Sebuah Renungan Untuk Ibadah Natal Di Tiap Keluarga.
Untuk Hari Minggu, 24 Desember 2017.
Khusus Untuk Kalangan Warga Jemaat,
Gereja Toraja Jemaat Masale.
Bacaan : Lukas 1:26-38.
"Kata Maria: Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk. 1:38)".
Malam ini, kita berkumpul sebagai satu keluarga untuk merayakan sebuah peristiwa yang sangat agung, yakni Natal Yesus Kristus, Tuhan kita. Sebuah peristiwa di mana Allah mau berdamai dengan kita sebagai bukti dari kasihNya. Yohanes 3:16 menyatakan: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya Yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal". Jika sedemikian Allah mengasihi kita dan mau berdamai dengan kita yang berdosa ini, maka kita pun harus saling mengasihi satu dengan yang lain dan selalu terbuka untuk memberi maaf jika yang satu menyakiti yang lainnya. Ya...kita harus berdamai satu sama lain supaya damai Natal menguasai kehidupan kita dan keluarga kita akan terus diberkati Tuhan.
Untuk tahun ini, kita mau memaknai Natal sebagai sebuah peristiwa yang menuntut ketaatan dari semua kita yang percaya kepadaNya. Sebab jujur kita harus akui bahwa persoalan "KETAATAN" itu adalah perkara yang sangat mudah untuk diucapkan, tetapi sangat sulit untuk dilakukan atau dipraktekkan.
Mengapa?.
Karena "KETAATAN" menuntut "Penyerahan dan Penyangkalan diri".
Seseorang bisa saja taat jika kondisi yang dihadapi itu aman atau menyenangkan hatinya, tetapi jika kondisi atau keadaan itu tidak memberi rasa aman atau menyenangkan, maka sangat sulit untuk menyatakan sikap taatnya. Contoh kecil saja: jika ayah menyuruh si anak untuk membeli sebotol air mineral dengan memberikan uang sebanyak Rp. 100.000 lalu ayah mengatakan bahwa uang kembaliannya itu sebagai upah dari kesediaannya untuk pergi; maka tentu dengan gerak cepat si anak akan melakukannya. Tetapi jika sang ayah menyuruh si anak tanpa memberi uang, lalu meminta agar si anak memakai uang sakunya untuk membeli air mineral buat sang ayah; maka tentu akan berat hati si anak untuk melakukannya.
Firman Tuhan di hari Natal ini mau mengajak kita semua untuk belajar dari Maria tentang arti sebuah "KETAATAN". Coba bayangkan; pada zaman kelahiran Tuhan Yesus, seorang perempuan yang hamil di luar ikatan pernikahan dianggap sebagai aib sebuah keluarga dan masyarakat dan hukuman bagi perempuan yang demikian adalah "dirajam dengan batu sampai mati". Karena itu, tidaklah kita heran jika Maria terkejut begitu mendengar berita dari Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung seorang anak laki-laki, padahal dia sendiri belum menikah. Hubungannya dengan Yusuf baru sebatas pertunangan.
Kita bisa bayangkan, betapa sulitnya kondisi yang dihadapi Maria saat itu. Jika benar ia mengandung, maka ia harus siap menghadapi hinaan bahkan hukuman mati. Tetapi ketika Maria tahu bahwa apa yang akan terjadi pada dirinya itu adalah kehendak Allah, maka ia taat menerimanya. Dengan iman dan kerendahan hati, ia berkata: "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu". Ketaatan Maria ini adalah bukti dari kesetiaan yang lahir dari iman yang mengagumkan. Sebuah kesetiaan dari seorang hamba yang selalu siap melakukan apa yang dikehendaki oleh sang tuannya, dan hal itu hanya mungkin jika sang hamba adalah hamba yang baik.
Satu hal yang membuat kita gagal dalam hidup ini adalah karena kita lebih memilih untuk mengikuti kata hati atau pertimbangan akal budi kita dibandingkan menaati apa yang Tuhan kehendaki. Memang, hidup dalam ketaatan kepada perintah Allah bukanlah perkara yang mudah. Kita harus menaklukkan seluruh kehendak dan keinginan kita di bawah otoritas Tuhan. Kita harus siap berkata: "Bukan kehendakku yang jadi, tetapi kehendakMulah yang jadi".
Anugerah Natal bagaimana pun juga, tidak terlepas dari ketaatan Maria dalam melakukan kehendak Tuhan dengan tidak lagi memikirkan kesenangannya. Karena itu, mari kita sambut Natal ini dengan memperbaharui sikap kita.
Selaku ayah; taat dalam menunaikan tanggung jawab sebagai imam dalam keluarga, menafkahi keluarga dan memberi pengayoman bagi seisi rumah tangga.
Selaku ibu; taat dalam menata-kelolah kehidupan keluarga, menciptakan suasana penuh cinta-kasih dalam rumah tangga dan bersama dengan ayah senantiasa menuntun anak-anak untuk takut akan Tuhan.
Selaku anak-anak; taat dalam mengikuti perintah orangtua, rajin membantu ayah-ibu, hidup dengan penuh kerendahan hati dan kelemah-lembutan, rajin belajar, rajin bekerja dan juga rajin beribadah.
Jika kita semua dapat memaknai Natal dengan cara yang demikian, maka barulah Natal itu sungguh-sungguh kita rayakan sebagaimana yang Tuhan kehendaki.
Selamat merayakan Natal.
Selamat untuk tetap hidup dalam ketaatan.
Tuhan memberkati kita semua.
(Catatan: Renungan ini perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing keluarga. Semoga Natal tahun ini membawa damai di hati kita semua. Salam hangat: Pdt. Joni Delima)
Untuk Hari Minggu, 24 Desember 2017.
Khusus Untuk Kalangan Warga Jemaat,
Gereja Toraja Jemaat Masale.
Bacaan : Lukas 1:26-38.
"Kata Maria: Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk. 1:38)".
Malam ini, kita berkumpul sebagai satu keluarga untuk merayakan sebuah peristiwa yang sangat agung, yakni Natal Yesus Kristus, Tuhan kita. Sebuah peristiwa di mana Allah mau berdamai dengan kita sebagai bukti dari kasihNya. Yohanes 3:16 menyatakan: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya Yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal". Jika sedemikian Allah mengasihi kita dan mau berdamai dengan kita yang berdosa ini, maka kita pun harus saling mengasihi satu dengan yang lain dan selalu terbuka untuk memberi maaf jika yang satu menyakiti yang lainnya. Ya...kita harus berdamai satu sama lain supaya damai Natal menguasai kehidupan kita dan keluarga kita akan terus diberkati Tuhan.
Untuk tahun ini, kita mau memaknai Natal sebagai sebuah peristiwa yang menuntut ketaatan dari semua kita yang percaya kepadaNya. Sebab jujur kita harus akui bahwa persoalan "KETAATAN" itu adalah perkara yang sangat mudah untuk diucapkan, tetapi sangat sulit untuk dilakukan atau dipraktekkan.
Mengapa?.
Karena "KETAATAN" menuntut "Penyerahan dan Penyangkalan diri".
Seseorang bisa saja taat jika kondisi yang dihadapi itu aman atau menyenangkan hatinya, tetapi jika kondisi atau keadaan itu tidak memberi rasa aman atau menyenangkan, maka sangat sulit untuk menyatakan sikap taatnya. Contoh kecil saja: jika ayah menyuruh si anak untuk membeli sebotol air mineral dengan memberikan uang sebanyak Rp. 100.000 lalu ayah mengatakan bahwa uang kembaliannya itu sebagai upah dari kesediaannya untuk pergi; maka tentu dengan gerak cepat si anak akan melakukannya. Tetapi jika sang ayah menyuruh si anak tanpa memberi uang, lalu meminta agar si anak memakai uang sakunya untuk membeli air mineral buat sang ayah; maka tentu akan berat hati si anak untuk melakukannya.
Firman Tuhan di hari Natal ini mau mengajak kita semua untuk belajar dari Maria tentang arti sebuah "KETAATAN". Coba bayangkan; pada zaman kelahiran Tuhan Yesus, seorang perempuan yang hamil di luar ikatan pernikahan dianggap sebagai aib sebuah keluarga dan masyarakat dan hukuman bagi perempuan yang demikian adalah "dirajam dengan batu sampai mati". Karena itu, tidaklah kita heran jika Maria terkejut begitu mendengar berita dari Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung seorang anak laki-laki, padahal dia sendiri belum menikah. Hubungannya dengan Yusuf baru sebatas pertunangan.
Kita bisa bayangkan, betapa sulitnya kondisi yang dihadapi Maria saat itu. Jika benar ia mengandung, maka ia harus siap menghadapi hinaan bahkan hukuman mati. Tetapi ketika Maria tahu bahwa apa yang akan terjadi pada dirinya itu adalah kehendak Allah, maka ia taat menerimanya. Dengan iman dan kerendahan hati, ia berkata: "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu". Ketaatan Maria ini adalah bukti dari kesetiaan yang lahir dari iman yang mengagumkan. Sebuah kesetiaan dari seorang hamba yang selalu siap melakukan apa yang dikehendaki oleh sang tuannya, dan hal itu hanya mungkin jika sang hamba adalah hamba yang baik.
Satu hal yang membuat kita gagal dalam hidup ini adalah karena kita lebih memilih untuk mengikuti kata hati atau pertimbangan akal budi kita dibandingkan menaati apa yang Tuhan kehendaki. Memang, hidup dalam ketaatan kepada perintah Allah bukanlah perkara yang mudah. Kita harus menaklukkan seluruh kehendak dan keinginan kita di bawah otoritas Tuhan. Kita harus siap berkata: "Bukan kehendakku yang jadi, tetapi kehendakMulah yang jadi".
Anugerah Natal bagaimana pun juga, tidak terlepas dari ketaatan Maria dalam melakukan kehendak Tuhan dengan tidak lagi memikirkan kesenangannya. Karena itu, mari kita sambut Natal ini dengan memperbaharui sikap kita.
Selaku ayah; taat dalam menunaikan tanggung jawab sebagai imam dalam keluarga, menafkahi keluarga dan memberi pengayoman bagi seisi rumah tangga.
Selaku ibu; taat dalam menata-kelolah kehidupan keluarga, menciptakan suasana penuh cinta-kasih dalam rumah tangga dan bersama dengan ayah senantiasa menuntun anak-anak untuk takut akan Tuhan.
Selaku anak-anak; taat dalam mengikuti perintah orangtua, rajin membantu ayah-ibu, hidup dengan penuh kerendahan hati dan kelemah-lembutan, rajin belajar, rajin bekerja dan juga rajin beribadah.
Jika kita semua dapat memaknai Natal dengan cara yang demikian, maka barulah Natal itu sungguh-sungguh kita rayakan sebagaimana yang Tuhan kehendaki.
Selamat merayakan Natal.
Selamat untuk tetap hidup dalam ketaatan.
Tuhan memberkati kita semua.
(Catatan: Renungan ini perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing keluarga. Semoga Natal tahun ini membawa damai di hati kita semua. Salam hangat: Pdt. Joni Delima)
No comments:
Post a Comment