(Masale, hari ke-76 tanggal 17 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).
Censora Morum hari ke-28 Masa Pra Paskah.
Bacaan : Lukas 15:20-24.
"Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia (Lukas 15:20)".
Shabbath Shalom bagimu.
Kiranya kehidupan anda hari ini diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Saya sangat tertarik dengan lirik lagu dari NKB. 17 yang berjudul: "Agunglah Kasih Allahku" yang merupakan terjemahan dari syair dan lagu: "The Lord of God". Saya percaya bahwa bait pertama sampai bait ketiga dari lagu ini sangat dijiwai oleh perumpamaan tentang anak yang hilang ini:
Agunglah kasih Allahku, tiada yang setaranya;
Neraka dapat direngkuh, kartika pun tergapailah.
Karena kasihNya agunglah, Sang Putra menjelma,
Dia mencari yang sesat dan diampuninya.
Ref.:
O Kasih Allah agunglah, tiada bandingnya.
Kekal teguh dan mulia, dijunjung umatNya.
Pabila zaman berhenti, dan tahta dunia pun lebur.
Meskipun orang yang keji, telah menjauh dan takabur.
Namun kasihNya tetaplah, teguh dan mulia.
Anugrah bagi manusia, dijunjung umatNya.
Andaikan laut tintanya dan langit jadi kertasnya,
Andaikan ranting kalamnya, dan insan pun pujangganya.
Takkan genap mengungkapkan hal kasih mulia.
Dan langit pun takkan lengkap memuat kisahnya.
Saudaraku....
Saya berkeyakinan yang kuat bahwa inilah salah satu perumpamaan yang sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana "Suasana Hati Sang Bapa yang dipenuhi rasa cinta". Ketika anaknya yang sangat bawel dan bandel itu telah pergi sekian lama dan tak kunjung kembali, betapa sang ayah dimabuk cinta dan sangat merindukan kembalinya sang anak ke dalam rumahnya. Memang sebelum anak itu minggat dari rumah, hati sang ayah, -(menurut ukuran atau logika manusia)-, sangat tersakiti. Sesakit apapun sang anak telah memperlakukan sang ayah, namun sang ayah tetap bersabar dan tidak merespon dengan tindakan yang kejam untuk membalas perlakuan tersebut; -(sebab dalam budaya atau tradisi Yahudi, seorang anak yang meminta haknya atas warisan selagi ayahnya masih kuat dan sehat, maka anak itu telah melaknati sang ayah dan menganggap ayahnya sudah tidak ada. Tidakkah hal ini sangat menyakitkan)-. Tetapi betapa indah cara Tuhan Yesus menggambarkan karakter sang ayah yang bijaksana, seorang ayah yang tetap mempertontonkan karakter sebagai seorang ayah yang mengayomi dan mencintai, karakter seorang ayah dalam peran sebagai imam yang terus mendoakan agar anaknya diberkati dan dirahmati, karekater seorang ayah yang tidak mengharapkan anaknya tersesat bahkan terhilang ataupun mati.
Saudaraku...
Jika kita mampu memasuki atau menyelami isi hati dari sang anak maka kita akan melihat sesuatu yang sangat kontras dengan isi hati sang ayah. Hati sang anak telah menimbang konsekwensi dari apa yang telah ia lakukan terhadap ayahnya; dan karena itu, berat rasanya ia untuk pulang sebab terbayang akan hukuman yang harus diterima sebagai buah dari perbuatannya. Tapi persoalan kelangsungan hidup, memaksa dirinya untuk pulang. Itulah sebabnya dia mengatakan seperti ini: "betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan (Luk. 15:17)". Sang anak tahu bahwa jika ia tidak pulang, maka ia pasti binasa, tetapi iapun dihantui oleh pikiran karena masa lalu: "Mungkinkah sang ayah akan menerimanya kembali? Jangankan menyebut dan memanggil dirinya lagi sebagai anak, menjadi budak sekali pun, ia juga rela dan bahkan bersyukur". Coba perhatikan ungkapan hatinya:
"Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku salah seorang upahan bapa (Luk. 15:18-19)".
Jadi yang terlintas dalam benak sang anak ialah:
1. Saya tidak akan mungkin lagi diterima untuk menjadi bagian dari keluarga bapaku.
2. Saya pasti ditolak dan dilabrak karena telah mencoreng nama baik keluarga.
3. Saya pasti akan menerima hukuman yang sangat berat atas perbuatan saya.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi seperti yang dipikirkannya, maka ia mengatur strategi demikian:
1. Saya harus mengakui bahwa saya telah berdosa; berdosa terhadap sorga dan berdosa terhadap bapa.
2. Saya harus memohon belas kasihan bapa dengan mengakui ketidaklayakan untuk disebut lagi sebagai anak. Apapun konsekwensi atas perbuatan masa laluku, aku harus menerimanya; bahkan menjadi salah seorang dari orang upahan pun tidak menjadi soal, asal aku bisa ada dalam rumah bapa.
Saudaraku.....
Tetapi dari sisi sang ayah; kepergian sang anak keluar dari rumah adalah serasa kehilangan segalanya. Itulah sebabnya, setiap pagi sang ayah berharap agar sang anak itu pulang. Hatinya sangat rindu untuk menikmati indahnya hidup bersama dengan anaknya. Saya justru membayangkan wajah seorang ayah yang setiap pagi murung di depan jendela bahkan seorang bapa yang setiap pagi duduk di teras rumah dengan wajah yang lusuh seolah tak ada gairah hidup lagi. Pandangannya kosong dan tatapan matanya sangat jauh. Di wajah tercermin kesedihan yang tak terselami dan juga kerinduan yang sangat mendalam untuk berjumpa anaknya. Saya membayangkan seorang ayah yang terus berjalan setiap hari, mencari dan terus mencari; dan ketika ia berjumpa dengan teman-teman sebaya anaknya itu, selalu keluar pertanyaan dari mulutnya: "apakah engkau melihat anakku?". Saya justru membayangkan seorang ayah yang terus berurai airmata ketika sedang duduk di meja makan seorang diri, walau terhidang setumpuk makanan yang lezat; semua itu tidak membangkitkan seleranya, sebab pikirannya melayang jauh ke suatu tempat di mana anaknya mungkin saja sedang kelaparan dan tak ada orang yang mempedulikannya.
Karena itu saya bisa memahami, ketika terjadi perjumpaan itu; sungguh sangat mengharukan. Dan inilah yang dicatat oleh penulis kitab Injil Lukas: "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia".
Saudaraku....
Bentuk hati seperti itulah yang dimiliki Tuhan bagi setiap orang yang datang kepadaNya dan yang berharap pengampunanNya. Dan dalam konteks memperingati masa-masa Pra Paskah, kita diajak untuk menyelami kembali isi hati Tuhan yang demikian, dan bersamaan dengan itu; selaku anak-anak Tuhan, kita pun harus menyatakan karakter yang sama terhadap semua orang bahkan musuh kita sekali pun.
Selamat bercensura morum.
Selamat mempersiapkan diri menyambut Minggu Pra Paskah V.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Amin.
ReplyDeleteAmin...Amin...Amin...
ReplyDeleteTrima kasih atas refleksinya.
TYM .