Laman

Friday, February 2, 2018

TIDAK ADA PLUS-MINUS: Menjadi Murid Yang Melayani (4)

Sebuah Refleksi Pribadi.
Meneguhkan Panggilan Pelayanan.

(Masale, hari ke-34 tanggal 3 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).

-Refleksi ini saya dedikasikan buat 40 orang yang terpilih untuk diutus menjadi Majelis Gereja Toraja Jemaat Masale periode 2018 - 2021 dalam Jabatan Penatua (20 orang) dan Jabatan Diaken (20 orang) pada hari minggu tanggal 4 Pebruari 2018-

Bacaan : Lukas 5:1-11.

"...Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa (Luk 15:8b)".

Shabbath Shalom bagimu.
Semoga hari ini kehidupan anda diliputi sukacita dan berkatNya terus melimpah dalam segala karya dan karsa anda.

Saudaraku....
Seringkali butuh waktu yang cukup lama untuk beradaptasi dengan sesuatu yang baru. Contohnya saja, ketika anda baru saja membeli HP Android, maka butuh waktu untuk mempelajari fiktur-fikturnya dan cara mengoperasikannya. Terkadang anda merasa bahwa HP yang lama lebih mudah dari pada yang baru, sehingga bagi sebagian orang yang tidak sabar mempelajari kerumitan cara mengoperasikannya, akan kembali ke HP yang lama karena sudah merasa nyaman dengan hal tersebut. Demikian juga, ketika kita baru pindah ke suatu daerah yang baru, maka butuh waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Terkadang, memori kita mengingatkan akan situasi yang lama sehingga muncul lagi rasa kangen kita untuk tetap ada dalam kondisi seperti itu.

Apa yang saya kemukakan di atas, seperti itu juga yang terjadi ketika Yesus memanggil murid-muridNya yang pertama. Ketika Tuhan Yesus memanggil beberapa nelayan dari Galilea untuk meninggalkan jala mereka dan mengikuti Dia, mereka segera merespons panggilan tersebut (Mark. 1:16-20), sebab mereka merasa ada sesuatu yang baru dan tentunya menurut pertimbangan mereka, hal tersebut lebih baik dari pada apa yang mereka tekuni selama ini. Tetapi setelah perjalanan singkat bersama dengan Tuhan Yesus di Kapernaum dan beberapa desa terdekat sepanjang Danau Tiberias atau Danau Galilea (Mark. 1:21-39 ; Luk. 4:31-44), ternyata mereka kembali ke rutinitas mereka yang semula, kembali ke masa lalu mereka, ya...kembali ke Danau Galilea untuk bekerja dengan jala mereka lagi sebagai NELAYAN atau PENJALA IKAN.

Saya sendiri berkesimpulan bahwa, ternyata untuk hal yang baru, setelah menyaksikan dengan mata mereka sendiri, ada perasaan sungkan atau minder karena latar belakang mereka sebagai nelayan. Adalah hal yang mustahil bagi mereka yang notabene tidak mengecap dunia pendidikan, terlebih lagi mereka berasal dari kaum terpinggirkan, harus berhadapan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang terpelajar dan memiliki status sosial yang tinggi dan terhormat. Adalah sesuatu yang tidak mungkin bagi mereka yang kebanyakan berasal dari kaum termarginalkan, -(atau karena perasaan mereka sendiri yang menilai dan melihat diri sebagai orang yang tidak terpelajar atau dari golongan terhormat sehingga mereka memarginalkan diri sendiri)-, adalah sesuatu yang tidak mungkin, -(menurut pikiran mereka)-, untuk berkata-kata di depan orang banyak. Karena itu, mereka kembali ke dunianya dan mengurus pekerjaan masing-masing yang dipandang sebagai takdir mereka; yakni menjadi PENJALA IKAN.

Saudaraku...
Tuhan Yesus tahu bahwa mereka butuh waktu untuk beradaptasi dengan dunia yang baru. Itulah sebabnya, pengajaran di Sinagoge kini dialihkan ke konteks keseharian mereka, dari ruangan (gedung) ke konteks kehidupan nyata, dari Persekutuan Gedung ke Persekutuan Padang di pinggiran Danau Galilea.

Dan di sini Yesus memberi pelajaran yang sangat berarti bagi murid-muridNya, terlebih khusus bagi Simon yang disebut Petrus. Dalam situasi tidak mendapat apa-apa, sekalipun semalam-malaman mereka telah menebar jala di Danau Galilea, Tuhan Yesus memasuki realita kegagalan mereka sebagai nelayan yang profesional. Dalam kondisi kelelahan itu, Tuhan Yesus meminta waktu mereka sejenak dan juga meminta agar diizinkan untuk memakai perahu Simon lalu meminta Simon yang sudah barang tentu kelelahan membersihkan jalanya agar menolak perahunya sedikit menjauhi pantai, supaya Ia dapat leluasa menyampaikan pengajaran-pengajaranNya. Untuk hal ini, Simon dan teman-temannya tidak berkeberatan.

Sangat menarik bahwa Simon yang disebut Petrus tidak bermasalah ketika Yesus berkhotbah dari atas perahunya. Tidakkah hal ini menjadi cerminan dari kehidupan kita yang sesungguhnya. Kita tidak merasa bermasalah untuk mendukung pelayanan gereja; tetapi untuk yang satu ini, yakni panggilan khusus menjadi PELAYAN, adalah sebuah masalah besar yang sulit untuk diterima. Kita tidak siap atau tidak mau menerima begitu saja waktu dan profesi kita terusik karena panggilan yang satu ini, yakni menjadi HAMBA TUHAN. NELAYAN adalah PROFESI yang berhubungan dengan kebutuhan JASMANI dan HAMBA TUHAN adalah PROFESI yang berhubungan dengan kebutuhan ROHANI; masing-masing berdiri sendiri, masing-masing ada orangnya dan karena itu tidaklah mungkin dapat dicampurbaurkan.

Apalagi jika Pelayanan itu dikait-kaitkan dengan kehidupan pribadi. Simon tidak suka atau tidak mau menerima begitu saja dunianya dicampuri oleh Tuhan Yesus. Bukankah persoalan MENJALA IKAN tidak perlu lagi diajarkan kepadanya. Simon tahu kapan waktu yang tepat untuk menjala ikan. Bisa jadi, Simon ingin menyampaikan kepada Tuhan Yesus bahwa soal berkhotbah dan mengajar Firman Tuhan itu adalah bidang lain yang bukan bidangnya, dia hanyalah seorang nelayan. Dan di sinilah profesionalime Simon tertantang dengan sesuatu yang tidak masuk diakal, sebab Simon merasa seolah-olah Tuhan Yesus lebih ahli dalam soal jala-menjala dibandingkan dirinya. Ia tidak suka Tuhan Yesus mengajarinya soal mencari atau menangkap ikan, sebab ia merasa diri terlahir dan dibesarkan sebagai seorang NELAYAN. Tetapi karena yang memerintahkan itu adalah Tuhan Yesus, maka ia melakukannya juga (Luk. 5:5).

Saudaraku...
Saya mengatakan bahwa sangat menarik bagian perikop ini, sebab terkadang kita memisahkan antara urusan rohani dengan urusan jasmani; kita merasa bahwa kedua-duanya tidak bersinggungan. Tetapi kini Tuhan Yesus merombak pemikiran seperti itu. Ia membawa konteks kehidupan ritual yang menurut pemikiran kita hanya mungkin dilakukan dalam sebuah gedung peribadatan, ke konteks kehidupan nyata atau kehidupan keseharian kita. Kehidupan Rohani akan menyempurnakan Kehidupan Jasmani ketika kita mengiyakan apa yang Tuhan perintahkan. Ketika Petrus melakukan apa yang Tuhan Yesus perintahkan, maka ia mendapatkan hasil tangkapan, -(yang sepanjang karier Petrus sebagai NELAYAN)-, belum pernah ia mendapat hasil sebanyak itu. Dan ketika melihat fakta demikian, barulah kita sadar, bahwa seringkali kita tidak mempercayai perkataan Tuhan, padahal kunci sukses yang sesungguhnya adalah "Taat pada PerintahNya (Ul. 28)".

Lalu, apakah dengan ketidak-percayaan itu, kita tidak layak untuk dipakaiNya?.

Saudaraku...
Apapun masa lalu kita, dan bagaimanapun bentuk kegagalan kita dalam memakna kehidupan, tidak menjadi penghalang bagi Tuhan untuk masuk dan memakai kita sebagai alat di tanganNya.
Inilah makna yang bisa kita petik:
Ketika Petrus mengalami peristiwa yang di luar dari perkiraannya, maka ia tersungkur di depan Tuhan Yesus dan meminta agar Tuhan Yesus pergi dari hadapannya: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa (Luk. 5:8)". Ini adalah respons dari pribadi yang merasa bersalah, pribadi yang lebih meyakini jalan pikiran dan pengalaman hidupnya lalu lupa bahwa yang menentukan semuanya adalah Tuhan. Petrus sudah siap untuk meninggalkan Tuhan Yesus karena perasaan malu dan bersalah; tetapi Tuhan Yesus tahu dan sudah mengantisipasi hal tersebut. Tuhan Yesus menunjukkan dengan cara yang baru, bagaimana Petrus harus meyakini bahwa panggilan yang jatuh padanya adalah sesuatu yang pasti dan tidak sia-sia. Tuhan mau mengatakan kepada Petrus bahwa sesungguhnya dari pekerjaan yang menurut pandangan orang "HINA", di situlah Tuhan membentuk dan mempersiapkan sebuah tanggung jawab yang lebih besar lagi; yakni menjadi "PENJALA MANUSIA (Luk. 5:10b)". Di "Perahu Petrus", atau lebih tepatnya, di kehidupan nyata Petruslah, di dunia yang digelutinya, Tuhan Yesus menyusup masuk dan dari dalam mengubah kehidupannya menjadi lebih berarti.

Oleh karena itu, tidaklah menjadi soal bagi Tuhan Yesus tentang apa latar belakang pendidikan anda dan juga apa latar belakang profesi anda serta bagaimana anda telah menjalani kehidupan anda yang penuh dengan kegagalan dan kesalahan. Yang pasti bahwa, Tuhan mau memasukinya dan Tuhan mau melakukan sesuatu yang lebih dari yang bisa kita pikirkan dan yang bisa kita lakukan. Hanya saja, "Berikan Perahumu pada Yesus, biarkanlah Dia menjadi Sang Nahkodanya dan lakukan apa yang diperintahkanNya. Maka anda akan mengalami sebuah pengalaman Rohani yang sangat menakjubkan dalam kehidupan real anda setiap hari. Bagi Tuhan, tidak ada Plus-Minus untuk menjadi standar memenuhi panggilanNya sebagai murid. Hanya: Serahkan hidupmu kepadaNya, kuatkan dan teguhkan hatimu; sebab dengan demikian, perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung (Yos. 1:9)".

Selamat beraktifitas.
Selamat mempersiapkan diri untuk menikmati hadiratNya.
Selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkatimu.

1 comment:

  1. Amin...Amin...Amin...
    Trima kasih atas Refleksinya.
    TYM .

    ReplyDelete

Web gratis

Web gratis
Power of Love