Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-68 tanggal 9 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).
Censura Morum hari ke-21 Masa Pra Paskah.
Bacaan : Roma 7:13-26.
"Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. Demikian aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku (Roma 7:18-23)".
Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda tetap diberkati Tuhan.
Saudaraku....
Saya harus jujur mengakui bahwa betapa sulitnya menghindarkan diri dari suatu tindakan melakukan hal yang SALAH. Sebab saya menyadari, -(dan mungkin demikian juga dengan anda)-, bahwa dampak dari suatu yang SALAH itu sangat buruk. Harga diri kita tercoreng, pikiran kita terbebani, dan batin kita tersiksa karenanya. Oleh sebab itu, saya tentunya tidak akan pernah suka dan tidak akan pernah menginginkan untuk melakukan kesalahan apalagi dituding melakukan kesalahan pada sesuatu yang tidak saya pernah lakukan. Tetapi saya tidak bisa menjamin bahwa seluruh tindakan saya seteril dari apa yang disebut dengan SALAH. Saya tidak bisa mengklaim diri saya sebagai "Manusia Yang Tak Pernah Bersalah". Sebab saya tahu bahwa hanya ada satu yang tidak akan pernah SALAH dan tidak akan mungkin SALAH, yakni "TUHAN".
Sekali lagi saya mau mengatakan bahwa saya suka pada apa yang BAIK, tetapi realita kehidupan terkadang membuktikan apa yang sebaliknya. Jadi yang BAIK itulah yang terbesik dalam pikiran dan tentunya batin saya menyukainya, tetapi bukan yang BAIK yang dihasilkan oleh tindakanku melainkan apa yang SALAH.
Tetapi yang menjadi soal bagi saya ialah:
"bagaimana mungkin saya selalu mengulang-ulang kesalahan pada suatu perkara yang sama. Ada apa dengan diri saya, sehingga selalu jatuh pada lubang yang sama, padahal seekor keledai tidak saja akan pernah jatuh pada lubang yang sama. Ya...ketika keledai terperosok pada sebuah lubang, maka ia akan berusaha menghindari lubang itu untuk kedua kalinya. Tetapi mengapa kita yang lebih mulia dari pada seekor keledai, justru selalu terjerumus pada kesalahan yang sama?".
Saudaraku...
Menggumuli persoalan ini maka saya teringat sebuah ungkapan bahasa Latin yang mengatakan seperti ini:
"Errare Humkanum Est, Perseverare Diabolicum = Berbuat salah adalah manusiawi, tetapi mengulang kesalahan yang sama adalah SETAN".
Ya...ungkapan ini mau menyadarkan kita bahwa kesalahan adalah hakekat kemanusiaan, sebab setiap orang pasti akan melakukan kesalahan dalam hidupnya. Alkitab pun sangat jelas menggambarkan realita seperti ini, tetapi satu hal yang harus kita ketahui ialah, jikalau suatu tindakan kita sudah mendapat sanksi karenanya, namun kita terus berulang-ulang melakukannya, maka nilai kemanusiaan kita lebih rendah dari pada binatang. Perseverare Diabolicum adalah perbuatan salah yang sama dan diulang-ulang namun kita tidak sadar akan hal tersebut; maka sesungguhnya kita pantas disebut "SETAN".
Rasul Paulus mengajak kita untuk menyadari kondisi yang sangat fatal ini, dan berusaha untuk melawannya dengan cara "Menaklukkan hidup di bawah Hukum Kasih Karunia". Kita harus terus menyadari betapa dahsyatnya hukuman atas dosa yang karena itu Yesus Kristus harus menggantikan kita; dan apa yang dilakukan Yesus Kristus harus menuntun sikap, tindakan dan pikiran kita pada penyangkalan diri dengan melawan hawa nafsu yang bertentangan dengan apa yang Tuhan kehendaki. Dan inilah yang terjadi dalam diri Rasul Paulus ketika hidupnya diubah, di mana ia melupakan apa yang sudah terjadi di belakangnya dan pandangannya hanya tertuju pada satu hal, yaitu SALIB. Paulus tidak mau mengulangi kesalahan yang sama yang dilakukan di masa yang lalu; dan kini saatnya ia membuka dirinya dan hidupnya untuk INJIL.
Karena itu saudaraku....
Di Masa-masa Pra Paskah ini, kita harus kembali menginstropeksi diri kita, sebab mungkin saja harkat kemanusiaan kita lebih rendah dari pada binatang. Sadar atau tidak, kita terkadang bertindak dan atau berperilaku lebih buruk dibandingkan makhluk yang tak berakal budi. Saatnya kita berteriak sekeras-kerasnya: "Aku manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? (Roma 7:24)". Dan betapa beruntungnya kita, karena Kristus telah berkorban demi kita.
Selamat bercensura morum.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkati.
(Masale, hari ke-68 tanggal 9 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).
Censura Morum hari ke-21 Masa Pra Paskah.
Bacaan : Roma 7:13-26.
"Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. Demikian aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku (Roma 7:18-23)".
Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda tetap diberkati Tuhan.
Saudaraku....
Saya harus jujur mengakui bahwa betapa sulitnya menghindarkan diri dari suatu tindakan melakukan hal yang SALAH. Sebab saya menyadari, -(dan mungkin demikian juga dengan anda)-, bahwa dampak dari suatu yang SALAH itu sangat buruk. Harga diri kita tercoreng, pikiran kita terbebani, dan batin kita tersiksa karenanya. Oleh sebab itu, saya tentunya tidak akan pernah suka dan tidak akan pernah menginginkan untuk melakukan kesalahan apalagi dituding melakukan kesalahan pada sesuatu yang tidak saya pernah lakukan. Tetapi saya tidak bisa menjamin bahwa seluruh tindakan saya seteril dari apa yang disebut dengan SALAH. Saya tidak bisa mengklaim diri saya sebagai "Manusia Yang Tak Pernah Bersalah". Sebab saya tahu bahwa hanya ada satu yang tidak akan pernah SALAH dan tidak akan mungkin SALAH, yakni "TUHAN".
Sekali lagi saya mau mengatakan bahwa saya suka pada apa yang BAIK, tetapi realita kehidupan terkadang membuktikan apa yang sebaliknya. Jadi yang BAIK itulah yang terbesik dalam pikiran dan tentunya batin saya menyukainya, tetapi bukan yang BAIK yang dihasilkan oleh tindakanku melainkan apa yang SALAH.
Tetapi yang menjadi soal bagi saya ialah:
"bagaimana mungkin saya selalu mengulang-ulang kesalahan pada suatu perkara yang sama. Ada apa dengan diri saya, sehingga selalu jatuh pada lubang yang sama, padahal seekor keledai tidak saja akan pernah jatuh pada lubang yang sama. Ya...ketika keledai terperosok pada sebuah lubang, maka ia akan berusaha menghindari lubang itu untuk kedua kalinya. Tetapi mengapa kita yang lebih mulia dari pada seekor keledai, justru selalu terjerumus pada kesalahan yang sama?".
Saudaraku...
Menggumuli persoalan ini maka saya teringat sebuah ungkapan bahasa Latin yang mengatakan seperti ini:
"Errare Humkanum Est, Perseverare Diabolicum = Berbuat salah adalah manusiawi, tetapi mengulang kesalahan yang sama adalah SETAN".
Ya...ungkapan ini mau menyadarkan kita bahwa kesalahan adalah hakekat kemanusiaan, sebab setiap orang pasti akan melakukan kesalahan dalam hidupnya. Alkitab pun sangat jelas menggambarkan realita seperti ini, tetapi satu hal yang harus kita ketahui ialah, jikalau suatu tindakan kita sudah mendapat sanksi karenanya, namun kita terus berulang-ulang melakukannya, maka nilai kemanusiaan kita lebih rendah dari pada binatang. Perseverare Diabolicum adalah perbuatan salah yang sama dan diulang-ulang namun kita tidak sadar akan hal tersebut; maka sesungguhnya kita pantas disebut "SETAN".
Rasul Paulus mengajak kita untuk menyadari kondisi yang sangat fatal ini, dan berusaha untuk melawannya dengan cara "Menaklukkan hidup di bawah Hukum Kasih Karunia". Kita harus terus menyadari betapa dahsyatnya hukuman atas dosa yang karena itu Yesus Kristus harus menggantikan kita; dan apa yang dilakukan Yesus Kristus harus menuntun sikap, tindakan dan pikiran kita pada penyangkalan diri dengan melawan hawa nafsu yang bertentangan dengan apa yang Tuhan kehendaki. Dan inilah yang terjadi dalam diri Rasul Paulus ketika hidupnya diubah, di mana ia melupakan apa yang sudah terjadi di belakangnya dan pandangannya hanya tertuju pada satu hal, yaitu SALIB. Paulus tidak mau mengulangi kesalahan yang sama yang dilakukan di masa yang lalu; dan kini saatnya ia membuka dirinya dan hidupnya untuk INJIL.
Karena itu saudaraku....
Di Masa-masa Pra Paskah ini, kita harus kembali menginstropeksi diri kita, sebab mungkin saja harkat kemanusiaan kita lebih rendah dari pada binatang. Sadar atau tidak, kita terkadang bertindak dan atau berperilaku lebih buruk dibandingkan makhluk yang tak berakal budi. Saatnya kita berteriak sekeras-kerasnya: "Aku manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? (Roma 7:24)". Dan betapa beruntungnya kita, karena Kristus telah berkorban demi kita.
Selamat bercensura morum.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkati.
No comments:
Post a Comment