Laman

Sunday, February 4, 2018

Kesetiaan Memuliakan Tuhan

Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-35 tanggal 4 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).

Hanya Sebuah Ringkasan Khotbah Untuk Ibadah Raya Gereja Toraja Jemaat Masale
.
(Moment Peneguhan Majelis Gereja dan Pelayanan Perjamuan Kudus).

Bacaan :

(1). Yesaya 40:21-31.
(2). 1 Korintus 9:16-23.
(3). Markus 1:29-39 (Bahan Utama Khotbah).

"Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka...Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia (Mark. 1:31, 34)".

Shalom bagimu.
Semoga dari hadiratNya yang kudus, kehidupan anda terus diberkati.

Saudaraku....
Satu pertanyaan yang harus kita gumuli bersama sebagai umat Tuhan, adalah:
"Apa sesungguhnya hal yang paling prinsip, yang dikehendaki Allah dalam kehidupan kita sebagai anak-anakNya? Apa yang Tuhan tuntut dari kehidupan kita agar kita tetap layak untuk disebut sebagai Pewaris KerajaanNya?".

Pertanyaan ini memang patut untuk kita gumuli bersama, sebab banyak orang yang mengklaim dirinya sebagai umat Tuhan, mereka begitu yakin merasa bahwa dirinya telah melakukan apa yang Tuhan kehendaki, padahal di mata Tuhan, semua yang dilakukan itu hanyalah kepalsuan dan kemunafikan. Rajin beribadah, rajin membaca firman, rajin berdoa, rajin memuji Tuhan; memang tidak salah, -(bahkan menurut saya, hal tersebut adalah wajar dan seharusnya dilakukan sebagai umat Tuhan)-, tetapi semuanya itu belum dapat menjaminkan bahwa klaim diri kita sebagai umat yang menyenangkan hati Tuhan adalah hal yang benar dan hal yang sudah pasti.Coba anda perhatikan klaim seorang yang merasa dirinya suci dan bersih dari segala kecemaran duniawi, yang dicatatkan dalam Luk. 18:11-12, yang dengan bangganya masuk ke dalam Bait Allah dan berkata dalam hatinya demikian:
"Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, buka perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan pula seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku".

Jika hak kepemilikan sebagai pewaris dari Kerajaan Allah berdasarkan standart kehidupan ritual semata, maka pantas bagi si Farisi berbangga karenanya. Sebab, sudah pasti sorga ada di tangannya. Tapi ternyata faktanya tidak demikian! Justru ia kembali dengan tangan hampa; tidak membawa apa-apa. Dan yang aneh, ternyata mereka yang dicap sebagai kaum berdosa, yang kehidupan moraknya bobrok, yang kehidupan spiritualnya amburadul; merekalah yang kembali ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan oleh Allah.

Tetapi kita harus berhati-hati dalam pemahaman demikian; sebab bisa jadi, kita akan berkata sama seperti sebagian warga jemaat di Roma yang salah mengartikan "Eurene = Kasih Karunia Allah" dengan berkata kepada Paulus: "Kalau demikian, bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya bertambah kasih karunia itu (Roma 6:1)?".

Saudaraku....
Klaim untuk mendapatkan pembenaran dari Allah yang disebut EURENE itu, bukan diukur dari kehidupan ritual yang rutin dan tanpa cacad yang kita pertontonkan setiap kali kita melakukan penyembahan, tetapi bagaimana anda menyatakan "Kerendahan Hati di hadapan Tuhan bahwa anda adalah seorang yang tidak pantas bagi Kerajaan itu". Kita harus memiliki sikap batin yang benar bahwa kita ini orang berdosa sedangkan Allah yang kita hadapi adalah Agung dan mulia serta kudus adaNya. Kita harus mengakui bahwa kita adalah manusia yang kotor dan hina, sehingga kita berusaha menghindarkan diri sikap "Kesombongan Rohani" yang demikian mudahnya menuding orang lain lebih berdosa dari pada kita.

Ada satu bahaya yang mengancam kehidupan pelayanan gerejawi pada zaman sekarang ini, yakni kecenderungan setiap orang, -(terlebih mereka yang disebut Hamba Tuhan)-, untuk merasa bangga atau senang karena mereka disanjung oleh banyak orang. Akibatnya, yang bersangkutan akan mabuk pujian dan jikalau hal ini tidak terkendali, maka mereka akan kehilangan kontrol diri, mereka membusungkan dada karena mereka sudah merasa diri bahwa sorga sudah ada dalam genggamannya, sehingga mulut mereka begitu mudahnya untuk "mengkofar-kafirkan sesamanya".

Saudaraku...
Perikop bacaan kita di dahului oleh peristiwa ketika Tuhan Yesus ada di dalam rumah ibadat (Sinagoge) di Kapernaum. Di situ, Ia mengajar orang banyak dan mengulas firman Tuhan dengan panjang lebar sehingga semua orang mengerti dan memahaminya. Respons orang banyak dari pengajaran yang mereka dengar adalah: "Mereka takjub mendengarkan pengajaranNya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat (Mark. 1:22)". Rasa takjub belum berhenti hanya karena mendengar pengajaranNya, tetapi mata mereka juga menyaksikan mujizat yang dilakukanNya sehingga "mereka takjub dan memperbincangkannya sehingga tersebarlah dengan cepat kabar tentang Dia di segala penjuru di seluruh Galilea (Mark. 1:27-28)". Seandainya peristiwa ini terjadi dalam konteks Gereja masa kini, maka akan ada seruan: "Beri kemuliaan bagi Yesus", lalu semua orang dengan spontan akan melakukan Standing Applause.

Tetapi dalam perikop bacaan kita, Tuhan Yesus meninggalkan teladan agar setiap orang tidak mabuk pujian. Coba perhatikan bahwa, ketika semua orang merasa takjub atas apa yang mereka telah dengar dan atas apa yang mereka telah lihat, maka Yesus keluar dari rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon dan Andreas. Tindakan ini mau menjelaskan kepada saudara dan saya bahwa berhati-hatilah dengan "Zona Sanjungan" sebab ada waktu di mana anda akan dikecewakan ketika tidak ada lagi orang yang memberi pujian kepada anda. Tinggalkan "Zona Sanjungan" dan melangkahlah dalam konteks kehidupan real, kehidupan nyata yang normal, kehidupan di mana anda dapat berinteraksi dengan setiap orang dalam kondisi mereka; ada yang sakit dan ada yang sehat. Jumpailah setiap orang dalam keadaannya dan lakukan apa yang bisa anda lakukan demi kebaikan setiap orang, karena hal tersebut akan menjadi kemuliaan bagi Allah. Tetapi ketika anda masuk dalam konteks kehidupan real setiap orang, tetaplah anda juga memperhatikan dan mempertahankan kehidupan spiritual yang benar dan berketeladanan dengan tidak melupakan jam-jam doa dan membaca firman Tuhan secara pribadi; namun hal tersebut jangan dijadikan tontonan orang banyak demi mendapatkan sanjungan. Inilah pesan Tuhan Yesus: "Janganlah kamu melakukan kewajiban agamamu di depan orang supaya dilihat mereka, karena dengan demikian kamu tidak akan menerima upah dari Bapamu yang di sorga...janganlah kamu member sedekah supaya dipuji orang...janganlah berdoa seperti orang munafik munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri di dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang (Mat. 6:1 dst)".

Saudaraku....
Jika hari ini anda dipanggil dan diutusNya untuk mengambil bagian dalam pekerjaan yang juga telah dilakukan dan dikerjakan oleh Tuhan Yesus, maka saya hendak mengatakan kepada anda bahwa: "berbahagialah anda, sebab hal tersebut adalah sebuah Kasih Karunia yang tidak dapat dinilai dan diukur dengan apapun juga".

Mengapa demikian?.

Sebab Tuhan Yesus sendiri telah bersabda bahwa: "banyak yang dipanggil, namun hanya sedikit yang terpilih (Mat. 22:14)". Jadi sekali lagi saya mau mengatakan kepada anda: jika hari ini anda dipanggil, dipilih dan ditusNya, maka bersukacitalah dan bergembiralah; sebab hal itu adalah sebuah Kasih Karunia yang Tuhan nyatakan, bukan karena anda baik dan bukan karena anda suci. Karena itu, tunaikanlah tugas pelayananmu dan setialah untuk terus memuliakan Tuhan dalam karya dan karsa serta ibadahmu.

Selamat bagi para Penatua dan Diaken yang akan diteguhkan.
Selamat menebarkan keteladanan kasih untuk kemuliaan Tuhan.
Selamat untuk terus berpengharapan dalam menunaikan tugas pelayanan.
Tuhan Yesus memberkatimu.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love