(Masale, hari ke-79 tanggal 20 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan : Markus 11:12-14.
"Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu. Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab bukan musim buah ara (Mark. 11:13)".
Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera bagimu di dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Saya harus jujur mengakui bahwa perasaan lapar sering begitu mudah memicu emosi. Ini sungguh-sungguh suatu pengalaman saya sendiri.
Ketika kami baru saja selesai melaksanakan pelayanan (kunjungan) bagi anggota jemaat yang sakit di Rumah Sakit, kami singgah untuk istirahat makan siang di salah satu Rumah Makan yang berada di jalan Boulevard Panakkukang. Sesungguhnya jam untuk makan siang memang sudah agak lewat sedikit. Kami pun memesan makanan dan minuman (Juice) dengan mengambil posisi meja paling pojok. Suasana Rumah Makan pada waktu itu cukup ramai. Namun kami bersyukur bahwa kami lebih dahulu memesan makanan dan minuman di bandingkan beberapa pengunjung yang ada. Sambil menunggu pesanan, kami ngobrol banyak hal tentang pelayanan.
Tapi rasanya cukup lama kami tidak dilayani sesuai pesanan kami padahal orang yang belakangan memesan justru sudah menikmati makanan dan minuman. Sedari tadi memang perut sudah tidak mau lagi berkompromi, maka dengan nada emosi saya menanyakan pesanan kami. Para pelayanan pun mulai kasak-kusuk, lalu menyiapkan makanan tanpa ada minuman. Karena saking laparnya, sayapun menyikat makanan tersebut, namun sampai habis makanan itu belum juga ada minuman yang dihidangkan. Karena sudah kehilangan keseimbangan kesadaran, maka saya pun berteriak dan membentak pelayan-pelayan tersebut sehingga semua orang dalam Rumah Makan itu kaget; "Kamu ini mau bunuh orang ya....nyiapin makanan tanpa minuman; sudah nunggu lama malah pelayanannya seperti ini...bangsat?".
Setelah menyelesaikan pembayaran, kami pun kembali dengan perasaan dongkol, dan dalam batin saya berkata; "Jangan pernah berharap saya akan kembali ke tempat ini. Dari luar tampak pelayanan dijamin mantap, tetapi realitanya tidak seperti itu".
Saudaraku...
Saya tidak mau memastikan bahwa hal yang sama pun dialami oleh Tuhan Yesus. Tetapi saya justru terinspirasi dengan situasi tersebut dan membayangkan bahwa memang Tuhan Yesus sangat lapar dan sangat berharap bahwa rasa lapar itu bisa terobati dengan memakan buah ara. Memang buah ara atau yang lebih dikenal dengan nama "Buah Tin" adalah sumber makanan alami dan sangat baik untuk kesehatan karena kandungan nutrisinya yang lengkap; yaitu kalori, lemak, protein, gula, Vitamin A, C, B1, B6, Sodium, Potassium, Kalsium, Phosphorus, Magnesium, dan Zat Besi. Itulah sebabnya, buah ara sering disebut "Buah Dari Sorga". Tentu Tuhan Yesus tidak berharap banyak sebab memang musim berbuah belum tiba. Namun sekalipun bukan musimnya, akan selalu saja ada buah yang bergelantungan. Dan anda perlu tahu bahwa salah satu tanda bahwa pohon ara mulai berbuah itu tampak pada daunnya yang sudah mulai lebat.
Dan dalam konteks bacaan kita, kondisi Tuhan Yesus memang "LAPAR" dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah mulai berdaun. Penampilannya memberi alasan untuk berharap bahwa tentu ada buah yang bisa dipetik lebih awal daripada musimnya untuk dimakan. Bagi Yesus, satupun sudah cukup, namun kenyataannya sama sekali tidak ada; sebab yang ada hanyalah daun yang lebat. Dengan demikian, "Penampilannya Menipu", dan hal inilah yang menjadi dasar sehingga Tuhan Yesus mengutuk pohon ara tersebut.
Saudaraku...
Bagi saya, kisah ini adalah kiasan dari kehidupan beriman kita yang sesungguhnya. Tuhan Yesus sangat berharap bahwa setiap kita yang dipanggil dan dipilihNya untuk menjadi umatNya maka hidup kita harus menghasilkan buah. Buah itu adalah: "Kasih, Sukacita, Damai Sejahtera, Kesabaran, Kemurahan, Kebaikan, Kesetiaan, Kelemah-lembutan dan Penguasaan Diri (Gal. 5:22)". Hal-hal ini tidak boleh mengenal "MUSIM", artinya: "Sejauh kehidupan yang Tuhan izinkan, maka kita harus terus menghasilkan buah". Kasih tidak boleh ditentukan oleh musim, pun demikian dengan buah yang lainnya. Jadi jangan sampai terjadi sebaliknya; suatu pemandangan yang menipu di mana dari kejauhan tampak bahwa pohon kehidupan ini pasti ada buahnya, tetapi setelah diamati dari dekat, ternyata tak satupun buah dihasilkan. Alasannya: "belum musimnya".
Karena itu, saudaraku...
Kehidupan iman kita sesungguhnya diibaratkan seperti pohon ara...ya, pohon yang dipandang berasal dari sorga. Karena itu, kita seharus mempertontonkan kualitas hidup sebagaimana layak anak-anak sorgawi. Hidup kita harus terus-menerus menghasilkan buah kebajikan sehingga tidak ada dasar bagi dunia ini untuk menuding atau mendakwah kita bahwa hidup kita tidak berguna.
Ingat:
Berjumpa atau dijumpai Tuhan memang menjadi moment yang sangat spesial.
Tetapi persoalannya ialah:
"Sudahkan hidup anda menghasilkan buah tanpa harus menunggu musimnya?.
Selamat bercensura morum.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Amin.
ReplyDelete