Sebuah Refleksi Pribadi.
-(Hanya Sebuah Refleksi dan Perenungan Diri Untuk Memaknai Rabu Abu Dalam Konteks Kekinian)-
(Masale, hari ke-45 tanggal 14 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).
Ringkasan Khotbah Untuk Hari Raya Rabu Abu = Hari Pertama Masa Pra Paskah.
Bacaan :
(1). Yoel 2:12-17.
(2). 2 Korintus 5:11-21 (Bahan Khotbah).
(3). Matius 6:16-18.
"Siapa yang ada dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasehati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu; berilah dirimu didamaikan dengan Allah".
Shalom bagimu.
Semoga hari ini saudara mengalami lawatan Tuhan di tengah anda merayakan Rabu Abu.
Saudaraku....
Sebagaimana tulisan saya pada Rabu Abu tgl. 1 Maret 2017 dengan topik "Mengenal Tradisi Rabu Abu", maka saya hendak menegaskan kembali bahwa Perayaan Rabu Abu adalah bahagian dari rentetan perjalanan iman sesuai dengan Kalender Gerejawi. Rabu Abu dilaksanakan pada hari ketiga Minggu Transfigurasi, dan sekaligus Rabu Abu adalah hari pertama masa Pra Paskah, yang dihitung 40 hari sebelum hari Paskah (tanpa menghitung Hari Minggu), atau 44 hari (termasuk Hari Minggu) sebelum pelaksanaan Ibadah Jumat Agung. Jadi untuk tahun ini (2018), Rabu Abu dimulai tanggal 14 Pebruari dan 43 hari berikutnya jatuh pada tgl. 29 Maret, sehingga Ibadah Raya Jumat Agung jatuh pada tgl. 30 Maret.
Jadi Ibadah Rabu Abu yang kita laksanakan sebelumnya dan yang juga kita rayakan pada hari ini adalah dalam rangka mempersiapkan sukacita Paskah yang akan datang; di mana hari ini kita datang di hadapan Tuhan dalam kerendahan hati untuk memohon belas-kasih dan pengampunanNya atas segala dosa-dosa kita. Allah yang kita sembah tentu tidak menghendaki satu pun dari pada kita yang ada pada saat ini mengalami kebinasaan sebagai upah atas dosa itu, tetapi Allah menghendaki agar kita beroleh selamat dan turut serta menikmati kemenangan Kristus dalam kerajaanNya. Oleh karena itu, yang mendesak dan yang harus kita lakukan sekarang ialah "Pembaharuan Diri dan Pertobatan" yang kita kenal dengan "Censura Morum".
Dan di sinilah nabi Yoel mengingatkan kita:
"Tetapi sekarang juga...berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan Allahmu sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukumanNya (Yoel 2:12-13)".
Nabi Yoel mengingatkan kita tentang pertobatan yang sesungguhnya, yang dicari oleh Tuhan, yaitu pertobatan yang bukan bersifat "Formalitas-Ritual", tetapi tindakan nyata dengan mengubah cara dan kebiasaan hidup yang menyimpang jauh dari jalan Tuhan dan siap untuk hidup baru sebagaimana yang dituntut oleh Tuhan melalui firmanNya. Nabi Yoel mengajak kita untuk mengubah hati kita dan kembali mengikuti "Jalan Tuhan". Allah melalui Nabi Yoel sangat menekankan tentang "Tobat Batiniah", yakni penyesalan yang sungguh-sungguh atas dosa lalu bersedia untuk mengubah segala orientasi kita yang selama ini keliru atau yang sudah menyimpang jauh dari tuntutan-tuntutan firman Tuhan
Saudaraku...
Dengan cara yang sama, Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat Tuhan di Jemaat Korintus dengan tegas mengingatkan umat, -(termasuk saudara dan saya dalam konteks kekinian)-, bahwa jika kita mengharapkan hidup kita ini diberkati, maka tidak ada cara lain selain: "Kesediaan untuk didamaikan dengan Allah" dengan jalan "Pertobatan". Dan melalui Ibadah Rabu Abu ini, setiap orang yang mengklaim dirinya sebagai pengikut jalan Tuhan dan sekaligus yang selalu membanggakan dirinya sebagai anak-anak Tuhan, marilah dan nyatakanlah pertobatan yang benar di hadapanNya dengan menerima tanda di dahi; sebuah tanda yang mengingatkan kita pada pertobatan Kain: "Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapanMu....kemudian Tuhan menaruh tanda pada Kain supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapa pun yang bertemu dengan dia (Kej. 4:13-15)".
Dengan demikian, Tanda dari Abu yang dioleskan pada dahi adalah sarana sakramental yang menandakan kesediaan untuk melakukan "Penyucian Diri". Ketika Abu dioleskan pada dahi kita tentu hal tersebut menyentuh sisi emosional kita bahwa sesungguhnya kita ini adalah makhluk yang lemah; ya...kita hanyalah makhluk yang hina, hanyalah ciptaan yang diambil dan dibentuk dari bahan yang kotor, yakni: "Debu Tanah = Adamah". Karena itu, tidak ada yang pantas untuk kita tonjolkan pada diri kita, tidak ada yang layak untuk kita bangga-banggakan pada diri kita; hanya satu yang mulia dan yang agung, yang olehnya hati Tuhan tersentuh untuk menyatakan belas kasihanNya, yakni: "kerendahan hati dalam menyesali diri atas segala dosa-dosa kita dan kesiapan untuk dibaharui menurut rencana dan rancanganNya".
Karena itu saudaraku...
Pertobatan yang sungguh adalah sikap yang harus sesegera mungkin diwujudkan dan jangan ditunda-tunda. Ingatlah bahwa tidak ada kata terlambat dalam bertobat.
Cobalah anda memandang pada ketiga salib yang terpancang di Golguta itu.
Ingatlah pada detik-detik terakhir kebersamaan Tuhan Yesus dengan kedua penjahat itu.
Ingatlah bagaimana sikap yang seharusnya dinampakkan di hadapan Tuhan yang olehnya penjahat itu beroleh pengampunan.
Bukan sikap arogan, dan bukan pula sikap pembenaran diri. Tetapi sikap terbuka untuk mengakui kebersalahan dan keberdosaan:
"Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan setimpal dengan perbuatan kita (Luk. 23:41)".
Jika anda terbuka mengakui keadaan diri anda sebagai manusia berdosa dan anda datang memohon belas kasih Tuhan, maka ucapan yang sama kepada salah seorang penjahat itu pun ditujukan kepada anda: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku dalam Firdaus (Luk. 23:43)".
Selamat memaknai Rabu Abu.
Selamat bercensura morum.
Tuhan Yesus memberkatimu.
-(Hanya Sebuah Refleksi dan Perenungan Diri Untuk Memaknai Rabu Abu Dalam Konteks Kekinian)-
(Masale, hari ke-45 tanggal 14 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).
Ringkasan Khotbah Untuk Hari Raya Rabu Abu = Hari Pertama Masa Pra Paskah.
Bacaan :
(1). Yoel 2:12-17.
(2). 2 Korintus 5:11-21 (Bahan Khotbah).
(3). Matius 6:16-18.
"Siapa yang ada dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasehati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu; berilah dirimu didamaikan dengan Allah".
Shalom bagimu.
Semoga hari ini saudara mengalami lawatan Tuhan di tengah anda merayakan Rabu Abu.
Saudaraku....
Sebagaimana tulisan saya pada Rabu Abu tgl. 1 Maret 2017 dengan topik "Mengenal Tradisi Rabu Abu", maka saya hendak menegaskan kembali bahwa Perayaan Rabu Abu adalah bahagian dari rentetan perjalanan iman sesuai dengan Kalender Gerejawi. Rabu Abu dilaksanakan pada hari ketiga Minggu Transfigurasi, dan sekaligus Rabu Abu adalah hari pertama masa Pra Paskah, yang dihitung 40 hari sebelum hari Paskah (tanpa menghitung Hari Minggu), atau 44 hari (termasuk Hari Minggu) sebelum pelaksanaan Ibadah Jumat Agung. Jadi untuk tahun ini (2018), Rabu Abu dimulai tanggal 14 Pebruari dan 43 hari berikutnya jatuh pada tgl. 29 Maret, sehingga Ibadah Raya Jumat Agung jatuh pada tgl. 30 Maret.
Jadi Ibadah Rabu Abu yang kita laksanakan sebelumnya dan yang juga kita rayakan pada hari ini adalah dalam rangka mempersiapkan sukacita Paskah yang akan datang; di mana hari ini kita datang di hadapan Tuhan dalam kerendahan hati untuk memohon belas-kasih dan pengampunanNya atas segala dosa-dosa kita. Allah yang kita sembah tentu tidak menghendaki satu pun dari pada kita yang ada pada saat ini mengalami kebinasaan sebagai upah atas dosa itu, tetapi Allah menghendaki agar kita beroleh selamat dan turut serta menikmati kemenangan Kristus dalam kerajaanNya. Oleh karena itu, yang mendesak dan yang harus kita lakukan sekarang ialah "Pembaharuan Diri dan Pertobatan" yang kita kenal dengan "Censura Morum".
Dan di sinilah nabi Yoel mengingatkan kita:
"Tetapi sekarang juga...berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan Allahmu sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukumanNya (Yoel 2:12-13)".
Nabi Yoel mengingatkan kita tentang pertobatan yang sesungguhnya, yang dicari oleh Tuhan, yaitu pertobatan yang bukan bersifat "Formalitas-Ritual", tetapi tindakan nyata dengan mengubah cara dan kebiasaan hidup yang menyimpang jauh dari jalan Tuhan dan siap untuk hidup baru sebagaimana yang dituntut oleh Tuhan melalui firmanNya. Nabi Yoel mengajak kita untuk mengubah hati kita dan kembali mengikuti "Jalan Tuhan". Allah melalui Nabi Yoel sangat menekankan tentang "Tobat Batiniah", yakni penyesalan yang sungguh-sungguh atas dosa lalu bersedia untuk mengubah segala orientasi kita yang selama ini keliru atau yang sudah menyimpang jauh dari tuntutan-tuntutan firman Tuhan
Saudaraku...
Dengan cara yang sama, Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat Tuhan di Jemaat Korintus dengan tegas mengingatkan umat, -(termasuk saudara dan saya dalam konteks kekinian)-, bahwa jika kita mengharapkan hidup kita ini diberkati, maka tidak ada cara lain selain: "Kesediaan untuk didamaikan dengan Allah" dengan jalan "Pertobatan". Dan melalui Ibadah Rabu Abu ini, setiap orang yang mengklaim dirinya sebagai pengikut jalan Tuhan dan sekaligus yang selalu membanggakan dirinya sebagai anak-anak Tuhan, marilah dan nyatakanlah pertobatan yang benar di hadapanNya dengan menerima tanda di dahi; sebuah tanda yang mengingatkan kita pada pertobatan Kain: "Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapanMu....kemudian Tuhan menaruh tanda pada Kain supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapa pun yang bertemu dengan dia (Kej. 4:13-15)".
Dengan demikian, Tanda dari Abu yang dioleskan pada dahi adalah sarana sakramental yang menandakan kesediaan untuk melakukan "Penyucian Diri". Ketika Abu dioleskan pada dahi kita tentu hal tersebut menyentuh sisi emosional kita bahwa sesungguhnya kita ini adalah makhluk yang lemah; ya...kita hanyalah makhluk yang hina, hanyalah ciptaan yang diambil dan dibentuk dari bahan yang kotor, yakni: "Debu Tanah = Adamah". Karena itu, tidak ada yang pantas untuk kita tonjolkan pada diri kita, tidak ada yang layak untuk kita bangga-banggakan pada diri kita; hanya satu yang mulia dan yang agung, yang olehnya hati Tuhan tersentuh untuk menyatakan belas kasihanNya, yakni: "kerendahan hati dalam menyesali diri atas segala dosa-dosa kita dan kesiapan untuk dibaharui menurut rencana dan rancanganNya".
Karena itu saudaraku...
Pertobatan yang sungguh adalah sikap yang harus sesegera mungkin diwujudkan dan jangan ditunda-tunda. Ingatlah bahwa tidak ada kata terlambat dalam bertobat.
Cobalah anda memandang pada ketiga salib yang terpancang di Golguta itu.
Ingatlah pada detik-detik terakhir kebersamaan Tuhan Yesus dengan kedua penjahat itu.
Ingatlah bagaimana sikap yang seharusnya dinampakkan di hadapan Tuhan yang olehnya penjahat itu beroleh pengampunan.
Bukan sikap arogan, dan bukan pula sikap pembenaran diri. Tetapi sikap terbuka untuk mengakui kebersalahan dan keberdosaan:
"Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan setimpal dengan perbuatan kita (Luk. 23:41)".
Jika anda terbuka mengakui keadaan diri anda sebagai manusia berdosa dan anda datang memohon belas kasih Tuhan, maka ucapan yang sama kepada salah seorang penjahat itu pun ditujukan kepada anda: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku dalam Firdaus (Luk. 23:43)".
Selamat memaknai Rabu Abu.
Selamat bercensura morum.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Amin...Amin...Amin...
ReplyDelete