Dan Sara yang mandul itu digambarkan sebagai lubang tambang yang dalam, dari dari lubang inilah bangsa Israel tergali dan terangkat ke permukaan. Benar bahwa Abraham dan Sara telah melewati masa subur, dan fakta bahwa mereka tidak mendapatkan keturunan dalam masa-masa kesuburannya. Jadi adalah sebuah kemustahilan bagi Abraham dan Sara untuk mendapatkan keturunan, bukan?
Namun realitanya tidak demikian.
Bagi Allah, tidak ada hal yang mustahil; sedangkan bagi Abraham yang sangat percaya akan janji Allah itu, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin baginya.
Roma 4:18-21 mencatat demikian: "sebab sekali pun tidak dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: demikian banyaknya nanti keturunanmu. Imannya tidak menjadi lemah, walau pun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan".
Jadi ketika bangsa itu kembali diajak mengingat atau memandang kepada kisah nenek moyang mereka (Abraham), maka serempak dengan itu, iman mereka kembali terpacu sehingga mereka mampu memandang segala kemustahilan dengan mata iman lalu berkata: "Tuhan itu dahsyat, sehingga berjalan bersama dengan Tuhan, tidak ada yang tidak mungkin; segala kemustahilan itu menjadi mungkin bagi yang percaya".
Belajar dari kenyataan ini, maka sebagai anak-anak Tuhan; kita pun harus memiliki iman yang tangguh, iman yang kuat dan iman yang dahsyat; sekali pun kita harus diperhadapkan dengan berbagai tantangan dan kesulitan bahkan kemustahilan dalam menjalani kehidupan. Kita harus percaya dengan siapa kita berjalan dan bersama siapa kita melangkah. Tidakkah kita berjalan bersama dengan Tuhan, dan tidakkah kita sedang melangkah bersama dengan Yesus yang telah menang atas kuasa maut? Mari kita membangun iman yang dahsyat seperti Abraham, bahwa Tuhan tidak akan pernah lupa akan janjiNya.
Saudaraku...
Bacaan kita dari Roma 12:1-8 adalah impliukasi moral dar sikap iman kita.
Apa yang harus kita lakukan atau apa yang harus kita perbuat jikalau Tuhan sudah sedemikian rupa mengasihi kita dan telah menyatakan dan memberikan keselamatan kepada kita?
Tidak ada hal lain yang diminta Tuhan, dan itulah yang menjadi pokok penekanan Rasul Paulus, yaitu: "Demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati". Persembahan tubuh mengandung makna: "menaklukkan diri di bawah otoritas Tuhan atau menyerahkan seluruh kehidupan untuk diatur dan ditata menurut yang Tuhan mau".
Saudaraku...
Banyak hal dalam kehidupan kita, yang terkadang membuat kita berputus-asa; kita kehilangan gairah hidup karena tekanan dan berbagai-bagai pergumulan. Banyak di antara anak-anak Tuhan begitu mudah menyerah dengan keadaan sehingga tak mampu memandang bahwa di balik setiap masalah itu; kuasa Tuhan yang lebih besar dan dahsyat sedang bekerja untuk menghadirkan damai sejahteraNya bagi yang tetap berharap. Saya sering mengatakan bahwa tidak semua hal dalam dunia ini mampu dihadapi dan diatasi dengan mengandalkan hikmat dan akal budi manusia; tetapi tidak ada satu pun masalah dalam kehidupan ini yang tidak bisa diatasi dengan iman. Akal budi manusia terbatas sifatnya, namun iman menembus keterbatasan itu sehingga hal-hal yang tidak mungkin menurut akal budi, tetapi menurut iman menjadi mungkin.
Jadi firman Tuhan hari ini kembali mau menyemangati kita bahwa Tuhan itu ada dan kuasaNya terus berkerja untuk kebaikan anak-anakNya. Allah kita itu adalah IMANUEL dan juga EL-SHADDAI. Tuhan itu ada beserta kita dan kuasaNya melampaui segala keterbatasan kita. Tuhan itu Akbar...ya, Tuhan itu kuasaNya lebih besar dari masalah anda dan saya. Tuhan hanya meminta satu hal dari pada kita, yaitu: "Dengarkan dan lakukanlah perintahNya; maka yang Impossible akan membuat anda berkata: I'm Possible".
Ingat:
Banyak hal dalam hidup ini yang mustahil kita hadapi dan selesaikan dengan kekuatan dan akal budi kita, tetapi jika kita berjalan atau melangkah bersama Tuhan semuanya akan menjadi mungkin, sebab bagi Tuhan tak ada yang mustahil dan bagi yang percaya tak ada yang tak mungkin.
Selamat menjalani hidupmu.
Tuhan memberkati anda.
No comments:
Post a Comment