Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-41 tanggal 10 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan : Keluaran 17:8-16.
"Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda peringatan, dan ingatkanlah ke telingan Yosua, bahwa Aku akan menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong langit. Lalu Musa mendirikan sebuah mezbah dan menamainya: Jehovah Nissi = Tuhanlah Panji-panjiku. Ia berkata: Tangan di atas panji-panji Tuhan! Tuhan berperang melawan Amalek turun-temurun (Kel. 17:14-16)".
Shabbath Shalom bagimu.
Semoga hari ini anda terus diteguhkan untuk menikmati sukacita dan berkatNya.
Saudaraku...
Banyak orang Kristen bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa Alkitab, -(khususnya Perjanjian Lama)-, sangat diwarnai dengan kisah-kisah atau catatan-catatan tentang peperangan?
Bukankah gambaran dari sebuah peperangan itu adalah saling mencederai ataupun saling membunuh, sedangkan Tuhan sangat melarang untuk "MEMBUNUH"?
Tidakkah jauh sebelum Taurat diberikan kepada Bangsa Israel, amaran ini telah diberikan Tuhan kepada manusia secara universal: "Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia (membunuh manusia), darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri (Kej. 9:5-6)". Jikalau hal "MEMBUNUH" itu adalah sebuah larangan yang mengandung konsekwensi yang tidak ringan, mengapa kisah-kisah peperangan sangan menonjol dalam Alkitab?
Saudaraku...
Ilmu Antropologi telah menunjukkan bahwa sejak manusia itu ada, maka gesekan antar pribadi takkan pernah dapat terhindarkan. Apalagi jika menyangkut hal "KEPENTINGAN" yang diperebutkan, maka peperangan tidak dapat dihindari. Natur setiap orang adalah berusaha untuk mempertahankan apa yang dianggap sebagai miliknya, baik itu yang bersangkut-paut dengan barang atau benda, juga yang berhubungan dengan wilayah kekuasaan. Bahkan ada kecenderungan bahwa manusia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang sudah dimilikinya, dan karena itu ia berjuang untuk mengeksploitasi sesamanya dan alam lingkungannya serta mengekspansi wilayah kekuasaan orang lain.
Dalam konteks masyarakat purba yang hidup dalam kelompok dan selalu berpindah-pindah (Nomaden); tentu peralihan dari satu tempat ke tempat yang lainnya akan menimbulkan gesekan atau konflik dengan kelompok yang lainnya. Hal ini telah menjadi pola yang tak berubah dalam perjalanan sebuah bangsa, manakala kepentingannya terusik, maka solusi penyelesaian adalah "PERANG".
Memang tak dapat dipungkiri bahwa konotasi dari PERANG itu adalah MEMBUNUH. Dan hal ini sangat bertentangan dengan apa yang diperintahkan Tuhan dalam Kel. 20:13 ..."Jangan Membunuh". Tetapi sesungguhnya banyak dari kita salah mengartikan perintah ini. Sebab kata Ibrani yang dipakai untuk merujuk pada kata MEMBUNUH menurut Kel. 20:13 adalah: "mematikan seseorang secara direncanakan lebih dahulu atas dasar dendam atau kebencian dan dapat pula diartikan sebagai tindakan merampas dengan paksa apa yang dimiliki orang lain dengan menyingkirkan atau membunuh yang bersangkutan".
Dalam kaitan inilah maka saya dapat mengerti apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Mat. 5:21-23..."kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: KAFIR! Haruslah dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: JAHIL! haruslah diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala".
Karena itu, yang dilarang Alkitab adalah "Membunuh karena motivasi dendam atau benci tanpa alasan". Katakanlah, anda ditegur oleh seseorang karena anda berlaku curang atau berlaku tidak benar. Karena teguran itu anda tidak terima, maka anda mulai membenci dan menaruh dendam kepadanya. Perasaan ini akan merasuki pikiran anda sehingga melahirkan niat untuk menyingkirkan yang bersangkutan dan puncaknya adalah MEMBUNUH, entah membunuh dalam arti fisik maupun membunuh dalam arti karakter.
Jika anda membaca Alkitab dan menjumpai perintah seperti yang tercatat dalam 1 Sam. 15:3 dan Yos. 4:13 dan masih banyak lagi referensi ayat dimana perintah perang itu keluar dari mulut Allah sendiri, maka anda akan bingung, bukan?.
Bahkan Allah juga memerintahkan hukuman mati untuk berbagai kejahatan sebagaimana yang dicatat dalam Kel. 21:12, Kel. 21:15, Kel. 22:19, Im. 20:11, serta masih banyak lagi referensi ayat yang lainnya, tentu hal ini akan membuat anda semakin bingung, bukan?.
Jadi Alkitab memberi gambaran bahwa yang dilarang Allah itu adalah "membunuh karena alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; seperti membenci atau mendendam dan juga merampas dengan paksa lalu membunuh yang bersangkutan karena menginginkan sesuatu".
Saudaraku...
Di samping itu, jika kita menelusuri kembali tentang geografi Tanah Perjanjian, maka akan nampak bahwa Tanah Perjanjian atau Kanaan terletak di antara Sungai Efrat serta Sungai Tigris di Babel dan Sungai Nil di Mesir. Posisi Kanaan menjadi jalan raya alamiah yang sangat strategis untuk kafilah-kafilah dagang pada zaman dahulu. Karena itu, sangat dipahami jikalau negeri ini diincar dan diperebutkan sehingga peperangan untuk mendapatkan dan mendiami negeri ini tidak dapat dihindari. Dan dalam konteks masyarakat kuno; "Suatu bangsa yang dapat ditaklukkan oleh bangsa lain, secara otomatis menjadi gambaran dari lemahnya allah yang mereka sembah".
Karena itu, peperangan yang terjadi lebih pada persoalan keagamaan daripada persoalan politis dan dalam hal inilah, maka YAHWEH yang adalah Allah sesembahan umat Israel hendak membuktikan keperkasaanNya di antara bangsa-bangsa. Karena itulah, sehingga dalam Alkitab dikenal pengistilaan tentang nama Allah yang berkaitan dengan peperangan: Allah dikenal sebagai Pahlawan Perang (Kel. 15:3 ; Yes. 42:13), Allah Sebaoth atau Allah Semesta Alam dapat juga diterjemahkan dengan Tuhan Bala Tentara (band.: Kel. 12:41, 1 Sam. 17:45), atau Tuhan mengepalai bala tentara (2 Taw. 13:12). Karena itu, Dia menyuruh umatNya keluar berperang (2 Taw. 6:34), Dia melakukan penghadangan (2 Taw. 20:22), dan mengajar pemazmur untuk bertempur (Mzm. 144:1). Dia mengambil alih pertempuran sehingga Israel tinggal diam saja (2 Taw. 20:17). Dan dalam 1 Taw. 5:22 ditegaskan bahwa "Peperangan Allah harus berhasil". Itulah sebagnya, Dia sendiri akan menyerahkan musuh ke dalam tangan umatNya (Ul. 20:13).
Jadi seruan untuk melakukan perang mengandung makna religius; di mana Tuhan bertindak untuk menegakkan kekudusanNya sebab Dia tidak bisa disetarakan dengan apapun juga. Dan karena itu, Tuhan tidak bisa diduakan atau disamakan dengan apapun juga, dan umat harus takluk kepadaNya. Dan sekaligus dengan itu, umat yang menyaksikan Allah yang menaklukkan bangsa-bangsa yang menjadi musuh umat, menegaskan tentang "Pemeliharaan atau Penyelenggaraan Tuhan yang pasti kepada umatNya", yang olehnya umat diajak untuk tidak takut dan gentar dengan apapun juga yang mengancam kelangsungan hidup mereka.
Saudaraku...
Dalam konteks umat Israel merebut Tanah Kanaan dan sekaligus setelah mefreka menduduki dan mendiami negeri itu, maka kehidupan umat akan terus menerus berada di bawah ancaman kematian. Untuk itulah Allah menyatakan diriNya sebagai Jehovah Nissi, ya...Allah menempatkan diriNya sebagai panji-panji umatNya. Panji-panji adalah simbol kemenangan, sehingga ketika umat percaya bahwa Allah yang mereka sembah itu adalah Jehovah Nissi, maka mereka tidak akan pernah takut dan gentar sedikit pun dalam menghadapi ancaman musuh.
Sebagai umat Tuhan dalam konteks kekinian, maka realita kehidupan kita ada dalam sebuah arena "Peperangan Rohani; yakni peperangan antara kebatilan dan ketaatan, antara keinginan daging dan keinginan roh, atau antara yang jahat dengan yang benar". Anak-anak Tuhan adalah anak-anak kebenaran, dan karena itu kehidupan kita senantiasa ada dalam ancaman kuasa Iblis yang tidak menginginkan anak-anak Tuhan hidup menuruti kehendak dan keinginan Sang Bapa, yakni hidup dalam kebenaran. Iblis akan terus melakukan upaya pembunuhan dengan menghalalkan banyak cara; jangankan fitnah dan siksaan fisik, kenikmatan dunia sering menjadi jebakan yang dilakukan oleh Iblis untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan.
Ya...sama seperti peperangan antara Israel dan Amalek yang menghalangi perjalanan umat Israel untuk menikmati kehidupan yang tenteram dan damai di Negeri Perjanjian, di mana umat membutuhkan jaminan yang pasti tentang kemenangan; dan di sinilah Tuhan memperkenalkan diriNya sebagai Jehovah Nissi, maka demikianlah dengan kita sebagai umat Perjanjian Baru. Tidak ada jaminan yang pasti di luar Tuhan, sebab di luar Tuhan, umat tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya dengan berjalan bersama Tuhan saja ada kepastian kemenangan.
Karena itu saudaraku...
Menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan dan pergumulan yang berat, maka kita butuh panji-panji yang menjaminkan kemenangan itu. Dan di sinilah Tuhan menawarkan diriNya sebagai panji-panji umat. Jika anda dan saya merindukan kemenangan, maka jadikanlah Tuhan sebagai Panji-panji hidupmu, sebab Dia adalah Jehovah Nissi.
Selamat untuk terus berjuang meraih kehidupan yang lebih baik.
Selamat mempersiapkan diri untuk menyambut dan menikmati hadiratNya.
Tuhan Yesus memberkatimu.
(Masale, hari ke-41 tanggal 10 Pebruari 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan : Keluaran 17:8-16.
"Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda peringatan, dan ingatkanlah ke telingan Yosua, bahwa Aku akan menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong langit. Lalu Musa mendirikan sebuah mezbah dan menamainya: Jehovah Nissi = Tuhanlah Panji-panjiku. Ia berkata: Tangan di atas panji-panji Tuhan! Tuhan berperang melawan Amalek turun-temurun (Kel. 17:14-16)".
Shabbath Shalom bagimu.
Semoga hari ini anda terus diteguhkan untuk menikmati sukacita dan berkatNya.
Saudaraku...
Banyak orang Kristen bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa Alkitab, -(khususnya Perjanjian Lama)-, sangat diwarnai dengan kisah-kisah atau catatan-catatan tentang peperangan?
Bukankah gambaran dari sebuah peperangan itu adalah saling mencederai ataupun saling membunuh, sedangkan Tuhan sangat melarang untuk "MEMBUNUH"?
Tidakkah jauh sebelum Taurat diberikan kepada Bangsa Israel, amaran ini telah diberikan Tuhan kepada manusia secara universal: "Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia (membunuh manusia), darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri (Kej. 9:5-6)". Jikalau hal "MEMBUNUH" itu adalah sebuah larangan yang mengandung konsekwensi yang tidak ringan, mengapa kisah-kisah peperangan sangan menonjol dalam Alkitab?
Saudaraku...
Ilmu Antropologi telah menunjukkan bahwa sejak manusia itu ada, maka gesekan antar pribadi takkan pernah dapat terhindarkan. Apalagi jika menyangkut hal "KEPENTINGAN" yang diperebutkan, maka peperangan tidak dapat dihindari. Natur setiap orang adalah berusaha untuk mempertahankan apa yang dianggap sebagai miliknya, baik itu yang bersangkut-paut dengan barang atau benda, juga yang berhubungan dengan wilayah kekuasaan. Bahkan ada kecenderungan bahwa manusia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang sudah dimilikinya, dan karena itu ia berjuang untuk mengeksploitasi sesamanya dan alam lingkungannya serta mengekspansi wilayah kekuasaan orang lain.
Dalam konteks masyarakat purba yang hidup dalam kelompok dan selalu berpindah-pindah (Nomaden); tentu peralihan dari satu tempat ke tempat yang lainnya akan menimbulkan gesekan atau konflik dengan kelompok yang lainnya. Hal ini telah menjadi pola yang tak berubah dalam perjalanan sebuah bangsa, manakala kepentingannya terusik, maka solusi penyelesaian adalah "PERANG".
Memang tak dapat dipungkiri bahwa konotasi dari PERANG itu adalah MEMBUNUH. Dan hal ini sangat bertentangan dengan apa yang diperintahkan Tuhan dalam Kel. 20:13 ..."Jangan Membunuh". Tetapi sesungguhnya banyak dari kita salah mengartikan perintah ini. Sebab kata Ibrani yang dipakai untuk merujuk pada kata MEMBUNUH menurut Kel. 20:13 adalah: "mematikan seseorang secara direncanakan lebih dahulu atas dasar dendam atau kebencian dan dapat pula diartikan sebagai tindakan merampas dengan paksa apa yang dimiliki orang lain dengan menyingkirkan atau membunuh yang bersangkutan".
Dalam kaitan inilah maka saya dapat mengerti apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Mat. 5:21-23..."kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: KAFIR! Haruslah dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: JAHIL! haruslah diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala".
Karena itu, yang dilarang Alkitab adalah "Membunuh karena motivasi dendam atau benci tanpa alasan". Katakanlah, anda ditegur oleh seseorang karena anda berlaku curang atau berlaku tidak benar. Karena teguran itu anda tidak terima, maka anda mulai membenci dan menaruh dendam kepadanya. Perasaan ini akan merasuki pikiran anda sehingga melahirkan niat untuk menyingkirkan yang bersangkutan dan puncaknya adalah MEMBUNUH, entah membunuh dalam arti fisik maupun membunuh dalam arti karakter.
Jika anda membaca Alkitab dan menjumpai perintah seperti yang tercatat dalam 1 Sam. 15:3 dan Yos. 4:13 dan masih banyak lagi referensi ayat dimana perintah perang itu keluar dari mulut Allah sendiri, maka anda akan bingung, bukan?.
Bahkan Allah juga memerintahkan hukuman mati untuk berbagai kejahatan sebagaimana yang dicatat dalam Kel. 21:12, Kel. 21:15, Kel. 22:19, Im. 20:11, serta masih banyak lagi referensi ayat yang lainnya, tentu hal ini akan membuat anda semakin bingung, bukan?.
Jadi Alkitab memberi gambaran bahwa yang dilarang Allah itu adalah "membunuh karena alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; seperti membenci atau mendendam dan juga merampas dengan paksa lalu membunuh yang bersangkutan karena menginginkan sesuatu".
Saudaraku...
Di samping itu, jika kita menelusuri kembali tentang geografi Tanah Perjanjian, maka akan nampak bahwa Tanah Perjanjian atau Kanaan terletak di antara Sungai Efrat serta Sungai Tigris di Babel dan Sungai Nil di Mesir. Posisi Kanaan menjadi jalan raya alamiah yang sangat strategis untuk kafilah-kafilah dagang pada zaman dahulu. Karena itu, sangat dipahami jikalau negeri ini diincar dan diperebutkan sehingga peperangan untuk mendapatkan dan mendiami negeri ini tidak dapat dihindari. Dan dalam konteks masyarakat kuno; "Suatu bangsa yang dapat ditaklukkan oleh bangsa lain, secara otomatis menjadi gambaran dari lemahnya allah yang mereka sembah".
Karena itu, peperangan yang terjadi lebih pada persoalan keagamaan daripada persoalan politis dan dalam hal inilah, maka YAHWEH yang adalah Allah sesembahan umat Israel hendak membuktikan keperkasaanNya di antara bangsa-bangsa. Karena itulah, sehingga dalam Alkitab dikenal pengistilaan tentang nama Allah yang berkaitan dengan peperangan: Allah dikenal sebagai Pahlawan Perang (Kel. 15:3 ; Yes. 42:13), Allah Sebaoth atau Allah Semesta Alam dapat juga diterjemahkan dengan Tuhan Bala Tentara (band.: Kel. 12:41, 1 Sam. 17:45), atau Tuhan mengepalai bala tentara (2 Taw. 13:12). Karena itu, Dia menyuruh umatNya keluar berperang (2 Taw. 6:34), Dia melakukan penghadangan (2 Taw. 20:22), dan mengajar pemazmur untuk bertempur (Mzm. 144:1). Dia mengambil alih pertempuran sehingga Israel tinggal diam saja (2 Taw. 20:17). Dan dalam 1 Taw. 5:22 ditegaskan bahwa "Peperangan Allah harus berhasil". Itulah sebagnya, Dia sendiri akan menyerahkan musuh ke dalam tangan umatNya (Ul. 20:13).
Jadi seruan untuk melakukan perang mengandung makna religius; di mana Tuhan bertindak untuk menegakkan kekudusanNya sebab Dia tidak bisa disetarakan dengan apapun juga. Dan karena itu, Tuhan tidak bisa diduakan atau disamakan dengan apapun juga, dan umat harus takluk kepadaNya. Dan sekaligus dengan itu, umat yang menyaksikan Allah yang menaklukkan bangsa-bangsa yang menjadi musuh umat, menegaskan tentang "Pemeliharaan atau Penyelenggaraan Tuhan yang pasti kepada umatNya", yang olehnya umat diajak untuk tidak takut dan gentar dengan apapun juga yang mengancam kelangsungan hidup mereka.
Saudaraku...
Dalam konteks umat Israel merebut Tanah Kanaan dan sekaligus setelah mefreka menduduki dan mendiami negeri itu, maka kehidupan umat akan terus menerus berada di bawah ancaman kematian. Untuk itulah Allah menyatakan diriNya sebagai Jehovah Nissi, ya...Allah menempatkan diriNya sebagai panji-panji umatNya. Panji-panji adalah simbol kemenangan, sehingga ketika umat percaya bahwa Allah yang mereka sembah itu adalah Jehovah Nissi, maka mereka tidak akan pernah takut dan gentar sedikit pun dalam menghadapi ancaman musuh.
Sebagai umat Tuhan dalam konteks kekinian, maka realita kehidupan kita ada dalam sebuah arena "Peperangan Rohani; yakni peperangan antara kebatilan dan ketaatan, antara keinginan daging dan keinginan roh, atau antara yang jahat dengan yang benar". Anak-anak Tuhan adalah anak-anak kebenaran, dan karena itu kehidupan kita senantiasa ada dalam ancaman kuasa Iblis yang tidak menginginkan anak-anak Tuhan hidup menuruti kehendak dan keinginan Sang Bapa, yakni hidup dalam kebenaran. Iblis akan terus melakukan upaya pembunuhan dengan menghalalkan banyak cara; jangankan fitnah dan siksaan fisik, kenikmatan dunia sering menjadi jebakan yang dilakukan oleh Iblis untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan.
Ya...sama seperti peperangan antara Israel dan Amalek yang menghalangi perjalanan umat Israel untuk menikmati kehidupan yang tenteram dan damai di Negeri Perjanjian, di mana umat membutuhkan jaminan yang pasti tentang kemenangan; dan di sinilah Tuhan memperkenalkan diriNya sebagai Jehovah Nissi, maka demikianlah dengan kita sebagai umat Perjanjian Baru. Tidak ada jaminan yang pasti di luar Tuhan, sebab di luar Tuhan, umat tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya dengan berjalan bersama Tuhan saja ada kepastian kemenangan.
Karena itu saudaraku...
Menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan dan pergumulan yang berat, maka kita butuh panji-panji yang menjaminkan kemenangan itu. Dan di sinilah Tuhan menawarkan diriNya sebagai panji-panji umat. Jika anda dan saya merindukan kemenangan, maka jadikanlah Tuhan sebagai Panji-panji hidupmu, sebab Dia adalah Jehovah Nissi.
Selamat untuk terus berjuang meraih kehidupan yang lebih baik.
Selamat mempersiapkan diri untuk menyambut dan menikmati hadiratNya.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Amin...Amin...Amin...
ReplyDeleteKita senantiasa berjalan bersama Tuhan maka kemenangan selalu bersama kita.
Trima kasih atas refleksinya.
TYM .
Semangat mengandalkan Tuhan.
ReplyDelete