Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-15 tanggal 15 Januari 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan : Efesus 5:1-21.
"Sebab itu, jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah...karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah kamu mengerti kehendak Allah (Ef. 5:1-2, 15-17)".
Shalom bagimu.
Semoga hari ini kehidupan anda diliputi semangat dan sukacita, serta tetap diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Untuk merefleksikan firman Tuhan hari ini, maka saya sangat terinspirasi dengan sebuah kisah dari kakak beradik yang hidup di sebuah dusun kecil dekat Nuremberg, Jerman pada abad ke-15. Keduanya sangat menggemari lukisan sehingga terobsesi untuk menjadi pelukis ulung di kemudian hari. Yang kakak bernama Albert Durer dan si adik bernama Albrecht Durer. Untuk mewujudkan obsesi mereka, maka salah seorang dari mereka harus bekerja mencari uang demi membiayai yang satunya untuk belajar mengasah bakat di sekolah/akademi seni yang terkenal di kota Nuremberg. Nanti setelah yang satu selesai, maka ia pun harus bekerja untuk mewujudkan cita-cita saudaranya juga. Dan untuk hal ini maka si kakak, yaitu Albert, rela untuk bekerja demi adiknya. Albert berkata kepada Albrecht: "Kau dapat mengejar impianmu! Kau akan menjadi seorang pelukis ulung".
Albert bekerja di sebuat pertambangan sebagai buruh kasar, yang setiap hari harus memegang martil dan betel untuk memecahkan batu cadas. Pekerjaan ini tentunya sangat berbahaya bagi seorang yang mempunyai impian jadi pelukis. Tetapi demi saudaranya, ia menjalani pekerjaan itu selama 4 tahun.
Ketika Albrecht Durer kembali ke desanya, keluarga Durer mengadakan pesta makan malam untuk penyambutan. Di tengah keceriaan pesta itu, Albrecht Durer berdiri dan mengajak semua untuk bersulang sebagai tanda terima kasihnya kepada Albert, sang kakak, atas pengorbanan yang telah membuat Albrecth dapat mewujudkan mimpinya. Dan Albrecth pun mendekati kakaknya dan berkata: "Dan sekarang, Albert, kakakku yang tercinta, sekarang adalah giliranmu. Sekarang engkau harus pergi ke Nuremberg untuk mengejar dan meraih mimpimu. Kini tiba giliranku untuk bekerja demi mewujudkan cita-citamu".
Kini semua mata tertuju ke kursi di mana Albert duduk. Albert tidak mampu untuk memandangi wajah Albrecht. Ia tertunduk, menggeleng-gelengkan kepala dan menangis. Dengan perasaan sedih ia memeluk adiknya dan berkata: "Tidak saudaraku, Saya tidak akan mungkin lagi pergi ke Nuremberg untuk mewujudkan cita-citaku. Sudah terlambat semuanya. Lihatlah apa yang telah terjadi selama 4 tahun ini. Karena pekerjaan itu, sendiku terserang Arthtritis sehingga semua jariku tak dapat diluruskan lagi, bahkan memegang gelas untuk bersulang denganmu pun aku tidak mampu. Apalagi untuk memegang kuas dan melukis garis-garis halus di atas kanvas. Tidakkah hal itu adalah kemustahilan. Cukup apa yang sudah kulakukan untukmu".
Kini 5 abad telah berlalu. Hampir semua museum seni di seluruh dunia mengoleksi karya-karya Albrecht Durer. Namun, anehnya, ada satu lukisan yang mendapatkan perhatian khusus karena mengandung nilai seni tingkat tinggi. Sepintas memandangnya, sangat sederhana. Namun nilai di balik lukisan itulah yang sangat mahal. Lukisan itu didedikasikan Albrecht buat Albert, kakaknya yang telah memberi seluruh kehidupannya demi mewujudkan cita-cita sang adik. Lukisan itu diberi judul: "The Praying Hands = Tangan Pendoa". Sebuah lukisan yang menggambarkan dua telapak tangan yang terkatup dengan jari-jemari kurus yang bengkok mengarah ke langit. Itulah telapak tangan dan jari-jemari sang kakak, Albert Durer, yang telah mengorbankan hidupnya untuk memberikan kehidupan baru buat sang adik. Albert telah memberikan hidupnya untuk menghidupi Albrecht, ia telah melakukan apa yang bisa ia lakukan demi kebaikan saudaranya. Ia bangga, karena pengorbanannya tidak sia-sia; tetapi ada satu yang lebih bangga lagi, yakni ALLAH.
Saudaraku...
Setiap kita sungguh menyadari bahwa kita tidak akan mungkin menikmati dan mengelolah kehidupan ini dengan maksimal tanpa kehadiran atau tanpa adanya orang lain dalam kehidupan kita. Kita sungguh menyadari bahwa kita membutuhkan kehadiran orang lain untuk mengisi hidup kita, demikian pula sebaliknya; orang lain pun sangat sadar bahwa mereka pun membutuhkan kehadiran kita untuk mengisi kehidupannya.
Mengapa demikian?.
Karena kita adalah makhluk sosial dan natur kita telah dibentuk sejak dunia ini diciptakan; yakni tidak akan mungkin hidup sendiri. Itulah sebabnya Tuhan berfirman: "Tidak baik jika manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia (Kej. 2:8)".
Tetapi persoalannya ialah:
Semua orang membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidupnya; tetapi tidak semua orang yang siap berkorban untuk kebaikan orang lain dengan mengorbankan kesenangannya sendiri.
Semua orang membutuhkan perhatian orang lain, tetapi tidak semua orang yang siap untuk mengorbankan kepentingannya dengan lebih memperhatikan dan mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri.
Semua orang sangat senang untuk dihidupi, tetapi tidak semua orang yang siap berkorban untuk menghidupi orang lain dengan melupakan dirinya sendiri.
Saudaraku...
Sebagai umat Tuhan, ada satu hal yang tidak boleh anda lupakan, yakni: "anda diangkat menjadi anak Allah untuk satu tujuan Allah yang mulia", yakni menjadikan hidup anda untuk "JADI BERKAT" bagi sesama. Dan untuk hal inilah, firman Tuhan mengajak anda untuk melihat apa yang sudah dilakukan Tuhan Yesus bagi anda dan saya, yakni memberikan seluruh hidupNya agar dengan itu anda dan saya beroleh HIDUP. Singkatnya ialah: Tuhan Yesus telah berkorban dengan menyerahkan nyawaNya, agar dengan jalan itu, kita yang sudah mati karena dosa, kembali mengalami HIDUP, dan hidup yang kita hidupi sekarang adalah hidup untuk Kristus, yaitu; "Hidup untuk Menghidupi".
Ingatlah bahwa...hidup di dunia ini hanya sekali dan sesudah itu anda berhenti dari segala jerih lelah duniawi. Sebelum semua itu berakhir, firman Tuhan sangat tegas memberi awasan: "perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu -(harus)- hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif...pergunakanlah waktu yang ada...usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Allah".
Apa kehendak Allah?.
"Hidupilah orang lain dengan hidupmu".
Itulah yang berkenan bagi Allah, supaya di dalam dan melalui hidupmu, nama Allah dipermuliakan.
Selamat untuk belajar hidup menghidupi orang lain.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.
(Masale, hari ke-15 tanggal 15 Januari 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan : Efesus 5:1-21.
"Sebab itu, jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah...karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah kamu mengerti kehendak Allah (Ef. 5:1-2, 15-17)".
Shalom bagimu.
Semoga hari ini kehidupan anda diliputi semangat dan sukacita, serta tetap diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Untuk merefleksikan firman Tuhan hari ini, maka saya sangat terinspirasi dengan sebuah kisah dari kakak beradik yang hidup di sebuah dusun kecil dekat Nuremberg, Jerman pada abad ke-15. Keduanya sangat menggemari lukisan sehingga terobsesi untuk menjadi pelukis ulung di kemudian hari. Yang kakak bernama Albert Durer dan si adik bernama Albrecht Durer. Untuk mewujudkan obsesi mereka, maka salah seorang dari mereka harus bekerja mencari uang demi membiayai yang satunya untuk belajar mengasah bakat di sekolah/akademi seni yang terkenal di kota Nuremberg. Nanti setelah yang satu selesai, maka ia pun harus bekerja untuk mewujudkan cita-cita saudaranya juga. Dan untuk hal ini maka si kakak, yaitu Albert, rela untuk bekerja demi adiknya. Albert berkata kepada Albrecht: "Kau dapat mengejar impianmu! Kau akan menjadi seorang pelukis ulung".
Albert bekerja di sebuat pertambangan sebagai buruh kasar, yang setiap hari harus memegang martil dan betel untuk memecahkan batu cadas. Pekerjaan ini tentunya sangat berbahaya bagi seorang yang mempunyai impian jadi pelukis. Tetapi demi saudaranya, ia menjalani pekerjaan itu selama 4 tahun.
Ketika Albrecht Durer kembali ke desanya, keluarga Durer mengadakan pesta makan malam untuk penyambutan. Di tengah keceriaan pesta itu, Albrecht Durer berdiri dan mengajak semua untuk bersulang sebagai tanda terima kasihnya kepada Albert, sang kakak, atas pengorbanan yang telah membuat Albrecth dapat mewujudkan mimpinya. Dan Albrecth pun mendekati kakaknya dan berkata: "Dan sekarang, Albert, kakakku yang tercinta, sekarang adalah giliranmu. Sekarang engkau harus pergi ke Nuremberg untuk mengejar dan meraih mimpimu. Kini tiba giliranku untuk bekerja demi mewujudkan cita-citamu".
Kini semua mata tertuju ke kursi di mana Albert duduk. Albert tidak mampu untuk memandangi wajah Albrecht. Ia tertunduk, menggeleng-gelengkan kepala dan menangis. Dengan perasaan sedih ia memeluk adiknya dan berkata: "Tidak saudaraku, Saya tidak akan mungkin lagi pergi ke Nuremberg untuk mewujudkan cita-citaku. Sudah terlambat semuanya. Lihatlah apa yang telah terjadi selama 4 tahun ini. Karena pekerjaan itu, sendiku terserang Arthtritis sehingga semua jariku tak dapat diluruskan lagi, bahkan memegang gelas untuk bersulang denganmu pun aku tidak mampu. Apalagi untuk memegang kuas dan melukis garis-garis halus di atas kanvas. Tidakkah hal itu adalah kemustahilan. Cukup apa yang sudah kulakukan untukmu".
Kini 5 abad telah berlalu. Hampir semua museum seni di seluruh dunia mengoleksi karya-karya Albrecht Durer. Namun, anehnya, ada satu lukisan yang mendapatkan perhatian khusus karena mengandung nilai seni tingkat tinggi. Sepintas memandangnya, sangat sederhana. Namun nilai di balik lukisan itulah yang sangat mahal. Lukisan itu didedikasikan Albrecht buat Albert, kakaknya yang telah memberi seluruh kehidupannya demi mewujudkan cita-cita sang adik. Lukisan itu diberi judul: "The Praying Hands = Tangan Pendoa". Sebuah lukisan yang menggambarkan dua telapak tangan yang terkatup dengan jari-jemari kurus yang bengkok mengarah ke langit. Itulah telapak tangan dan jari-jemari sang kakak, Albert Durer, yang telah mengorbankan hidupnya untuk memberikan kehidupan baru buat sang adik. Albert telah memberikan hidupnya untuk menghidupi Albrecht, ia telah melakukan apa yang bisa ia lakukan demi kebaikan saudaranya. Ia bangga, karena pengorbanannya tidak sia-sia; tetapi ada satu yang lebih bangga lagi, yakni ALLAH.
Saudaraku...
Setiap kita sungguh menyadari bahwa kita tidak akan mungkin menikmati dan mengelolah kehidupan ini dengan maksimal tanpa kehadiran atau tanpa adanya orang lain dalam kehidupan kita. Kita sungguh menyadari bahwa kita membutuhkan kehadiran orang lain untuk mengisi hidup kita, demikian pula sebaliknya; orang lain pun sangat sadar bahwa mereka pun membutuhkan kehadiran kita untuk mengisi kehidupannya.
Mengapa demikian?.
Karena kita adalah makhluk sosial dan natur kita telah dibentuk sejak dunia ini diciptakan; yakni tidak akan mungkin hidup sendiri. Itulah sebabnya Tuhan berfirman: "Tidak baik jika manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia (Kej. 2:8)".
Tetapi persoalannya ialah:
Semua orang membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidupnya; tetapi tidak semua orang yang siap berkorban untuk kebaikan orang lain dengan mengorbankan kesenangannya sendiri.
Semua orang membutuhkan perhatian orang lain, tetapi tidak semua orang yang siap untuk mengorbankan kepentingannya dengan lebih memperhatikan dan mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri.
Semua orang sangat senang untuk dihidupi, tetapi tidak semua orang yang siap berkorban untuk menghidupi orang lain dengan melupakan dirinya sendiri.
Saudaraku...
Sebagai umat Tuhan, ada satu hal yang tidak boleh anda lupakan, yakni: "anda diangkat menjadi anak Allah untuk satu tujuan Allah yang mulia", yakni menjadikan hidup anda untuk "JADI BERKAT" bagi sesama. Dan untuk hal inilah, firman Tuhan mengajak anda untuk melihat apa yang sudah dilakukan Tuhan Yesus bagi anda dan saya, yakni memberikan seluruh hidupNya agar dengan itu anda dan saya beroleh HIDUP. Singkatnya ialah: Tuhan Yesus telah berkorban dengan menyerahkan nyawaNya, agar dengan jalan itu, kita yang sudah mati karena dosa, kembali mengalami HIDUP, dan hidup yang kita hidupi sekarang adalah hidup untuk Kristus, yaitu; "Hidup untuk Menghidupi".
Ingatlah bahwa...hidup di dunia ini hanya sekali dan sesudah itu anda berhenti dari segala jerih lelah duniawi. Sebelum semua itu berakhir, firman Tuhan sangat tegas memberi awasan: "perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu -(harus)- hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif...pergunakanlah waktu yang ada...usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Allah".
Apa kehendak Allah?.
"Hidupilah orang lain dengan hidupmu".
Itulah yang berkenan bagi Allah, supaya di dalam dan melalui hidupmu, nama Allah dipermuliakan.
Selamat untuk belajar hidup menghidupi orang lain.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Amin...Amin...Amin...
ReplyDeleteTrima kasih atas Refleksinya utk kita lakukan saling menghidupi (tolon menolong).
TYM.